Ketua Umum Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Sunarno, menyebut jika pemutusan hubungan kerja (PHK) buruh industri tekstil yang ramai bekalangan ini seharusnya bisa diminimalisir bahkan dihindari. Akan tetapi, upaya tersebut harus sejalan dengan pemerintah yang hadir membeirkan solusi atas berbagai masalah hubungan industrial yanga da.
"Isu PHK besar-besaran buruh di sektor industri tekstil-garmen (tekstil dan produk tekstil/TPT) ataupun padat karya hampir setiap tahun selalu muncul, namun hal tersebut tentu tidak bisa kita benarkan," ujar Sunarno melalui keterangan tertulis, dikutip Warta Ekonomi, Kamis (27/6/2024).
Baca Juga: Ultimatum Partai Buruh, Desak Jokowi Segera Cabut Tapera
Salah satu faktor terjadinya PHK besar-besaran di sektor tekstil saat ini menurut Sunarno diakibatkan oleh minimnya proteksi pemerintah atas masuknya berbagai produk TPT impor. Hal ini lantaran Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Permendag Nomor 36 Tahun 2023 Tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Akibatnya, aturan tersebut membebaskan Angka Pengenal Importir Umum (APIU) untuk memasukkan berbagai produk tekstil impor sehingga kemudahannya tidak dipikirkan tanpa pemberlakuan Pertimbangan Teknis (Pertek) sebagai syarat impor. Sehingga, ucap Sunarno, pengusaha dalam negeri kalah bersaing.
PHK buruh di industri TPT juga kerap merupakan akal-akalan pengusaha yang ingin meraih berbagai tujuan. Salah satunya adalah mendapatkan keringanan pajak serta bantuan keuangan dari pemerintah.
Adapun contoh lainnya adalah PHK buruh menjelang kenaikan upah tiap akhir tahun bertujuan untuk menekan kenaikan upah minimum. PHK menjelang hari raya Idulfitri pun berdalih menghindari pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) kepada buruh.
Sebagai informasi, Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah, Ndari Surjaningsih, sebelumnya menyebut bahwa banyaknya PHK di industri tekstil diakibatkan oleh penurunan permintaan dan sulitnya akses memperoleh bahan baku.
Lebih lanjut, faktor lainnya adalah kondisi global dan permasalahan geopolitik masih belum pulih. Misalnya perang antara Rusia – Ukraina yang masih berlarut-larut tak kunjung selesai serta memengaruhi pertumbuhan ekonomi berbagai negara di seluruh dunia. Bahkan, di sejumlah negara khususnya tujuan ekspor mengalami inflasi yang membuat permintaan tekstil tidak kunjung meningkat.
Baca Juga: Mengadu ke Kapolri, Buruh Perkebunan Sawit di Sumsel Minta Rekannya Dibebaskan
"Kondisi global kan belum pulih, bisa ditandai dengan pertumbuhan ekonomi mereka yang belum bisa lebih cepat. Ada juga di beberapa negara yang laju ekonomi masih lambat," ujar Ndari dalam keterangannya di media beberapa waktu yang lalu.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar
Advertisement