Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (UU MA) dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Kehakiman) yang mengatur batasan peninjauan kembali (PK) untuk perkara perdata, digugat di Mahkamah Konstitusi.
"Pemohon merasa hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 66 ayat (1) UU MA dan Pasal 24 ayat 2 UU Kekuasaan Kehakiman," ujar Saharuddin di gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu (7/12/2016).
Pemohon dari uji materi ini adalah Abdul Rahman C. DG Tompo yang diwakili kuasa hukumnya Sagaruddin Daming.
Adapun kedua pasal tersebut menyatakan bahwa permohonan PK untuk perkara perdata hanya dapat diajukan satu kali.
Pemohon menilai dua pasal yang mengatur pembatasan pengajuan PK untuk perkara perdata bertentangan dengan tiga putusan MK sebelumnya mengenai PK.
Saharuddin mengatakan bahwa tiga putusan MK sebelumnya terkait dengan PK yang hanya berlaku untuk perkara pidana, sementara uji materi yang diajukan Pemohon terkait dengan PK untuk perkara perdata.
"Hal inilah yang menyebabkan pemohon merasa adanya diskriminasi," jelas Saharuddin.
Lebih lanjut Saharuddin mengatakan bahwa pemohon tidak memperoleh kesempatan memperoleh keadilan karena adanya pembatasan pengajuan PK untuk perkara pidana.
Untuk itulah, Pemohon meminta agar MK menyatakan Pasal 66 ayat (1) UU MA dan Pasal 24 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman bertentangan dengan UUD 1945, sejauh mengenai permohonan PK dapat diajukan lebih dari satu kali dalam perkara pidana.
Terakhir, Pemohon meminta Pasal 66 ayat (1) UU MA dan Pasal 24 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, kecuali pada pengajuan permohonan PK lebih satu kali dalam perkara pidana, perdata, maupun perkara lainnya. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Tag Terkait:
Advertisement