
Sejumlah pejabat Bank Indonesia (BI) ditunjuk menjadi menjadi dewan komisaris dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) bank Himbara diantaranya PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) dan PT Bank Tabungan Negara (BBTN).
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menilai posisi komisaris bank himbara yang dipegang oleh struktur aktif Bank Indonesia bertentangan dengan regulasi BI sehingga mengurangi independensi BI sebagai regulator.
Menurutnya, penempatan pejabat BI di bank himbara jelas melanggar aturan yang tertuang dalam Peraturan Dewan Gubernur (PDG) 22/2020 tentang Penugasan Eksternal Bank Indonesia, yang tidak memasukkan lembaga jasa keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai tujuan penugasan.
Baca Juga: Nixon Jadi Dirut BTN Lagi, Ini Susunan Direksi dan Komisaris Terbaru
"Kalau penugasannya ke OJK, LPS, ADB, BIS tidak masalah sudah ada aturannya. Tapi kalau jadi komisaris Bank BUMN, artinya derajat BI sebagai lembaga otoritas moneter melemah," kata Bhima kepada Warta Ekonomi, Jakarta, Rabu (26/3/2025).
Ia mengatakan, hal ini membuat goyah indepenensi BI sehingga mirip dengan kondisi pada masa Orde Baru di mana BI berada di bawah Kementerian Keuangan.
Adapun nama pejabat BI diantaranya Edi Susianto sebagai Komisaris Independen BRI. Saat ini Edi Susianto masih menjabat sebagai Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas di BI.
Selanjutnya, Donny Hutabarat sebagai Komisaris BNI, saat ini juga menjabat sebagai Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan (DPPK) sejak tahun 2020.
Baca Juga: BI Siapkan Insentif Hingga Rp80 Triliun untuk Program Tiga Juta Rumah Prabowo
Sementara itu, Ida Nuryanti sebagai Komisaris Independen BTN, saat ini menjabat sebagai Kepala Departemen Sumber Daya Manusia BI.
Bhima menambahkan, penempatan pejabat BI di posisi tersebut berisiko menimbulkan konflik kepentingan karena BI sebagai lembaga pengawas kini justru menjadi bagian dari yang diawasi.
Bhima menduga penempatan pejabat BI di bank Himbara terkait dengan rencana inbreng saham bank BUMN ke Danantara. Hal ini memicu kekhawatiran akan risiko sistemik jika Danantara mengalami masalah gagal bayar, maka dana nasabah bank BUMN terancam.
"Masalah masuknya aset bank BUMN dikelola Danantara setidaknya memicu kekhawatiran risiko sistemik. Jika Danantara mengalami masalah gagal bayar, maka dampaknya uang nasabah bank BUMN ikut terseret," urai Bhima.
Bhima mengindikasi, masuknya pejabat BI ke Himbara sebagai burden sharing untuk mendukung program tiga juta rumah Prabowo.
"Padahal untuk mendukung 3 juta rumah, bukan lewat burden sharing atau menjadi komisaris di himbara. Yang perlu dilakukan BI adalah menurunkan bunga acuan 50 bps agar suku bunga KPR makin terjangkau debitur rumah," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Cita Auliana
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement