Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kental Manis Bukan Susu, YAICI dan IBI Jabar Ingatkan Bidan akan Pentingnya Literasi Gizi Anak

Kental Manis Bukan Susu, YAICI dan IBI Jabar Ingatkan Bidan akan Pentingnya Literasi Gizi Anak Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
Warta Ekonomi, Bandung -

Indonesia saat ini dihadapkan dengan berbagai persoalan malnutrisi pada anak. Salah satunya, susu kental manis yang merupakan salah satu penyebab gizi buruk dan stunting pada balita.

Berdasarkan hasil observasi Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) ke berbagai daerah, ditemukan lebih 60 persen para ibu masih memberikan Kental Manis kepada sang anak sebagai pengganti susu. Misalnya di Kabupaten Bekasi, dari 192 responden, 156 anak mengonsumsi Kental Manis. Sementara, yang tidak konsumsi 36 persen.

Baca Juga: Wapres Minta Posyandu Jadi Sentra Percepatan Penanganan Stunting

Sementara itu, di Kota Bekasi, dari 231 responden, 146 anak mengonsumi Kental Manis. Jadi, dari 423 responden, 301 atau 71 persen mengonsumsi kental manis. Ketua harian YAICI Arif Hidayat menjelaskan, berdasarkan Survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, disebutkan bahwa prevalensi stunting sebesar 24,4 persen.

"Angka ini masih jauh dari angka prevalensi yang ditargetkan dalam RPJMN 2020-2024, yakni 14 persen," kata Arif kepada wartawan di Bandung, Kamis (11/8/2022).

Sementara, Riskesdas 2018 mencatat prevalensi obesitas pada balita sebanyak 3,8 persen dan obesitas usia 18 tahun ke atas sebesar 21,8%. Target angka obesitas di 2024 tetap sama 21,8 persen, upaya diarahkan untuk mempertahankan obesitas tidak naik.

"Kita Indonesia, sejak zaman Belanda sudah salah persepsi, di mana Kental Manis dianggap minuman bergizi, padahal ini salah. Bahkan, kami yang pertama menggebrak SKM pada 2018 lalu. Coba lihat sekarang, sudah tidak ada lagi iklan SKM di media cetak, tv, online, dan sebagainya. Bedanya di persepsi, sebagai susu, padahal SKM itu adalah sirup beraroma susu, sangat tinggi kadar gula lebih 50 persen," jelasnya.

YAICI sejak lama melakukan edukasi gizi dan memiliki perhatian terhadap persoalan stunting dan gizi buruk. Terlebih, dengan mencuatnya polemik susu kental manis yang membuat BPOM akhirnya mengatur penggunaan produk dengan kandungan gula yang tinggi ini ke dalam PerBPOM No 31 tahun 2018 tentang Label dan Pangan Olahan.

Dalam kebijakan tersebut, terdapat dua pasal yang menjelaskan bahwa kental manis adalah produk yang tidak boleh dijadikan sebagai pengganti ASI dan dikonsumsi oleh anak di bawah 12 bulan, serta aturan mengenai label, iklan dan promosinya.

Melihat kondisi tersebut, YAICI bekerja sama dengan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Jawa Barat guna meminimalisasi dan mengedukasi masyarakat agar para ibu tidak memberikan Kental Manis kepada balitanya. Selain itu, YAICI juga bekerja sama dengan guru-guru Paud serta berbagai organisasi terkait lainnya tentang literasi gizi untuk anak.

Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan dengan peran penting di masyarakat. Tidak hanya bertugas sebagai pendamping persalinan, bidan juga  memiliki tugas memberikan pelayanan kesehatan untuk ibu dan anak. "Oleh karena itu, kemampuan bidan terkait literasi gizi dan kesehatan keluarga harus senantiasa ditingkatkan," tegasnya.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: