Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Badai PHK Massal, Ekonom Sarankan Pemerintah untuk Bertindak

Badai PHK Massal, Ekonom Sarankan Pemerintah untuk Bertindak Kredit Foto: Antara/Fauzan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Melihat pada fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) yang tengah marak terjadi pada perusahaan-perusahaan besar di Indonesia saat ini terutama pada digital startup, ekonom dan pakar kebijakan publik Narasi Institute Achmad Nur Hidayat menyarankan untuk Pemerintah segera mengambil tindakan tepat untuk mencapai pemulihan ekonomi.

"Alasan kenapa terjadi PHK besar-besaran di sektor digital startup ada dua yaitu pertama, terjadi inefisiensi pengelolaan startup dan kedua, investor meninggalkan startup tersebut," tutur Achmad dalam sebuah media rilis seperti dikutip pada Rabu (23/11/2022).

Hingga saat ini, tercatat total ada 14 perusahaan secara massal, termasuk yang baru-baru ini melakukan PHK adalah GoTo yang mem-PHK sebanyak 1300 karyawannya atau setara dengan 12% jumlah karyawan. Sementara startup yang melakukan PHK ratusan karyawannya antara lain Ruangguru, Shopee Indonesia, LinkAja, Tokocrypto, Tanihub, Zenius, Sicepat, JD.ID, Pahamify, Mobile Primier League, Indosat Ooredoo Hutchison, Xendit, dan Lummo.

Baca Juga: GoTo dan Ruangguru PHK Massal, Rhenald Kasali: Jangan Kambing Hitamkan Resesi, Stay Relevant!

Adapun alasan inefisiensi pengelolaan yang menjadi dasar PHK, Achmad menjelaskan telah terjadi pada GoTo yang dilaporkan telah mengalami kerugian yang meroket 76% pada 3Q22 menjadi Rp20,32 triliun. Sementara itu alasan lain yang terjadi seperti pada kasus PHK Ruangguru adalah karena investor telah meninggalkan startup tersebut karena perusahaan induk investor mengalami kerugian secara holding, di mana Tiger Global Management dilaporkan mengakami kerugian mencapai Rp252 triliun dalam enam bulan terakhir.

Melihat pada karyawan yang terkena imbas dari permasalahan ini, Achmad menyarankan untuk Pemerintah mengambil tindakan. Ujarnya, "pemerintah jangan berdiam diri melihat massalnya WNI di PHK, Pemerintah perlu berbuat sesuatu untuk menghindari PHK terjadi di gelombang berikutnya. Seperti yang sudah diperkirakan banyak ekonom bahwa badai PHK akan melanda negeri ini menjelang resesi ekonomi global yang sudah mulai terasa saat ini."

Achmad menyampaikan bahwa kasus PHK massal yang terjadi ini menunjukkan bahwa ancaman ke depan akan jauh lebih besar, di mana badai PHK berdampak kepada angka kemiskinan. Oleh karena itu Pemerintah perlu mengambil langkah inisiatif untuk menghindari kemungkinan yang lebih buruk. Dalam hal ini, program BSU saja tidak cukup, apalagi data dari Kementerian Sosial tidak ter-update sesuai dengan jumlah warga yang berhak menjadi penerima bantuan.

"Sementara untuk bisa survive menjaga pertumbuhan ekonomi di tengah resesi, maka konsumsi domestik harus diperbesar. Jika data beli masyarakat rendah akibat angka pengangguran akibat PHK dan penyerapan tenaga kerja yang rendah, tentunya maka kemampuan konsumsi domestik tentunya tidak akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi," ujar Achmad.

Ia melanjutkan bahwa ke depannya, kemungkinan akan bermunculan UMKM baru sebagai bentuk dari keterpaksaan masyarakat yang harus beralih profesi karena sektor UMKM memang dirasa lebih mampu bertahan terhadap krisis apalagi dengan produksi yang menggunakan bahan lokal.

"Pemerintah harus mempersiapkan diri dan mempersiapkan kebijakan untuk mendorong tumbuhnya UMKM-UMKM baru di berbagai subsektor. Sudah waktunya Pemerintah menggunakan rasionalitasnya untuk memfokuskan perhatian dengan memprioritaskan pemulihan ekonomi dibanding infrastruktur. Program-program pembangunan infrastruktur mercusuar yang tidak berkontriburi banyak terhadap pemulihan ekonomi harus dihentikan terlebih dahulu."

Ia menegaskan, "apalagi proyek-proyek yang sudah disinyalir kesulitan mendapatkan investor seperti pembangunan IKN. Terbukti Pemerintah melakukan berbagai upaya penjaringan investor hingga obral HGB 160 tahyn dan bebas pajak 30 tahun belum berhasil juga. Artinya memang proyek ini kurang menggiurkan bagi investor. Jika dipaksakan tentu proyek tersebut hanya akan menghabiskan anggaran tapi minim return."

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tri Nurdianti
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: