Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Membaca Arah Baru Ekosistem Kendaraan Listrik di Indonesia

Membaca Arah Baru Ekosistem Kendaraan Listrik di Indonesia Kredit Foto: Bethriq Kindy Arrazy
Warta Ekonomi, Jakarta -

Nurkaswiyanto, 58 tahun, tengah asyik berbincang dengan koleganya, sembari dia menunggu mobil listrik miliknya sedang mengisi daya listrik di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya. Mobil listrik (Electric Vehicle) jenis Hyundai Ioniq yang dibelinya dengan harga Rp675 juta tersebut baru dimilikinya sejak 1 Juli 2021.

Selama nyaris 4 bulan menggunakan mobil listrik, perbedaan yang dirasakan dibandingkan menggunakan mobil konvensional terletak pada mudahnya perawatan hingga pengeluaran biaya yang lebih hemat dengan menggunakan energi listrik.

Baca Juga: Ikuti Tren Global, Xiaomi Juga Akan Keluarkan Mobil Listrik

Dia pernah menyimulasikan, per 1 KWh mampu melakukan jarak tempuh hingga 8 km. Sementara, dibandingkan dengan menggunakan kendaraan konvensional, untuk 1 liter bahan bakar minyak bisa melakukan jarak tempuh sejauh 9-10 km.

"Paling jauh saya gunakan Jakarta-Bandung. Kapasitas baterai 38,3 KWh. Pengalaman di Bandung kita bicara persentase, saya berangkat 100 persen sampai Bandung sisa 57 persen. Begitu balik karena Bandung naik, pengalaman bisa 63-65 persen. Artinya, 100 persen tidak cukup pulang-pergi, sehingga saya harus mengisi sekitar 10 persen lagi," katanya kepada Warta Ekonomi, Senin (25/10/2021).

Nurkaswiyanto yang juga seorang karyawan PT Dirgantara Indonesia sempat merasa kesal. Sore itu, saat ditemui Warta Ekonomi, ia menceritakan rencana kepulangannya ke Bandung sempat terhambat. Kantornya yang berbasis di Bandung membuatnya sesekali melakukan perjalanan dinas dari Bandung ke Jakarta.

Saat kepulangannya hendak menuju Bandung, dia berencana melakukan pengisian listrik di SPKLU milik Shell di kawasan Pangeran Antasari Jakarta Selatan. Namun, berdasarkan keterangan karyawan yang bertugas, beberapa komponen charging SPKLU mengalami kerusakan. Karena itu, dia memutuskan memutar arah menuju SPKLU milik PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya yang terletak di Gambir, Jakarta Pusat.

"SPKLU perlu ditambah dan perawatannya perlu dimonitor kalau ada kerusakan karena orang akan kecewa mereka mengandalkan lokasi charging terdekat, tetapi sampai sana rusak. Saya dinas ke Jakarta, ini mau pulang terpaksa harus mampir dan menambah daya. Baterai di atas 70 persen bisa pulang, di bawahnya masih rawan habis di tengah jalan," katanya.

Temuan kerusakan tidak hanya itu saja, Nurkaswiyanto juga mendapati fasilitas SPKLU di Gedung Sate Bandung tidak dapat digunakan. Berdasarkan kesaksiannya saat hendak mengisi di sana, bagian tripod charging mengalami kerusakan yang sudah berlangsung hingga dua bulan dan belum diperbaiki.

Meski merasakan keuntungan mengendarai kendaraan Listrik, Nurkaswiyanto sempat berkeinginan untuk mengendarainya hingga ke Jawa Timur. Dari rute tujuan tersebut, dia mengingat terdapat sekitar 3 SPKLU. Namun, ketika mengingat beberapa tempat SPKLU yang didatanginya mengalami kerusakan, dia merasa ragu untuk melakukan perjalanan jarak jauh.

Pengalaman Nurkhaswiyanto, nyaris serupa dengan yang diceritakan oleh Zumiko Putra. Pria berusia 28 tahun tersebut menjadi mitra Grab Car sejak 2016. Namun, sejak bulan Juni 2021, ia memutuskan menggunakan kendaraan listrik jenis Hyundai Ioniq.

Zumiko merupakan salah satu dari total 19 mitra Grab Car mobil listrik yang beroperasi di DKI Jakarta, khususnya di kawasan Bandara Soekarno Hatta. Dari jumlah mitra tersebut, setiap hari yang beroperasi sebanyak 10-12 unit mobil listrik. Untuk dapat menggunakan mobil listrik milik Grab, Zumiko perlu merogoh kocek sebesar Rp250.000 yang dibayarkan ke pihak Grab. Dia menyebut, harga sewa tersebut didapatkan dengan harga promo pandemi Covid-19.

Berdasarkan pengalamannya sebagai driver online, 1 KWh mampu melakukan jarak tempuh sejauh 10 km. Sementara, bila dibandingkan dengan menggunakan bahan bakar minyak per 1 liter dapat ditempuh sejauh 12 km.

Dari aspek ekonomis, Zumiko membandingkan, biaya yang dikeluarkan untuk mengisi listrik sebesar Rp91.200 untuk kapasitas baterai sebesar 38 KWh. Jumlah tersebut dikalikan dengan tarif per KWh dengan charging DC sebesar Rp2.400. Sementara, tarif charging AC yang biasa digunakan di rumah sebesar Rp1.400 dengan durasi pengisian yang lebih lama dibandingkan charging DC.

"Kalau menggunakan mobil konvensional untuk mengisi tangki BBM jenis pertalite hingga penuh bisa mencapai Rp300.000-Rp400.000," katanya.

Perbedaan pengeluaran tersebut juga berdampak pada pendapatan yang diterimanya. Selama menggunakan mobil konvensional, pendapatan kotor yang diterimanya dalam sehari sebesar Rp600.000-Rp800.000. Sementara, saat menggunakan mobil listrik, ia dapat meraup pendapatan kotor dalam sehari sebesar Rp1.200.000-Rp1.300.000.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bethriq Kindy Arrazy
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: