Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Percepat Pelabelan BPA Kemasan AMDK dengan Prinsip Kehati-hatian

Percepat Pelabelan BPA Kemasan AMDK dengan Prinsip Kehati-hatian Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Precautionary principle, salah satu prinsip pembangunan berkelanjutan yang menjadi kesepakatan World Summit on Sustainable Development, Brazilia, 1992 mewajibkan kita untuk memilih jalan konservatif ketika suatu produk/proses produksi memiliki potensi risiko. 

Amalia S. Bendang dari Zero Waste Management Consortium mengungkapkan, untuk konteks senyawa beracun/berbahaya dalam kemasan AMDK (Air Minum Dalam Kemasan), prinsip kehati-hatian mewajibkan untuk melakukan pencegahan atas kemungkinan terjadinya risiko tertentu seperti toksisitas BPA. ”Karena dapat mempengaruhi fertilitas, menyebabkan keguguran dan komplikasi persalinan, obesitas, dan berbagai penyakit metabolic,” katanya, Jumat (9/9/2022) di Kantor Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Jakarta. 

Menurutnya, risiko ini termasuk risiko pada kelompok usia anakanak dengan dampak depresif, ansietas (anxiety), hiperaktif, emosional tidak stabil, dan kekerasan yang berpengaruh terhadap dopamine, serotonin, acetylcholine, dan thyroid.

Pada konteks potensi kontaminasi unsur/senyawa B3 (bahan beracun dan berbahaya) oleh BPA pada AMDK Polycarbonates ini, maka produsen AMDK wajib melabeli “Berpotensi mengandung BPA” pada kemasan AMDK produknya. 

Data studi mutakhir kesehatan air minum rumah tangga yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan ditemukan 4 dari 10 rumah tangga di Indonesia mengonsumsi air minum dalam kemasan, baik dalam bentuk kemasan galon kemasan botol.

Angka tersebut tiga kali lipat lebih besar dibandingkan persentase rumah tangga yang mengandalkan air perpipaan untuk memenuhi kebutuhan air minumnya sehari-hari. 

Produksi air minum kemasan per tahun 2022 telah mencapai 30 miliar liter dengan nilai penjualan sebesar 48 triliun Rupiah. Dari tiga segmen air kemasan bermerek, penjualan air minum kemasan botol tercatat sebesar 22,6 triliun Rupiah, disusul dengan air minum kemasan galon sebesar 20,1 triliun Rupiah, dan air minum dalam kemasan gelas sebesar 4,8 triliun Rupiah. 

Hingga tahun 2022 ini telah tercatat 900 perusahaan air minum kemasan di seluruh Indonesia, dengan Danone-AQUA menguasai 55% pasar, dengan penjualan air minum dalam kemasan Danone-AQUA menguasai pasar 64% atau senilai 14,1 triliun Rupiah.

Statistik industri menyebutkan terdapat sekitar 1,17 Miliar Galon yang beredar di pasar setiap tahunnya. Saat ini, 80% dari galon bermerek yang beredar di pasar merupakan galon kemasan dengan tipe plastik Polycarbonates (PC), sedangkan sisanya merupakan galon kemasan plastik dengan tipe Polyethylene terephthalate (PET). 

Dalam kesempatan yang sama, Alfred Sitorus dari Gerakan Percepatan Labelisasi BPA Kemasan AMDK mengatakan, produksi galon plastik keras dengan tipe Polycarbonates mengandalkan bahan kimia Bispheno A atau yang lebih sering disingkat BPA. 

“Bahan kimia BPA memiliki potensi bahaya residu dari proses luluhnya partikel tersebut. Berbagai publikasi ilmiah mutakhir menunjukkan berbagai dampak fatal akibat toksisitas BPA pada kelompok dewasa dan usia produktif antara lain dapat mempengaruhi fertilitas, menyebabkan keguguran dan komplikasi persalinan, obesitas, dan berbagai penyakit metabolik,” paparnya.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: