Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Perjalanan Sukses Tomas Bata Membawa Sepatu Bata dari Cekoslowakia ke Tanjung Priok dan Seluruh Dunia

Perjalanan Sukses Tomas Bata Membawa Sepatu Bata dari Cekoslowakia ke Tanjung Priok dan Seluruh Dunia Kredit Foto: BATA
Warta Ekonomi, Jakarta -

Bata, merek sepatu yang telah melegenda ini ternyata bukanlah produk asli Indonesia. Di balik kesuksesan Bata yang pernah merajai pasar Indonesia, ada sosok visioner yang membawa brand ini mendunia dan bertahan lebih dari satu abad.

Tomas Bata, yang dijuluki sebagai "Raja Sepatu", lahir pada 3 April 1876 di Zlín (sekarang di Republik Ceko) dari keluarga pembuat sepatu. Kehilangan ibunya di usia 8 tahun menjadi pukulan berat bagi Tomas kecil. Tak lama setelah itu, pada tahun 1887, ayahnya memutuskan untuk membawa keluarganya pindah dari Zlin ke Uherské Hradiště.  

Sejak usia 12 tahun, Tomas sudah menunjukkan minat besar pada dunia produksi dan penjualan sepatu. Di usia 15 tahun, ia memberanikan diri meninggalkan rumah dan merantau ke Prostějov untuk bekerja di perusahaan Fäber, yang bergerak di bidang pembuatan mesin sepatu. Tak hanya itu, Tomas juga sempat memproduksi sepatu di Wina-Döbling pada tahun 1891. 

Tomas diceritakan pernah mengalami beberapa kegagalan sebelum akhirnya mendirikan perusahaan bersama dua saudaranya, Anna dan Antonin, pada 21 September 1894 di kota Zlin dengan modal 600 gulden. 

Namun, usaha mereka nyaris bangkrut dengan utang lebih dari 8.000 gulden pada 1895. Kebangkitan terjadi pada 1897 ketika mereka menciptakan sepatu kanvas pertama, Batovka, yang membuat perusahaan sukses. 

Pada tahun 1900, jumlah karyawan mereka meningkat dari 10 menjadi 120 orang. Setelah Antonin meninggal dan Anna menikah, Tomas menjadi pemilik tunggal perusahaan. Pada 1905, ia mengunjungi Amerika Serikat untuk mempelajari manajemen dan sistem pengupahan, serta menimba ilmu dari pabrik-pabrik di Inggris dan Jerman.

Perusahaan Bata berkembang pesat dengan membangun perumahan bagi karyawan. Saat Perang Dunia I, mereka menerima pesanan 50.000 pasang sepatu militer, yang mendorong peningkatan jumlah karyawan hingga sepuluh kali lipat. Usai perang, tekanan finansial akibat munculnya partai komunis membuat Tomas Bata mengambil langkah berani dengan menurunkan harga sepatu hingga 50% dan meningkatkan gaji karyawan sebesar 40%, serta memberikan diskon khusus. Strategi ini membuat sepatu Bata laris di pasaran, sehingga pada tahun 1923, perusahaan telah memiliki 112 cabang.

Baca Juga: Legendarisnya Sirup Marjan, Dikenalkan Muhammad Saleh Kurnia Kurnia pada 1975 hingga Kini Sukses Jadi 'Simbol Ramadan' di Indonesia

Pada 1924, Tomas Bata menunjukkan kehebatannya dalam bisnis dengan menghitung omzet secara tahunan, mingguan, dan harian. Kesuksesannya membuatnya menjadi orang terkaya keempat di Cekoslowakia. Ia mendirikan Museum Sepatu pada 1930 dan membangun pabrik di Jerman, Inggris, Belanda, dan negara lainnya pada 1931. 

Bata juga memasuki pasar Indonesia pada tahun 1931, saat masih bernama Hindia Belanda, melalui kerja sama dengan perusahaan importir Netherlandsch-Indisch (NV) yang beroperasi di Tanjung Priok, Jakarta. 

Sebagai Walikota Zlin (1923-1932), Tomas membangun tujuh sekolah baru dan menjadikan Zlin kota modern. Ia juga memiliki saham di berbagai sektor, seperti penyamakan kulit, pertanian, surat kabar, kereta api, transportasi udara, tekstil, dan tambang batu bara. 

Namun, pada 12 Juli 1932, nasib buruk menimpa Tomas Bata. Ia tewas dalam kecelakaan pesawat di Otrokovice bersama pilotnya.

Setelah kematian Tomas Bata, bisnis ini dipegang pamannya, Jan Antonin Bata. Lalu ketika dalam pengelolaan paman Tomas Bata, perusahaan ini diamanahkan ke anak Tomas Bata ketika umur 20 tahun.

Baca Juga: Arifin Panigoro dan Cara Suksesnya Membangun Medco, Anak Pedagang Kopiah yang Sukses Jadi 'Raja Minyak'

Pada 1937, Bata mendirikan pabrik pertamanya di Indonesia yang berlokasi di Jl. Kalibata Raya, Jakarta Selatan. Pabrik ini mulai beroperasi pada tahun 1940 dan menjadi pusat produksi utama untuk pasar lokal.

Thomas J. Bata, putra tunggal Tomas Bata, lahir di Praha pada 17 September 1914. Thomas mulai mengelola toko sepatu di Zlin dan Zurich. Pada 1939, ia dikirim ke Kanada untuk mendirikan cabang baru demi menghindari ancaman tentara Jerman. Usahanya sukses, bahkan memasok sepatu untuk tentara sekutu selama Perang Dunia II.  

Sayangnya, pada 1945, pabrik Bata di Zlin dinasionalisasi oleh rezim komunis, sementara pabrik di Asia hancur akibat serangan Jepang, serta asetnya di China harus disita. Menghadapi kehancuran, Thomas membangun kembali perusahaan pada 1946 dengan mendirikan kantor pusat di Inggris. Di bawah kepemimpinannya, Bata berkembang pesat hingga pada 1984 memproduksi 220 juta pasang sepatu, menjual 314 juta pasang, serta memiliki 90 pabrik, 5.000 toko di 89 negara, dan 90.000 karyawan. Capaian ini menjadikannya perusahaan sepatu terbesar di dunia.

Baca Juga: Perjalanan Kao, Berawal dari Toko Kecil di Jepang hingga Sukses Produksi Biore dan Attack di Indonesia

Baca Juga: Kisah Chung Ju-yung Membangun Hyundai, dari Buruh dan Jual Sapi Keluarga hingga Jadi Chaebol

Kini, meski pembeli masih bisa mendapatkan sepatu dan semua produk Bata, tetapi namanya mulai meredup. Di Indonesia, pada tahun 2024, pabrik Bata di Purwakarta ditutup karena mengalami kerugian selama empat tahun berturut-turut.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: