Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) menerapkan skrining ketat bagi perusahaan fintech syariah yang ingin menjadi anggota.
Wakil Ketua Umum AFSI Muhammad Ismail mengungkapkan perusahaan fintech syariah yang ingin berada di bawah naungan AFSI harus melalui skrining ketat sebelum mendapat status keanggotaan.
Baca Juga: Dapat Akses ke Fintech Lending, Pemilik Toko Sembako Berhasil Kembangkan Bisnis
Hal itu tak lain untuk memastikan prinsip syariah benar-benar diterapkan perusahaan fintech syariah secara benar.
“Perusahaan fintech syariah yang bernaung di bawah kami kita hubungkan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sehingga teman-teman yang mau daftar layanan fintech syariahnya secara resmi itu lewat skrining tak gampang. Kalau bilang fintech syariah, siapa yang bisa menjamin ini sesuai dengan fatwa syariahnya? harus ada lembaga, lewat AFSI kita melakukan skrining membantu mereka sampai mereka terdaftar di OJK,” ujar Ismail saat menjadi narasumber Talk Show “Pembiayaan , Permodalan dan Investasi dengan Fintech Syariah: Mudah, Insya Allah Berkah” di Jakarta Convention Center, Rabu (25/10/23).
Dalam wawancara doorstop dengan Warta Ekonomi, Ismail mengungkapkan ada proses audit yang AFSI terapkan kepada perusahaan fintech syariah yang ingin terdaftar sebagai anggota.
Setelah menjadi anggota, AFSI juga melakukan pengawasan terhadap anggota mereka dalam melakukan pelayanan keuangan syariah.
Baca Juga: AC Ventures Sebut Sektor Fintech di Indonesia Masih Luas: Idenya Tawarkan dan Demokratisasi Akses
Salah satu bentuk pengawasan yang AFSI lakukan adalah dengan membuka aduan dari masyarakat apabila ada fintech syariah di bawah naungan mereka terindikasi melakukan pelanggaran.
“Termasuk jika ada keluhan dari masyarakat, masyarakat bisa melaporkan atau mengadukan (pelanggaran) itu ke AFSI,” jelasnya.
“AFSI punya tugas salah satunya melakukan pengawasan dan pengembangan industri, kalau pengawasan lemah kita yakin pengembangan industrinya akan lemah,” tambahnya.
Baca Juga: Fintech Lending, Jadi Harapan Baru Bagi Usaha Kecil
Ismail mengungkapkan pihaknya pernah melakukan tindakan tegas dengan mencabut keanggotaan perusahaan fintech syariah karena melakukan pelanggaran berat.
“Ketika ada temuan laporan maka biasanya kita teruskan ke OJK dan kita berinteraksi dan berkoordinasi dengan mereka untuk setiap tindakan yang akan dilakukan, kita punya mekanisme dan yang paling terakhir adalah kita melakukan pencabutan keanggotaan,” ungkapnya.
Mengutip Republika, berdasarkan Global Islamic Fintech Report 2022 yang dirilis Dinar Standard disebutkan Indonesia di peringkat ketiga dari 64 negara.
Baca Juga: East Venture Incar Sektor Fintech, Kesehatan, dan Energi Terbarukan, Siapa Saja Startup-nya?
Untuk diketahui, Layanan Fintech syariah di Indonesia sendiri telah diatur dalam fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) nomor 117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi berdasarkan Prinsip Syariah.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bayu Muhardianto
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement