Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

BPDPKS Sebut Hilirisasi dan Hulunisasi Terganjal Regulasi

BPDPKS Sebut Hilirisasi dan Hulunisasi Terganjal Regulasi Kabul Wijayanto, Direktur Perencanaan dan Pengelolaan Dana BPDPKS dalam seminar series sawit bertajuk Menakar Keseimbangan Produksi CPO untuk Kebutuhan Domestik & Ekspor: Urgensi dan Tantangannya yang diselenggarakan oleh Warta Ekonomi Group dan APKASINDO di The Sultan Hotel & Residence, Jakarta, Rabu 19 Juni 2024. | Kredit Foto: Warta Ekonomi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kabul Wijayanto, Direktur Perencanaan dan Pengelolaan dana sekaligus Plt. Direktur Kemitraan BPDPKS mengatakan bahwa ada tantangan yang cukup besar sehingga menjadi hambatan dalam hilirisasi, hulunisasi, maupun produktivitas sawit Indonesia. Salah satunya adalah regulasi.

Dalam keterangannya kepada Warta Ekonomi, Kabul Wijayanto menjelaskan bahwa regulasi yang belum mendukung tersebut menjadi salah satu tantangan dalam percepatan program peremajaan sawit rakyat (PSR) atau replanting.

Kabul menyebut bahwa kinerja PSR yang menurun selama beberapa tahun belakangan ini tidak hanya bagi pekerjaan rumah bagi BPDPKS saja, melainkan harus dijadikan pekerjaan rumah bersama antarkementerian/lembaga, maupun stakeholder sawit liannya.

Baca Juga: Ekspor Sawit Telah Sumbang Rp15,88 Triliun ke PNBP, BPDPKS Fokus Peremajaan dan Hilirisasi

Menurut data BPDPKS, realisasi program PSR dari awal tahun hingga Juli 2024 baru mencapai 18.484 hektar dengan dana yang tersalur Rp544 miliar yang tersebar di 22 provinsi. Untuk tahun ini, luasan PSR yang ditargetkan yaitu 120 ribu hektar.

Sebelumnya alokasi dana untuk PSR dianggarkan sebesar Rp30 juta per hektar. Menurut BPDPKS, alokasi dana akan meningkat menjadi Rp60 juta per hektar mulai 1 September 2024. Meski alokasi dana per hektar meningkat, Kabul mengingatkan bahwa kinerja PSR tidak menjamin dapat naik siginifikan apabila regulasinya belum mendukung.

“Regulasi ini sangat penting. Jika kita bicara tentang satu proses bisnis, tentang kerangka kelembagaan dan pendanaan. Maka kerangka regulasi merupakan kerangka komandan di depan. Jadi, harus kita benahi segera mungkin,” tegasnya.

Kabul pun tak menampik bahwa tantangan tersebut masih membayangi industri sawit Indonesia kendati hilirisasi sedang gencar-gencarnya dilaksanakan. Di sisi lain, dirinya juga mengaku bahwa hilirisasi produk turunan crude palm oil (CPO) belum optimal, khususnya dalam bidang pangan rakyat.

“Kalau saya lihat dari tren sekarang yang diekspor adalah tidak hanya CPO, tapi dominan ke produk oleokimia dan produk-produk hilir lainnya,” ucap Kabul.

Baca Juga: BPDPKS Ungkap Pentingnya Riset untuk Industri Sawit di Indonesia

Untuk diketahui, berdasarkan catatan dari Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan), produktivitas CPO nasional tercatat sebesar 3,26 metrik ton per hektar per tahun pada 2019, kemudian menurun menjadi sebesar 2,87 metrik ton per hektar per tahun pada 2023. Sedangkan produktivitas CPO dari perkebunan sawit rakyat lebih rendah lagi, yakni 2,58 metrik ton per hektar per tahun pada 2023.

Oleh sebab itu, Kabul menegaskan bahwa BPDPKS terus berupaya untuk meningkatkan produktivitas melalui pelaksanaan program PSR demi mendukung hilirisasi maupun hulunisasi sawit Indonesia. Sejak tahun 2016 hingga Juli 2024, realisasi PSR baru mencapai 345 ribu hektar. Adapun pemerintah menargetkan PSR dapat mencapai 180 ribu hektar per tahunnya.

“Program peremajaan dan program sarana dan prasarana merupakan bagian yang dikontribusikan BPDPKS untuk meningkatkan produktivitas, yang menjadi isu tantangan utama saat ini. Apabila capaian-capaian program ini tidak dilakukan dengan baik dengan capaian target yang ada, tentu akan berimbas kepada produktivitas yang diharapkan,” pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: