Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

4 Negara Asia Tenggara dengan Kasus Infeksi Corona Rendah, Kok Bisa?

4 Negara Asia Tenggara dengan Kasus Infeksi Corona Rendah, Kok Bisa? Kredit Foto: VN Express

Pernyataan dokter itu didukung oleh staf di organisasi kesehatan swasta. Terlebih, berdasarkan keterangannya, beberapa orang justru tak mendapatkan perawatan yang dibutuhkan dan berujung kehilangan nyawa.

Belum lagi, adanya wabah penyakit pernapasan Laos yang memiliki gejala serupa COVID-19. Penelitian oleh Institut Pasteur du Laos pada 2017 menyebut, keragaman patogen bakteri dan virus yang tinggi beredar di antara jutaan populasi. Kesalahan diagnosis di RS pedesaan jadi salah satu masalah di sana.

Sifat tertutup pemerintah komunis di Laos memperburuk situasi, mengingat laporan resmi di media dikontrol oleh negara. Begitu pula dengan informasi yang beredar di media sosial yang diatur oleh UU Kejahatan Dunia Maya 2015.

"Semua televisi, radio, dan publikasi cetak diawasi dan dikendalikan secara ketat oleh Pemerintah Laos. Konstitusi melarang semua kegiatan media massa yang bertentangan dengan kepentingan nasional," begitu menurut Human Rights Watch.

Myanmar

Myanmar memiliki 41 kasus infeksi corona, dengan angka kematian 4 pasien, 2 pasien sembuh, dan 35 kasus aktif. Namun, banyak yang takut kalau rendahnya jumlah tes menjadi penyebab rendahnya kasus yang telah diidentifikasi.

Terlebih, satu dari ribuan pekerja migran dari Thailand yang kembali ke Myanmar pada awal April merupakan pasien positif corona. Myanmar juga lambat dalam melakukan pengujian secara luas. Pada akhir Maret, hanya 517 orang saja yang telah melakukan uji diagnosis corona.

"Untuk menemukan 10 kasus dari 300 tes menunjukkan ada lebih banyak kasus di Myanmar sehingga negara itu harus meningkatkan pengujian," kata Ahli Epidemi dari Universitas Southampton, Andrew Tatem.

Bahkan, PBB sudah mengumumkan donasi 50 ribu alat uji ke Myanmar, menambah sumbangan dengan bentuk serupa dari Singapura (3 ribu) dan Korea Selatan (5 ribu).

Analis Independen David mathieson pun menilai, sistem kesehatan di Myanmar sangat tidak cocok dalam menanggapi pandemi pada skala ini sehingga sulit untuk memprediksi kapan pandemi di sana akan berakhir.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tanayastri Dini Isna
Editor: Tanayastri Dini Isna

Bagikan Artikel: