Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        MenKopUKM: Pemerintah sedang Mendesain Ulang Kebijakan Ekonomi Digital yang Untungkan UMKM

        MenKopUKM: Pemerintah sedang Mendesain Ulang Kebijakan Ekonomi Digital yang Untungkan UMKM Kredit Foto: KemenKopUKM
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengatakan saat ini pemerintah masih sedang mendesain ulang kebijakan di bidang ekonomi digital agar menguntungkan semua pihak terutama pelaku UMKM.

        Teten memastikan Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) melalui sinergi dengan berbagai Kementerian/Lembaga (K/L) menaruh perhatian yang besar terhadap perlindungan dan perkembangan ekonomi digital, salah satunya e-commerce.

        Baca Juga: KemenKopUKM Dukung Polri Ungkap Dugaan Kejahatan pada Sejumlah Koperasi Bermasalah

        "Pemerintah sedang me-redesign kebijakan nasional ekonomi digital untuk mendukung perkembangan ekonomi digital. Hal ini sebagai bentuk dukungan Pemerintah, karena saat ini baru mengatur e-commerce saja. Karena ke depan industri ini terus berkembang banyak jenis dan bisnis modelnya," ucap Teten dalam keterangan tertulisnya, Jumat (7/101/2022).

        Pada 2030, nilai ekonomi digital Indonesia diproyeksi mencapai Rp4.531 triliun atau bertumbuh 8 kali lipat dibandingkan 2020. Sementara saat ini, sebanyak 20,24 juta UMKM sudah go digital menurut idEA (Indonesia E-Commerce Association) per Agustus 2022. Dan data internal KemenKopUKM, sudah mencapai 67,4% dari target pemerintah, yaitu 30 juta UMKM masuk ekosistem digital pada 2024. Angka ini bertumbuh 153% sejak awal pandemi, yaitu 8 juta UMKM di awal 2020.

        Lebih lanjut, Teten menekankan besarnya potensi ekonomi digital tersebut harus diantisipasi agar sebagian besar di antaranya tidak dibanjiri dengan produk impor. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan tugas kepada beberapa menteri terkait, untuk melindungi e-commerce dalam negeri agar tidak sampai seperti yang terjadi di India. Di mana produk e-commerce justru mayoritas datang dari luar negeri.

        "Saya gelisah ketika e-commerce-nya naik, justru masih ada barang impor yang bisa merusak perkembangan produk UMKM di e-commerce. Bersama stakeholder terkait, termasuk Kemendag, kami terus menyempurnakan regulasi terkait PMSE (Perdagangan Melalui Sistem Elektronik) untuk melindungi UMKM pada lokapasar daring, PPMSE lokal, serta konsumen atau masyarakat luas," jelas Teten.

        Platform e-commerce yang berkembang di Indonesia, kata MenKopUKM, harus menjadi peluang bagi UMKM yang dalam penjualan offline tidak mendapat tempat strategis untuk memasarkan produknya. Adanya e-commerce diharapkan membuat para pelaku UMKM yang ada di pelosok daerah bisa berjualan secara digital.

        Baca Juga: Gandeng KemenkopUKM dan IFC, BI Hadirkan Festival Modest Fashion di ISEF ke-9

        "Jadi setelah bisnisnya diberikan perlindungan, konsumennya juga harus dilindungi jangan sampai banyak yang merasa dirugikan. Sehingga, besarnya potensi ekonomi digital ini benar-benar bisa dirasakan manfaatnya," katanya.

        Untuk mencapai itu semua, kata Teten, juga tidak mudah. Banyak tantangan yang dihadapi. Mulai dari literasi digital, literasi usaha, literasi keuangan, hingga persaingan yang sengit di market digital. Terkait literasi, KemenKopUKM saat ini sedang memanfaatkan jaringan reseller atau yang disebut dengan internet marketer yang memiliki peran penting dalam penjualan di marketplace.

        "Hal itu yang kini sedang dilakukan oleh Smesco yang mengkonsolidasikan para internet marketer. Sebelumnya kami telah menggelar Digital MeetUp untuk memanfaatkan internet marketer agar membantu para pelaku UMKM. Karena saat pertama kali menjabat, saya sempat berbicara dengan Alibaba. Salah satu yang keberhasilan penjualan di internet adalah menciptakan para jagoan jualan di internet," katanya.

        Tantangan berikutnya, kapasitas dan kepemilikan perangkat digital termasuk infrastruktur pendukung yang masih terbatas, seperti jaringan internet yang belum merata. Kemudian kualitas dan kapasitas produksi UMKM relatif belum stabil dan masih minim.

        "Mayoritas UMKM kita ini membuat produk yang hampir sama, sehingga ada riset kami dengan Indosat yang membuat pendapatan UMKM menurun. Smesco juga menyiapkan Smesco Labo yang menjadi pusat R&D (Research and Development), supaya produk UMKM semakin inovasi dan variatif. Dan KemenKopUKM juga gencar menggandeng inkubator swasta dan kampus untuk menciptakan produk berbasis kreativitas dan teknologi," ucap Teten.

        Baca Juga: 50 Juta UMKM Ditargetkan Masuk Ekosistem Digital

        Teten juga menyampaikan terkait perlindungan kekayaan intelektual bagi pelaku UMKM karena mudahnya duplikasi produk di marketplace. Menurutnya, banyak produk UMKM baru saja dijual sudah ada produk luar negeri yang meniru.

        "Ada persoalan dengan HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) di sini. Bahkan sampai sarung-sarung Pekalongan ada yang dijual lewat e-commerce crossborder, jangan sampai para UMKM yang punya inovasi begitu naik di e-commerce langsung ada yang menirunya," ucap MenKopUKM.

        Potensi Omnichannel

        Sementara itu, EVP of Consumer Goods and Lifestyle Blibli, Fransisca Krisantia Nugraha, mengungkapkan, sebanyak 75 persen pelanggan Blibli telah melakukan transaksi omnichannel (baik offline dan online sekaligus).

        Salah satunya layanan BlibliMart, kategori groceries Blibli.com, sebagai salah satu inovasi omnichannel sejak 2020 yang memperkenalkan fitur pengiriman terkini, serta toko offline cashless dan cashierless pertama bagi e-commerce.

        "Upaya ini sebagai langkah kami memperkuat manajemen rantai pasokan (supply chain), menyediakan layanan inovatif sesuai kebutuhan pelanggan, dan memperluas kehadiran omnichannel dengan konsep ritel baru," katanya.

        Baca Juga: Sasar UMKM, Aplikasi Koala Tembus 50 Ribu Pengguna

        President Direktor PT Supra Boga Lestari Tbk Meshvara Kanjaya menambahkan, sebagai perusahaan yang concern dengan layanan groceries secara offline, pihaknya turut mengadaptasi layanan offlline dan online sekaligus dalam memperluas akses pasar dan layanan ke masyarakat.

        "Sejujurnya, bisnis groceries ini merupakan bisnis yang atraktif tapi minim margin, karena biaya ongkos kirim (ongkir) yang tinggi. Itu kenapa perlu kolaborasi dengan platform e-commerce yang punya formula pengiriman dengan tetap memberikan manfaat bagi pelanggan dan supply chain-nya," kata Meshvara.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
        Editor: Ayu Almas

        Bagikan Artikel: