Kesenjangan Digital Hambat Inklusi Keuangan, Fintech Berpotensi Jadi Solusi

Keterbatasan infrastruktur digital masih menjadi tantangan utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia, terutama bagi masyarakat perdesaan. Bahkan, berdasarkan penelitian dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menunjukkan bahwa Indeks Masyarakat Digital Indonesia masih rendah, dengan skor rata-rata 43,18.
Peneliti CIPS, Muhammad Nidhal, menegaskan bahwa pemerataan infrastruktur digital sangat penting untuk menutup kesenjangan ini.
“Para pemangku kepentingan perlu mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan kesenjangan dan melakukan upaya untuk mempersempit gap yang ada,” ujar Nidhal dalam keterangannya, Kamis (3/4/2025).
Tantangan utama dalam pembangunan infrastruktur digital meliputi jaringan broadband, teknologi satelit, sistem komunikasi kabel laut, serta pusat data (data center). Selain itu, kesenjangan keterampilan digital juga menjadi masalah, dengan skor literasi digital yang masih tertinggal di luar Jawa dan Sumatera.
Kesenjangan digital ini berdampak besar pada inklusi keuangan, yang masih belum merata di Indonesia. Survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pusat Statistik (BPS) 2024 menunjukkan bahwa indeks literasi keuangan penduduk mencapai 65,43%, sementara inklusi keuangan berada di angka 75,02%. Meski meningkat, sekitar 51% penduduk dewasa Indonesia masih tergolong unbanked dan 26% underbanked, yang berarti mereka belum memiliki akses penuh ke layanan perbankan.
Teknologi finansial (fintech) diyakini dapat menjadi solusi dalam menjangkau kelompok-kelompok ini, terutama dengan meningkatnya penetrasi internet yang telah mencapai 79,5% dari total populasi atau sekitar 221,5 juta pengguna pada 2024.
Investasi di sektor fintech juga terus tumbuh, mencapai USD 3,2 miliar dalam periode 2020–2022. Namun, kelangsungan bisnis fintech masih sangat bergantung pada ketersediaan infrastruktur digital yang andal.
Baca Juga: Salurkan Pinjaman Rp65,14 Triliun, Bos Easycash Soroti Peluang dan Tantangan Industri Fintech
Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) dalam laporan Annual Members Survey 2024 mengidentifikasi beberapa teknologi utama yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan industri fintech di Indonesia, seperti electronic-Know Your Customer (e-KYC), infrastruktur cloud, big data, dan payment gateway.
Untuk mengatasi kesenjangan ini, CIPS mengusulkan strategi tiga tahap yang akan dijalankan antara 2025–2030. Fase pertama (2025–2026) akan berfokus pada penyelarasan regulasi dan peta jalan digital nasional. Fase kedua (2027–2028) menitikberatkan pada perluasan infrastruktur digital, sebelum akhirnya memasuki fase ketiga (2029–2030) yang bertujuan memperkuat ekosistem digital dan memastikan pertumbuhan berkelanjutan.
“Konsistensi dan tata kelola yang baik sangat menentukan laju transformasi digital di Indonesia. Monitoring dan evaluasi berkala harus dilakukan agar strategi ini berjalan efektif,” tutup Nidhal.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement