Rencana pembangunan light rail transit (LRT) Jabodetabek yang akan dilakukan oleh PT Ratu Prabu melalui anak usaha yakni PT Ratu Prabu Energi Tbk (ARTI) diperkirakan akan memakan biaya hingga mencapai US$30 miliar atau sekitar Rp405 triliun. Padahal, saat ini perseroan hanya memiliki total ekuitas perseroan sebesar Rp1,73 triliun. Lalu, dari manakah perusahaan akan memperoleh dana sebesar itu untuk merealisasikan mimpinya?
Presiden Direktur PT Ratu Prabu Energi Tbk, Burhanuddin Bur Maras mengungkapkan jika perseroan dalam membangun LRT tidak sendiri. Pihaknya pun sudah mulai menawarkan proyek ini ke kontraktor beberapa negara seperti Jepang, Korea Selatan, dan Cina.
"Saya mencarikan dana sumber dana. Proyek ini saya tawarkan ke tiga negara Jepang, Korea, dan Cina. Dan tiga-tiganya mau, antusias," ucapnya di Jakarta, Selasa (9/1/2018).
Ia menceritakan, dari ketiga negara yang ditawarkan, Cina memberikan respon paling kilat. Pasalnya, dalam kurun waktu seminggu Cina sudah merespons tawaran dari Ratu Prabu. Hingga saat ini, Jepang dan Korea Selatan masih belum kurun memberi balasan.
"Kita bicara tiga ini, tiba-tiba Cina membalas dengan tertulis kami sanggup dan menyediakan dananya. Cuma seminggu udah balss. Karena dia takut keduluan Jepang," ungkapnya.
Menurutnya, kontraktor dari Cina tersebut sudah melakukan pembicaraan dengan pihak Exim Bank of China. Exim Bank of China langsung menyatakan kesediaannya untuk membiayai proyek dengan nilai fantastis tersebut.
Bahkan, dalam proses pendanaan seluruh proyek tersebut Burhanuddin Bur Maras membeberkan bahwa perseroan tidak perlu mengeluarkan dana investasi sepeser pun dan juga tak memberikan jaminan apa pun kepada Exim Bank of China.
"Mereka sudah bicara dengan Exim Bank of China itu mendukung. Malah, dia bisikan lagi kalau Exim Bank pinjamkan uang dia tak memerlukan equity itu capital dari saya. Jadi no capital. Semua pinjam 100 persen," bebernya.
Selain pendanaan dari pihak Cina, nantinya Ratu Prabu Energi juga akan membentuk konsorsium dengan beberapa perusahaan lokal. Dirinya tak menutup kemungkinan apabila ada salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) seperti PT Jakarta Propertindo (Jakpro) yang juga akan bergabung dalam konsorsium tersebut.
"Nanti kita juga buat konsorsium untuk membangun LRT. Ya kalau misalnya pemerintah tunjuk Jakpro untuk ikut. Kalau tidak ya kita jalan sendiri enggak masalah," tegasnya.
Perseroan pun telah menggandeng konsultan asal Amerika Serikat (AS) Bechtel Corporation untuk melakukan studi pembangunan LRT sepanjang 400 km tersebut.
Burhanudiin Bur Maras pun berangan-angan sudah bisa mulai melakukan pembangunan proyek LRT tersebut dalam jangka waktu satu setengah tahun ke depan atau selambat-lambatnya pada 2020.
"Semoga proses perizinan dan restu dari pemerintah sudah selesai dalam waktu satu setengah tahun," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Fauziah Nurul Hidayah