Pengamat ekonomi digital, Ignatius Untung, menentang wacana pemerintah yang akan melarang penggunaan aplikasi TikTok Shop.
Ignatius Untung menilai, dirinya tidak melihat alasan kuat media sosial harus dipisah dengan e-commerce dan juga tidak ada dasar yang kuat untuk mengklaim bahwa TikTok Shop terlibat dalam praktik monopoli e-commerce di Indonesia.
"Tidak melihat dasarnya harus dipisah. Kalau masalah data, sudah terjadi pertukaran data lintas platform. Terus kalau itu merugikan para pelaku UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah), gak juga," ujarnya di Jakarta pada (15/09/2023) yang lalu.
Baca Juga: UMKM Pakaian Anak Produksi Lokal: Saya Sukses Jadi Pengusaha Karena TikTok
Ignatius Untung juga menambahkan, saat ini rekomendasi algoritma TikTok yang bertujuan untuk mengarahkan pengguna ke produk tertentu berdasarkan perilaku online-nya, juga umum terjadi pada platform teknologi lainnya.
Kemudian, Untung juga menyarankan kepada para stakeholder hingga UMKM untuk membuat uji publik agar lebih terbuka untuk melihat dampaknya lewat studi.
"Seringkali aturan dikeluarkan, namun studinya gak cukup. Belum lagi dampaknya pada UMKM yang omzetnya turun. Jadi ketika keluarin aturan, harus ada studinya, dampaknya seperti apa, berapa banyak. Bukan berarti gak boleh, tapi itu gak dilakukan," lanjut Untung.
Selain Ignatius Untung, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga tidak sependapat dengan pemerintah yang akan melarang atau menutup kegiatan live shopping di media sosial (medsos) seperti halnya TikTok Shop.
"Jika sebuah perusahaan memiliki platform e-commerce dan menjual produk, maka perusahaan tersebut memiliki akses ke agen pembayaran, periklanan, dll, itu hanya merupakan karakteristik dari ekosistem tersebut," kata Afif Hasbullah selaku Ketua KPPU, seperti dilansir The Jakarta Post pada Kamis (14/09/2023) kemarin.
Nailul Huda, seorang peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) juga berpendapat, seharusnya TikTok Shop tidak perlu dilarang beroperasi selama menguntungkan produsen UMKM.
“Sebenarnya tidak masalah selama memang menguntungkan dari sisi produsen UMKM lokal. Jadi saya tidak mendukung apabila sosial e-commerce ini dilarang sepenuhnya gitu,” kata Nailul Huda dalam Zona Bisnis di Metro TV, Senin, 18 September 2023.
Sementara itu, Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) memberi masukan ke pemerintah untuk melakukan uji publik terkait revisi Permendag (Peraturan Menteri Perdaganan) nomor 50 tahun 2020.
“Uji publik aturan ini (revisi Permendag 50/2020) sangat penting, jangan sampai aturan tiba-tiba sudah disahkan, tapi malah akhirnya membuat keriuhan di masyarakat,” kata Ketua idEA Bima Laga pada (16/09/2023).
Sebelumnya pemerintah akan mengevaluasi keberadaan TikTok Shop di Indonesia. Hal ini terjadi lantaran integrasi antara media sosial dan e-commerce yang dilakukan TikTok Shop, seharusnya tidak diperbolehkan di Indonesia.
Namun, jika revisi Permendag 50/2020 tetap terlaksana, Indonesia akan mengalami kemunduran dan tidak lagi sama dengan negara maju lainnya. Hal ini mengingat, para penjual online tidak seharusnya mendapat perlakuan diskriminasi karena mereka dengan berani merangkul teknologi.
Mereka (para penjual online) seharusnya mendapat pujian karena turut serta mendorong kemajuan ekonomi digital Indonesia, dan menginspirasi penjual tradisional untuk lebih terbuka terhadap inovasi serta teknologi.
Baca Juga: Netizen: Masalah TikTok, Masalah Persaingan Dagang Antar E-Commerce
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement