Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Save Our Sea: Ketika Sampah Plastik Jadi Public Enemy

Oleh: Dwi Mukti Wibowo, Pemerhati masalah ekonomi, sosial, dan kemanusiaan

Save Our Sea: Ketika Sampah Plastik Jadi Public Enemy Kredit Foto: Antara/Fakhri Hermansyah

Solusi

1. Pemerintah Indonesia selain telah menyusun Aksi Nasional Penanganan Sampah, tapi juga harus menggerakkan secara masif didukung oleh 25 kabupaten dan kota demi mengatasi masalah sampah di laut. Langkah nyata yang ditempuh antara lain kegiatan aksi kampanye Ocean and Beach Clean Up oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL).

Ini sudah dilakukan di beberapa tempat seperti di Pulau Komodo, Pulau Seribu, Pantai Canggu Bali, dan Pantai Lagoon Ancol. Indonesia juga telah berkomitmen untuk mengurangi sampah plastik di laut sebesar 70% pada 2025;

Baca Juga: Mereka yang Menggantungkan Hidupnya pada Sampah Botol Plastik

2. Terkait komitmen itu, KKP bekerja sama dengan mitra usahanya dapat segera mencanangkan gerakan Sea Our Sea yang bertujuan untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut dari dampak negatif kegiatan berbasis daratan;

3. Meningkatkan kerja sama dengan pihak komunitas-komunitas pecinta lingkungan biota laut. Kerja sama antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Muhammadiyah, serta Nahdlatul Ulama (NU) telah didatangani. Ketiganya sepakat bekerja sama untuk mengurangi penggunaan kantong plastik;

4. Bagaimana plastik sampai ke laut? Tentu saja karena masyarakat membuang sampahnya ke sungai. Dan berbicara tentang ini maka kita tidak akan bisa melupakan Sungai Citarum. Presiden Jokowi belum lama memulai program Citarum Harum.

Dalam tujuh tahun mendatang, Sungai Citarum harus bersih dari sampah dan limbah. Citarum penting karena 27 juta orang di Jakarta dan Jawa Barat menggantungkan sumber airnya dari sungai ini.

5. Di tingkat pemerintah daerah (pemda belum ada proses pemilahan sampah yang diatur resmi). Untuk itu, pemerintah mengadakan program bank sampah. Sehingga, sampah yang telah dipilah diangkut ke bank sampah, bukan ke TPA.

Nantinya, industri pengolahan plastik dan kertas akan mengambil bahan baku dari bank sampah tersebut Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, warga yang tertangkap membuang sampah di sungai dapat didenda hingga maksimal Rp50 juta dan hukuman kurungan tiga bulan. Namun, hingga saat ini, efektivitas program maupun aturan semacam itu masih dipertanyakan.

Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan

1. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki ekosistem bahari yang kaya raya dan beranekaragam. Masyarakat Indonesia sudah menjadikan laut sebagai mata pencaharian masyarakat sejak dulu. Laut Indonesia juga menjadi tujuan destinasi favorit para turis baik domestik maupun mancanegara.

Semua orang tahu dan mengakui bahwa Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia. Namun di balik itu, laut Indonesia sesungguhnya sedang mengalami masa kritis. Data terbaru (2012) Pusat Penelitian Oseanografi LIPI mengungkap hanya 5,3% terumbu karang Indonesia yang tergolong sangat baik. Sementara 30,45% berada dalam kondisi buruk.

2. Berdasarkan data Jambeck (2015), Indonesia berada di peringkat kedua dunia penghasil sampah plastik ke laut (187,2 juta ton) setelah China (262,9 juta ton). Berada di urutan ketiga adalah Filipina (83,4 juta ton), diikuti Vietnam (55,9 juta ton), dan Sri Lanka (14,6 juta ton) per tahun. Setiap tahun produksi plastik menghasilkan sekitar delapan persen hasil produksi minyak dunia atau sekitar 12 juta barel minyak atau setara 14 juta pohon.

Lebih dari satu juta kantong plastik digunakan setiap menitnya dan 50 persen dari kantong plastik tersebut dipakai hanya sekali lalu langsung dibuang. Akhir kata, mari mengurangi jumlah sampah plastik kita sehari-hari dengan cara menolak penggunaan barang plastik sekali pakai. Jangan sampai limbah sampah plastik terus bertambah sehingga merugikan negara kita, tapi menguntungkan negara lain, seperti pepatah "hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri sendiri".

Saat ini, Indonesia diperkirakan menyumbang 0,48–1,29 juta metrik ton dari total 4,8 hingga 12,7 juta metrik ton per tahun sampah plastik ke lautan di dunia. Sayang sekali potensi ini tidak mampu dimanfaatkan. Padahal Almarhum Ciputra, insinyur dan pengusaha dari Indonesia pernah mengatakan "entrepreneur mengubah sampah rongsokan menjadi emas".

Dengan dampak sampah plastik di laut yang sefatal itu, ancamannya bukan saja untuk biota laut, namun manusia juga akan terkena dampaknya. Jadi, tak ada kata terlambat untuk mulai membangkitkan kesadaran guna membenahi isu sampah plastik. Jangan sampai, ujaran salah satu komedian wanita dari luar negeri terwujud: I've had so much plastic surgery, when I die they will donate my body to Tupperware, atau terjemahannya: saya sudah menjalani begitu banyak operasi plastik, ketika saya mati mereka akan menyumbangkan tubuh saya ke Tupperware.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: