Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti menilai hukum acara sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 terkesan mengkerangkeng Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menggagalkan upaya pengungkapan dugaan kecurangan yang terjadi sepanjang proses Pemilihan Umum (Pemilu).
Menurutnya, hukum acara yang berlaku saat ini sulit bagi para pihak penggugat untuk memaparkan dugaan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU).
Baca Juga: PDIP Yakin Pilpres Didesain untuk Dua Putaran: Jangan Dikerangkeng
"Menurut saya, kalau Mahkamah Konstitusi masih dikerangkeng oleh hukum acara, yang sebenarnya membatasi pencarian keadilan yang substantif, maka jawabannya tidak," kata Bivitri dalam acara diskusi di Media Center Tim Pemenangan Nasional Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, Jakarta, Senin (1/4/2024).
Bivitri meyakini adanya dugaan kecurangan di Pilpres 2024 yang bersifat TSM. Apalagi, hukum acara yang berlaku di MK saat ini terkesan mempersulit para pihak penggugat yang dinilai berimplikasi pada pembatasan saksi.
"Jeruji itu salah satunya adalah waktu, pembatasan waktu. Yang implikasinya kepada pembatasan jumlah saksi, cari saksi diperiksa. Jadi, banyak implikasinya," jelasnya.
Menurutnya, penetapan sidang sengketa Pilpres 2024 hanya 14 hari kontra produktif lantaran sengketa Pemilihan Legislatif (Pileg) berlangsunh selama 30 hari kerja di MK.
Hal itu Bivitri nilai berbeda jauh dengan persidangan sengketa pada Pilpres 2019, di mana pada saat itu, sidang PHPU digelar hingga sampai subuh.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Hidayat
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement