Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pajak Pertambahan Nilai 1,1% atas Barang Pertanian Tertentu

Oleh: M. Sofi Raga Sukmana, Pegawai KPP Wajib Pajak Besar Tiga

Pajak Pertambahan Nilai 1,1% atas Barang Pertanian Tertentu Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sektor pertanian merupakan pilar penting dalam kesejahteraan masyarakat Indonesia karena berfungsi sebagai penyedia bahan pangan, bahan pakan untuk ternak, bahan industri, bioenergi dan pelestarian sumber daya alam.

Peran sektor pertanian juga sangat strategis dalam mendukung perekonomian nasional, terutama dalam mewujudkan ketahanan pangan, peningkatan daya saing, penyerapan tenaga kerja dan penanggulangan kemiskinan.

Selain itu sektor pertanian diharapkan dapat mendorong pertumbuhan agroindusti di hilir dan memacu ekspor komoditas pertanian untuk meningkatkan devisa negara.

Pertanian yang maju, mandiri dan modern sesuai arah kebijakan Kementerian Pertanian dapat terwujud apabila para petani dan kelembagaan petani serta pemangku kepentingan lainnya siap untuk dapat melaksanakan implementasi amanah UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani yaitu dengan memberdayakan petani dalam meningkatkan produktivitas, efisiensi dan daya saing.

Pembangunan pertanian berkelanjutan tidak hanya ditentukan oleh faktor produksi saja, namun juga berkaitan dengan pembangunan sektor lainnya seperti ekonomi, sosial, politik, budaya, lingkungan di dalam negeri, hubungan antar negara termasuk juga pada sektor perpajakan.

Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas barang hasil pertanian bukan merupakan pajak yang baru. Untuk memberikan keadilan, kepastian hukum, serta menyederhanakan administrasi perpajakan atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) barang hasil pertanian tertentu, maka terbitlah Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 64/PMK.03/2022 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Barang Hasil Pertanian Tertentu, PMK tersebut merupakan salah satu aturan turunan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Dengan berlakunya PMK 64/PMK.03/2022 pemungutan PPN disederhanakan, Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan penyerahan barang hasil pertanian tertentu dapat menggunakan besaran tertentu untuk memungut dan menyetorkan PPN yang terutang. Besaran tertentu ditetapkan sebesar 1,1% dari harga jual yang berlaku 1 April 2022 dan sebesar 1,2% dari harga jual yang berlaku saat pemberlakuan penerapan tarif PPN sesuai aturan dalam Pasal 7 ayat 1 huruf b Undang-Undang PPN. Rincian barang hasil pertanian tertentu yang dapat menggunakan besaran tertentu untuk pemungutan dan penyetoran PPN, tercantum dalam lampiran PMK ini.

Agar dapat menggunakan tarif besaran tertentu ini Pengusaha Kena Pajak (PKP) sektor pertanian harus menyampaikan pemberitahuan kepada kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan. Pemberitahuan tersebut dapat disampaikan secara elektronik melalui saluran tertentu Direktorat Jenderal Pajak atau dalam hal saluran tertentu belum tersedia atau terdapat gangguan, pemberitahuan dapat disampaikan secara tertulis.

Baca Juga: Reformasi Pajak, Jepang Lakukan Pemotongan Beban Pajak Atasi Kenaikan Harga

Pemberitahunan secara tertulis menggunakan contoh format yang tercantum dalam lampiran PMK 64/PMK.03/2022 dan harus ditandatangani oleh:

  1. orang pribadi yang bersangkutan, untuk Pengusaha Kena Pajak orang pribadi;
  2. wakil yang diberikan wewenang untuk menjalankan kegiatan usaha dan bertanggung jawab terkait dengan perpajakan, yang dibuktikan dengan fotokopi dokumen pendirian badan usaha berupa akta pendirian atau dokumen pendirian dan perubahannya, untuk Pengusaha Kena Pajak badan; atau
  3. kuasa, yang disertai dengan surat kuasa khusus.

Penyampaian pemberitahunan secara tertulis dapat dilakukan:

  1. secara langsung;
  2. melalui alamat pos elektronik Kantor Pelayanan Pajak yang telah terdaftar;
  3. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
  4. perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat

Pemberitahuan tersebut disampaikan paling lambat pada saat batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak pertama dimulainya penggunaan besaran tertentu Pajak Pertambahan Nilai terutang atas penyerahan barang hasil pertanian tertentu. 

Setelah PKP menyampaikan pemberitahuan serta menggunakan besaran tertentu dalam memungut dan menyetorkan PPN, PKP tidak dapat mengkreditkan pajak masukan atas perolehan sehubungan dengan kegiatan penyerahan barang hasil pertanian tertentu tersebut.

Baca Juga: Aturan Terbaru Amortisasi Perpajakan Terbit, Perhatikan Dampaknya

PMK ini juga mengatur penunjukan badan usaha industri tertentu sebagai pemungut PPN. Badan usaha industri ini adalah badan usaha industri yang melakukan pengolahan barang hasil pertanian, perkebunan, dan kehutanan yang memperoleh barang hasil pertanian tertentu dari Pengusaha Kena Pajak yang dalam penyerahannya menggunakan besaran tertentu. Badan usaha industri inilah yang akan melakukan pemungutan dan penyetorkan PPN, bukan PKP petani.

Penyederhanaan pemungutan pajak pada bidang pertanian ini, diharapkan dapat memudahkan para petani dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Kebijakan perpajakan ini juga selaras dengan arah kebijakan Kementerian Pertanian untuk mewujudkan pertanian yang maju, mandiri dan modern.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: