Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Program Biodiesel Dikhawatirkan Ancam Industri Sawit

Program Biodiesel Dikhawatirkan Ancam Industri Sawit Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Peningkatan bauran biodiesel yang akan digenjot hingga B100 dikhawatirkan akan berdampak pada penurunan ekspor minyak sawit Indonesia apabila tidak dibarengi dengan peningkatan produktivitas. Hal tersebut diungkapkan oleh Dewan Pengawas Indonesia Palm Oil Strategic Studies (IPOSS), Sofyan Djalil dalam Dialog Profesional Sawit Indonesia, dengan tema ‘Sinergi Profesional Sawit dalas Menciptakan Renewable Energi Berkelanjutan Guna Menopang Revolusi Hilirisasi Kelapa Sawit Indonesia’.

Produktivitas Indonesia saat ini menurut Sofyan diproyeksikan sekitar 50 juta ton. Apabila ditambah dengan produksi lainnya seperti kernel sawit, maka akumulasinya menyentuh angka 54 juta ton. Menurut perhitungannya, dengan B40 yang masih berjalan hingga saat ini, Indonesia masih bisa mempertahankan ekspor minyak sawit sebanyak 26 hingga 28 juta ton.

Baca Juga: Ombudsman Soroti Ruwetnya Isu Lahan Kelapa Sawit dalam Kawasan Hutan,

“Tapi kalau misalnya lebih dari itu, maka yang harus kena adalah potensi ekspornya,” kata dia yang dikutip Warta Ekonomi, Selasa (19/11/2024).

Maka dari itu, sambungnya, mau tidak mau yang bakal dikorbankan yakni ekspor. Pasalnya, kebutuhan dalam negeri tidak bisa dikompromikan.

“Karena sawit ini kan yang pertama, yang nggak boleh kita kompromi adalah minyak makan dalam negeri. Nggak boleh dikompromi,” tegasnya.

Di sisi lain, yang terpenting juga sektor oleokimia. Sektor tersebut dinilai bisa menyumbang nilai tambah yang cukup besar serta sudah memiliki industri yang sudah berjalan. Sehingga, sektor oleokimia menurut dia tidak bisa dikompromikan.

Semakin besar volume biodiesel yang diproduksi nantinya, sambung dia, otomatis semakin kecil juga jumlah minyak sawit yang tersedia untuk diekspor. Padahal, kontribusi ekspor minyak sawit Indonesia sangatlah signifikan nilainya. Yakni sekitar 28 hingga 32 miliar dolar per tahunnya.

“Ini kontribusi yang sangat besar. Itu yang mendukung rupiah kita, memberikan pendapatan kepada petani, dan lain-lain,” jelas Sofyan.

Tak hanya itu, dia juga mengingatkan adanya dampak negatif yang bisa saja timbul di kemudian hari lantaran menurunnya ekspor minyak sawit Indonesia ini. Hal ini dikarenakan, daerah-daerah yang suboptimal atau kurang ideal untuk penanaman kelapa sawit akan mulai ditanami sawit jika ekspor dikurangi. Alhasil, hal tersebut berpotensi menyebabkan oversupply atau glut dalam produksi.

Akibatnya tentu bisa menurunkan produktivitas secara keseluruhan yang dampaknya buruk bagi industri sawit Indonesia.

Baca Juga: Harga Minyak Sawit Masih Fluktuatif, Investor Ambil Untung

“Itu impact-nya adalah daerah-daerah yang suboptimal akan ditanam sawit, sehingga nanti akan menjadi glut produktivitas, dan di masa depan akan memukul sawit kita sendiri,” jelasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: