Profesor Srinath Reddy, presiden Yayasan India untuk Kesehatan Masyarakat, sependapat. "Jika polusi udara sudah merusak jalur pernafasan dan jaringan paru-paru, cadangan ruang untuk mengatasi serangan virus corona berkurang," tuturnya.
Namun, otoritas kesehatan India menyebut tidak ada cukup informasi untuk memastikan kaitan dua hal ini. "Tidak ada cukup bukti dan kami juga tidak melakukan kajian semacam itu," kata Rajni Kant Srivastava, juru bicara Dewan Penelitian Medis India.
Baca Juga: Vaksin Corona Segera Bisa Digunakan Tahun Ini, Bulan...
SARS dan Polusi Udara
Wabah SARS tahun 2002 disebabkan versi lain virus corona. Penyakit berupa infeksi saluran pernapasan itu menyebar ke 26 negara, menyerang lebih dari 8.000 orang dan menewaskan sekitar 800 di antaranya.
Penelitian tahun 2003 yang dilakukan Sekolah Kesehatan Masyarakat UCLA, Amerika Serikat, menyebut mereka yang mengidap SARS dua kali lebih berisko meninggal jika berasal dari wilayah berpolusi udara tinggi.
Tingkat polusi udara membaik sejak pandemi global Covid-19, tapi ada kekhawatiran angkanya akan kembali memburuk seiring pelonggaran karantina wilayah di berbagai negara.
Salah satu peneliti dalam kajian terbaru Harvard, Profesor Francesca Dominici, berharap laporannya mendorong pengambil kebijakan untuk mempertimbangkan faktor polusi udara.
"Kami berharap kajian ini bisa menyetop kualitas udara ke arah yang lebih buruk, terutama ketika sejumlah negara berencana merelaksasi ketentuan polusi selama pandemi," ujarnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: