Kredit Foto: Rawpixel/Ake
Terdakwa pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dan turunannya, termasuk minyak goreng tahun 2021-2022 membantah tuntutan yang disusun tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung).
Di antaranya yakni Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia (Wilmar Group) Master Parulian Tumagor dan Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indrasari Wisnu Wardana.
Dalam nota pembelaan (pleidoi), Master Parulian menepis tuntutan jaksa yang menyebutnya telah menyebabkan kelangkaan minyak goreng di Indonesia. Ia mengatakan, kelangkaan minyak goreng disebabkan adanya kebijakan kontrol harga (price control), dalam hal ini Harga Eceran Tertinggi (HET).
Kementerian Perdagangan sempat menetapkan HET yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06 Tahun 2022 Tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit.
"Jika jernih dan melepas egoisme, bapak-bapak penuntut umum kejaksaan bisa melihat fakta penyebab terjadinya kelangkaan minyak goreng adalah kebijakan kontrol, price control policy yang tidak didukung dengan ekosistem yang baik, itulah yang menyebabkan kelangkaan," kata Master membacakan pledoi pribadinya di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (27/12/2022).
Master menjelaskan, sebelum ada HET, minyak goreng masih ada di pasaran, meski harganya cukup tinggi, mengikuti harga fluktuatif dunia. Namun, setelah terbit aturan HET, kata Master, semua produk minyak goreng hilang di pasaran.
"Demikian juga setelah kebijakan HET dicabut, seketika itu produk minyak goreng kembali ada di pasaran," ujarnya.
Menurut Master, tidak ada lembaga negara yang bisa mengontrol distribusi minyak goreng laiknya Bahan Bakar Minyak (BBM) seperti Pertamina. Hal itu seperti disampaikan Rizal Mallarangeng saat bersaksi di persidangan beberapa waktu lalu.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: