Indonesia Dinilai Tak Perlu Berlebihan Tanggapi Kejatuhan Tiga Bank di Amerika Serikat
Pengamat Kebijakan Publik, Bambang Haryo Soekartono menyatakan Indonesia tak perlu berlebihan menganggapi kekhawatiran akan krisis di Amerika Serikat setelah tiga Bank yakni Sillicon Valley Bank (SVB), Signature Bank dan Silvergate Bank mengalami kebangkrutan.
Haryo menuturkan bila berdasarkan data, Silicon Valley Bank (SVB) adalah Bank yg mempunyai urutan 16 terbesar di Amerika, Signature Bank adalah bank yg mempunyai urutan ke-29 dan Silvergate Bank mempunyai urutan ke-113.
“Sehingga kebangkrutan ke-3 bank di Amerika tersebut pengaruhnya sangat kecil dan relatif tidak ada bagi perekonomian di Amerika karena dari data tahun 2022 jumlah keseluruhan bank di Amerika ada sebanyak 4.844 bank yang sebagian besar justru mengalami peningkatan pendapatan di tahun 2022 dibanding tahun 2019 sebelum covid,” ujar Haryo.
Ia pun mencontohkan bank terbesar nomor 1 di Amerika yaitu JP Morgan Chase & Co mempunyai pendapatan tahunan (Annual Revenue) di tahun 2022 sebesar US$154,792 miliar yang naik signifikan dari tahun 2019 sebelum covid sebesar US$142,515 miliar. Sedangkan Bank pada urutan nomor 2 terbesar di Amerika yaitu Bank of America jumlah pendapatan tahunan (Annual Revenue) juga mengalami kenaikan sebesar US$115,053 miliar di tahun 2022 dibanding pendapatan tahunan 2019 sebesar US$113,589 miliar.
Kata pemilik sapaan akrab BHS, bahkan pertumbuhan ekonomi di Amerika pun juga mengalami kenaikan signifikan di tahun 2022 sebesar 2,7 % dari tahun 2019 yang hanya sebesar 2,2%.
Apalagi beberapa negara Asean bahkan Eropa pun juga mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan misalnya Vietnam di 2022 sebesar 8,02% naik cukup tinggi dibanding 2019 sebelum covid sebesar 7,02%, Malaysia juga mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan di tahun 2022 sebesar 8,7% dari tahun 2019 yang hanya sebesar 4,41%, bahkan pertumbuhan ekonomi Malaysia di tahun 2022 merupakan yang tertinggi selama kurun waktu 22 tahun semenjak tahun 2000. Filiphina pertumbuhan ekonominya naik pesat di tahun 2022 sebesar 7,6% dari tahun 2019 sebesar 6,12% bahkan negara Eropa seperti Inggris mengalami pertumbuhan ekonomi luar biasa tinggi sebesar 4,1% di tahun 2022 dari tahun 2019 yang hanya sebesar 1,6%.
Baca Juga: Berkaca dari Kasus SVB, OJK Minta Perbankan Perkuat Tata Kelola dan Manajemen Risiko
Sehingga, Ia meminta pejabat dan tokoh publik tidak perlu berlebihan menanggapi situasi yang terjadi di Amerika Serikat yang cenderung dilebih lebihkan.
Seharusnya, kata Bambang Haryo yang merupakan Alumni ITS Surabaya, pejabat dan tokoh publik harus dapat memberikan informasi dan pernyataan yang benar dan berdasar yang membangun optimisme daripada pelaku usaha dan seluruh rakyat Indonesia, bukan malah menjerumuskan, sehingga ekonomi di Indonesia dapat kembali menggeliat.
“Saya sangat mengharapkan kekhawatiran pejabat dan tokoh publik tidak perlu diekspos besar-besaran ke masyarakat karena ini tentu akan berdampak terhadap stagnasi dan perlambatan ekonomi akibat pelaku usaha enggan berinvestasi dan bahkan masyarakat enggan berbelanja,” ucapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement