Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Intel Jumpai Tanda-tanda Rusia dan China Ganggu Pilpres AS

Intel Jumpai Tanda-tanda Rusia dan China Ganggu Pilpres AS Calon presiden dari Demokrat dan mantan wakil presiden Joe Biden dan istrinya Jill Biden melambaikan tangan setelah ia menerima nominasi presiden Demokrat 2020 dalam Konvensi Nasional Demokrat 2020 yang dilakukan secara daring dari Chase Center di Wilmington, Delaware, Amerika Serikat, Kamis (20/8/2020). | Kredit Foto: Antara/REUTERS/Kevin Lamarque
Warta Ekonomi, Washington -

Rusia berupaya menggunakan berbagai teknik untuk mengalahkan calon Presiden Amerika Serikat (AS), Joseph R. Biden Jr atau yang akrab dengan Joe Biden. Hal ini merupakan bagian upaya campur tangan Rusia di Pemilu AS 2020, demi membantu memenangkan Presiden Trump kembali.

Pernyataan ini, dikutip media AS, The New York Times, diungkap Direktur Pusat Kontra Intelijen dan Keamanan Nasional AS, William R. Evanina, Senin (7/9/2020).

Baca Juga: AS Jual Jet Tempur F-35 ke UEA, Israel Balik Menuntut

Sebaliknya, lanjut rilis itu, China yang dinilai lebih menghendaki Trump kalah pada pemilihan presiden (pilpres AS) November mendatang, kini mempertimbangkan apakah akan bertindak lebih agresif dalam pemilu itu.

Dari dua negara ini, Rusia adalah ancaman yang jauh lebih besar dan lebih langsung.

Sementara China, meski berusaha mendapatkan pengaruh di kancah politik Amerika, mereka belum memutuskan ikut campur secara langsung ke dalam pemilihan presiden, sekali pun China tidak menyukai Trump.

Sementara anggota parlemen dari kubu Joe Biden, partai Demokrat yang tak disebutkan namanya, menambahkan potensi Iran, yang tak hanya berusaha merusak institusi demokrasi AS dan Presiden Trump, tapi juga berupaya memecah belah Amerika menjelang pemilihan umum mendatang.

Rilis yang disampaikan Evanina ini dinilai banyak pihak memang tidak detil. Namun menurut Senator dari Negara Bagian Maine, Angus King, hal itu karena kalangan intelijen memang berupaya melindungi sumber informasi mereka.

"Direktur (Evanina) pada dasarnya telah memberi tahu rakyat Amerika, Rusia khususnya, juga China dan Iran, akan mencoba mencampuri pemilihan ini dan merusak sistem demokrasi kita," kata King, yang juga anggota Komite Intelijen di Senat.

Para pejabat intelijen melanjutkan, memang akan selalu ada kritikan politis saat informasi tentang pemilu seperti yang kini mereka rilis. Namun tujuan mereka bukanlah memberi peringkat ancaman yang akan muncul. Yang jelas, baik Rusia, China, dan Iran, semuanya dinilai berbahaya bagi pilpres mendatang. Meski bentuk kampanye pengaruh China dan Rusia sangat berbeda.

Banyak upaya China saat ini adalah menggunakan kekuatan ekonominya, dalam mempengaruhi politik lokal. Namun itu pun bukanlah hal yang baru.

China juga menggunakan berbagai cara untuk mendorong kembali berbagai kebijakan administrasi Trump, termasuk tarif dan larangan pada perusahaan teknologi China. Upaya itu bahkan dilakukan dengan terang-terangan. Meski tak jelas, apakah hal itu akan berdampak pada politik kepresidenan AS.

Sementara Rusia, kini kembali mencoba secara aktif mempengaruhi hasil pemilu 2020. Meski tentunya akan sulit bagi negara-negara musuh memanipulasi hasil pemungutan suara dalam skala besar, jelas Evanina lagi, namun negara-negara tersebut dapat mencoba mencampuri proses pemungutan suara atau mengambil langkah-langkah yang bertujuan mempertanyakan keabsahan hasil pemilihan.

Selain itu, juga ada upaya peningkatan kampanye hitam oleh China, dan upaya Moskow untuk menggambarkan Biden sebagai sosok yang korup.

“Menjelang pemilihan umum AS 2020, negara-negara asing akan terus menggunakan langkah-langkah pengaruh terselubung dan terbuka, dalam upaya untuk mempengaruhi preferensi dan perspektif pemilih AS, mengubah kebijakan AS, meningkatkan perpecahan di AS, dan merusak kepercayaan rakyat Amerika,” kata Evanina.

Rilis intelijen itu juga menyebut nama Andriy Derkach, anggota Parlemen Ukraina yang pro-Rusia, yang telah terlibat dalam merilis informasi tentang Biden. Pejabat intelijen AS mengatakan, dia memiliki hubungan dengan intelijen Rusia.

Di saat yang sama, Komite Senat yang dipimpin oleh Senator Ron Johnson, dari Partai Republik wilayah Wisconsin, juga memimpin penyelidikan terhadap putra Biden, Hunter Biden, dan pekerjaannya untuk Burisma, sebuah perusahaan energi Ukraina.

Beberapa pejabat intelijen mengatakan, seorang saksi yang ingin dihubungi oleh komite tersebut adalah agen Rusia yang bertugas melakukan disinformasi.

Terkait rilis intelijen ini, partai Demokrat meminta pejabat intelijen AS bisa membuka lebih banyak informasi untuk publik. Alasannya, hanya dengan pengungkapan ke publik secara jelas tentang adanya upaya campur tangan asing ini, akan dapat menyadarkan warga AS. Sehingga mereka bisa melawan upaya Rusia, China, atau negara lain untuk mencoba memengaruhi pemungutan suara.

Bahkan Senator Marco Rubio dari wilayah Florida, yang juga Ketua Komite Partai Republik, dan Senator Mark Warner dari wilayah Virginia, yang juga Wakil Ketua Partai Demokrat sama-sama berharap, Evanina terus mempublikasi lebih banyak informasi lagi untuk publik.

"Pernyataan Evanina menyoroti beberapa ancaman serius dan berkelanjutan oleh China, Rusia, dan Iran terhadap pemilu AS. Semua orang, baik pemilih, pejabat lokal, dan anggota Kongres, perlu mewaspadai ancaman ini,” bunyi pernyataan bersama keduanya. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: