“Tentunya upaya tersebut dapat membantu Indonesia mengurangi impor silika komersial untuk kebutuhan berbagai industri yang tren nilai impornya terus meningkat, dari US$56,3 juta pada tahun 2017 menjadi US$81,99 juta pada tahun 2021,” jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN, Puji Lestari, mengungkapkan bahwa kelapa sawit dan padi merupakan tanaman silika accumulator.
Baca Juga: Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sidoarjo Ciptakan Inovasi Bahan Bakar dari Cangkang Sawit
Lebih jelasnya, tanaman yang masuk dalam kategori ini banyak membutuhkan, menyerap, serta mengandung silika. Apabila produksinya meningkat, maka limbah agroindustri dari komoditas tersebut pun meningkat sehingga perlu diolah menjadi produk bernilai ekonomi.
Di sisi lain, hal tersebut juga mengurangi potensi masalah lingkungan serta sosial akibat penumpukan limbah yang tidak termanfaatkan.
Baca Juga: Pertama di Dunia, Bukit Asam dan BRIN Mulai Kembangkan Batu Bara untuk Bahan Baku Baterai Li-ion
“BRIN melalui PRA telah dan terus mengembangkan riset produksi biosilika dari berbagai jenis limbah agroindustri, seperti sekam padi, abu boiler kelapa sawit, abu ketel pabrik gula tebu, dan tongkol jagung. Kerja sama pun telah terjalin dengan beberapa industri untuk pengembangan produk agrokimia (pupuk cair) dan sol karet ramah lingkungan berbahan biosilika. Kerja sama yang dilakukan mulai dari tahapan riset hingga komersialisasinya,” ujar Puji.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement