WE Online, Lebak - Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, meminta pemerintah menunda kenaikan iuran untuk peserta mandiri Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan per 1 April 2016.
"Kami berharap pemerintah pusat untuk segera meninjau ulang Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Kenaikan Iuran BPJS itu," kata Ketua LSM Fron Pendamping Rakyat Kabupaten Lebak Asep Rujmin di Lebak, Jumat (18/3/2016).
Kenaikan iuran BPJS itu hingga kini sosialisasi yang dilakukan BPJS belum maksimal sehingga masyarakat sangat membebani ekonomi.
Masyarakat sangat berat untuk membayar kenaikan iuran peserta mandiri BPJS karena pelayanan yang diberikan kepada masyarakat belum memuaskan.
Selain itu, juga masyarakat menilai kinerja BPJS kerap kali menimbulkan polemik saat pelayanan kesehatan di rumah sakit, puskesmas, dan klinik yang terkadang petugas medis setempat menyuruh pasien membeli obat di apotek.
Pasalnya, jenis obat tertentu yang sesuai dianjurkan dokter tidak ada dalam spek kerja sama dengan BPJS.
Oleh karena itu, mereka pasien BPJS terpaksa harus membeli obat ke apotek karena tidak ada dalam spek kerja sama dengan pelayanan kesehatan bersangkutan.
"Kami sering kali membantu pasien seperti itu hingga mendatangi Humas Rumah Sakit dan akhirnya melemparkan penyedian obat merupakan tanggung jawab BPJS," katanya.
Menurut dia, idealnya kenaikan BPJS itu setelah adanya perbaikan pelayanan kepada masyarakat sehingga pasien BPJS saat menjalani perawatan inap maupun perawatan jalan tidak dibebankan membeli obat.
Selain itu, juga BPJS terus menyosialisasikan kepada masyarakat sehingga kesiapan untuk kenaikan iuran tidak menjadikan beban ekonomi.
"Kami mendukung kenaikan BPJS itu. Namun, perlu dilakukan perbaikan pelayanan yang memuaskan kepada klaim asuransi BPJS," katanya.
Ketua LSM Hati Nurani Kabupaten Lebak Jumar mengatakan bahwa pemerintah harus mengkaji terlebih dahulu atas kenaikan iuran peserta mandiri BPJS.
Saat ini pelayanan BPJS belum dirasakan maksimal karena kerap kali menimbulkan permasalahan antara rumah sakit dan BPJS.
Di samping itu, juga masyarakat meminta transparansi audit biaya perawatan inap yang naik kelas dari ruangan perawatan kelas II ke kelas I di Rumah Sakit itu. Pasalnya, saat pembayaran di rumah sakit tersebut tidak ada perincian yang ditanggung oleh BPJS.
Selain itu, juga transparansi laporan keuangan/penggunaan anggaran belum jelas juga, termasuk laporan pendistribusian kartu penerima bantuan iuran (PBI).
"Kami minta pemerintah menunda dahulu kenaikan iuran BPJS sebelum ada perbaikan yang optimal kepada masyarakat," katanya.
Saat ini kenaikan BPJS itu sebelumnya perawatan ruangan kelas III Rp25.500,00 per bulan naik menjadi Rp30 ribu/bulan, ruang perawatan kelas II dari Rp42.500,00/bulan menjadi Rp51 ribu/bulan, dan ruang perawatan kelas I yang sebelumnya Rp59.500,00/bulan menjadi Rp80 ribu/bulan. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait:
Advertisement