Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pertamina EP Sukowati Tepis Keraguan terhadap Pertanian Organik

Pertamina EP Sukowati Tepis Keraguan terhadap Pertanian Organik Kredit Foto: Istimewa

Semula hanya 30 orang petani yang tertarik mengikuti pelatihan. "Yang ikut latihan tidak sampai setengahnya. Mulanya kami diledek, karena mayoritas petani di sini tidak percaya metode pertanian organik akan berhasil," kata Amarullah.

Namun petani mulai berminat setelah model pertanian organik tersebut menghasilkan padi lebih banyak daripada dengan pola konvensional, yakni 6 - 9 ton per hektare berbanding 3 ton per hektare. Biaya produksinya juga lebih murah, yakni Rp 7,5 juta per musim tanam berbanding Rp 8,5 juta per musim tanam.

Lebih ringannya biaya operasional tak lepas dari pemenuhan komponen pupuk. Petani membutuhkan 0,6 - 1 ton pupuk kimia per musim tanam yang harus dibeli di kios dengan harga ratusan ribu. Sementara untuk pertanian organik dibutuhkan 5-6 ton pupuk kompos yang dproduksi sendiri.   

Jumlah petani yang ikut pun bertambah besar. Jumlah lahan pertanian tiga Antasena pun sudah mencapai 3.3 hektare. "Saat ini Rumah Kompos masih difokuskan untuk anggota kelompok Antasena. Namun ke depan saat anggota kelompok sudah mandiri dalam produksi pupuk organik, jangkauan Rumah Kompos mencakup para petani masyarakat di luar kelompok," kata Amarullah. Sebelum itu, PEP Sukowati akan memfasilitasi petani untuk mengurus izin edar pupuk organik tersebut.

Keberhasilan di sektor pertanian diikuti dengan dampak yang tak terduga, yakni membaiknya hubungan dan kohesivitas sosial di desa itu. Sebelumnya, hubungan antarpetani dan kelompok tani di Rahayu agak kurang harmonis karena masalah pengaturan air irigasi. "Kami biasa dibuat kalah-kalahan. Sekarang sudah tidak lagi," kata Sutikno.

Kini PEP Sukowati membidik misi baru, yakni regenerasi petani. "Kami  membuat program hidroponik pertanian melon dalam rumah hijau (green house) untuk mengembangkan minat bertani anak-anak muda di desa tersebut. Targetnya, program ini mulai beroperasi pada Desember 2023," kata Amarullah. 

Sutikno, Ketua Gabungan Kelompok Tani Desa Rahayu, bersyukur dengan keberhasilan itu. "Sebetulnya pertanian organik hanya berat pada awalnya saja, yakni untuk membawa kotoran hewan dari rumah ke sawah, butuh biaya dan tenaga sangat besar. Tapi musim selanjutnya tak seberat sebelumnya," kata Sutikno. Pupuk organik yang dibutuhkan masing-masing musim berikutnya terus berkurang dan biaya angkut pun main ringan. Apalagi kehadiran rumah kompos membuat pemenuhan pupuk organik lebih praktis.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: