Masifnya perkembangan jumlah kasus Covid-19 di Indonesia berdampak sangat signifikan terhadap sejumlah sektor industri. Tak hanya "menyerang" sektor industri skala besar, dampak Covid-19 juga sangat dirasakan oleh pelaku UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah).
Asisten Deputi Pertanian dan Perkebunan, Deputi Bidang Produksi dan Pemasaran Kementerian Koperasi dan UMKM, Dewi Syarlen, menjelaskan bahwa dampak yang paling dirasakan oleh pelaku UMKM yakni terjadinya penurunan permintaan (26,8%), terkendalanya pemasaran (24,9%), ketersediaan/akses bahan baku (23,8%), SDM (23,5%), serta alat produksi, distribusi, sarana, dan prasarana (1%).
Baca Juga: Meng-Counter Isu Negatif dengan Nilai Positif Sawit
Data Kementerian Koperasi dan UMKM mencatat, sekitar 5,6 persen dari 67 juta UMKM yang ada di Indonesia merupakan UMKM di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. Meskipun hampir semua sektor industri terdampak Covid-19, kelapa sawit tetap bertahan dan tercatat paling tangguh sebagai sektor komoditas industri yang menjadi penolong perekonomian Indonesia.
Meski begitu, tak dapat dimungkiri, pada UMKM kelapa sawit masih terdapat beberapa kendala yang memengaruhi jalannya kegiatan operasionalisasi, yakni faktor eksternal (harga TBS yang fluktuatif) dan faktor internal di sekitar kebun untuk mengurangi penyebaran Covid-19.
Untuk menjaga keberlangsungan UMKM termasuk di sektor sawit tersebut, Kementerian Koperasi dan UMKM mengeluarkan beberapa kebijakan dan program. Dewi menjelaskan, terdapat tiga lagkah yang dilakukan Kementerian untuk menjaga keberlanjutan UMKM.
Pertama, Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang diberikan pada UMKM aktif by name by address dengan nominal Rp2,4 juta per UMKM kepada 12 juta UMKM di Indonesia. Kedua, pelatihan online untuk meningkatkan kapasitas produksi UMKM.
Lebih lanjut Dewi menjelaskan, "Kemudian kegiatan yang dilakukan untuk mendukung koperasi dan UMKM melalui Deputi SDM memberikan pelatihan tata cara ekspor, berkoordinasi dengan ITPC, Kadin, dan AEKI ke negara-negara yang menjadi alternatif ekspor."
Ketiga, menjalankan standardisasi dan sertifikasi produk pada UMKM yang bersangkutan agar produknya memiliki daya saing tinggi. Sebagai penolong perekonomian, Dewi menyarankan agar produktivitas kelapa sawit harus ditingkatkan dan harus dijaga kualitas dan kuantitasnya sesuai dengan standar RSPO dan ISPO.
Tidak hanya itu, Dewi menambahkan, "Harus beradaptasi dengan New Normal, penerapan protokol kesehatan, digitalisasi perkebunan menjadi kunci untuk mengurangi kontak fisik."
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: