Ganjar Pranowo Sebut Kebijakan Politik Luar Negeri 'Bebas Aktif' Perlu Didefinisikan Ulang, Ini Alasannya!
Calon Presiden dari Koalisi PDIP Ganjar Pranowo menyebut kebijakan politik luar negeri “Bebas Aktif” yang selama ini dipegang Indonesia perlu didefinisikan dan diformulasikan ulang sesuai dengan perkembangan terkini.
Hal ini Ganjar sampaikan dalam acara “Pidato Calon Presiden Republik Indonesia: Arah dan Stategis Politik Luar Negeri” pada Selasa (7/11/23) yang diselenggarakan oleh Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia.
“Kebijakan politik luar negeri kita yang bebas dan aktif belum berubah. Tentu saja kita terus diminta untuk selalu mencoba merumuskan dan mendefinisikan ulang bebas aktif sesuai dengan perkembangan zaman,” kata Ganjar.
Baca Juga: Pesan Serius Ganjar Pranowo: Dunia Sedang Tidak Baik-baik Saja!
Makna “bebas” dalam kebijakan politik luar negeri menurut Ganjar bukan hanya sekadar bebas, tetapi perlu diterapkan untuk membuat langkah strategis dalam menyikapi berbagai hal.
Pun demikian dengan “aktif” yang menurut Ganjar perlu dimanfaatkan untuk Indonesia bisa lebih aktif berinisiatif dalam berbagai problem yang ada.
“Hari ini kebutuhan internasional seperti apa, jadi kalau kita melihat bebasnya bukan bebas free tapi kita bebas untuk membuat kebijakan yang jauh lebih strategis, aktif pun bukan kita bicara pasif saja, tapi aktif mengambil inisiatif apalagi problem yang tidak selesai betul-betul membutuhkan penyelesaian,” jelasnya.
Ganjar blak-blakan menyebut kondisi dunia sedang tidak baik-baik saja. Ganjar mengungkapkan demikian berdasar pada situasi terakhir skala global di mana menurutnya terjadi perubahan yang sangat dahsyat mulai dari konflik, masalah pangan, dll.
Kondisi ini menurut Ganjar berdampak pada iklim demokrasi di tengah masyarakat yang pada akhirnya berkaitan dengan hak mereka sebagai masyarakat.
“Statement pertama, dunia sedang tidak baik-baik saja,” ungkap Ganjar.
“Kemerosotan ekonomi akibat pandemi, konflik berbagai kawasan juga terjadi, dan ini ternyata berdampak besar pada beberapa harga pokok dan kebutuhan pangan. Kami tidak heran kalau hampir semua negara produsen pangan itu mencoba mengerem, apakah diizinkan untuk dibeli negara lain atau disimpan agar bisa memenuhi kebutuhan nasional,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif CSIS Indonesia Yose Rizal Damuri mengungkapkan pihaknya merasa perlu mengangkat isu kebijakan luar negeri ke masyarakat mengingat momen Pilpres sebentar lagi akan berlangsung.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bayu Muhardianto
Editor: Bayu Muhardianto
Tag Terkait:
Advertisement