Lanskap Adopsi AI di Industri Indonesia, Benarkah Terhalang Aturan?
Indonesia telah mengalami perkembangan ekonomi digital yang sangat pesat terutama saat masa pandemi berlangsung, didorong oleh teknologi digital termasuk teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligent/AI).
Di Indonesia sendiri, seperti tertuang dalam dokumen Making Indonesia 4.0 2018, AI menjadi salah satu dari lima teknologi inti untuk pengembangan industri 4.0 dan direncanakan akan menjadi bagian dari transformasi ekonomi Indonesia, khususnya pada lima sektor industri prioritas.
Lima industri prioritas antara lain mencakup industri makanan dan minuman, industri tekstil dan produk tekstil, industri farmasi, alat kesehatan, dan kosmetik, industri transportasi, serta industri alat listrik, elektronik, dan ICT. Kelima sektor industri ini memberikan kontribusi yang cukup besar, seperti 70% pada PDB industri, 65% ekspor industri, dan 60% tenaga kerja industri Indonesia.
"Berbicara mengenai peningkatan produksi, berarti berbicara tentang capaian-capaian terhadap output nasional. Berarti ini ada dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi, di mana penggunaan AI, robotics, dan lainnya bisa memberikan revitalisasi di sektor manufaktur, berarti di sini percepatan untuk pertumbuhan di sektor manufaktur, meningkatkan nilai tambah di produk yang dihasilkan di sektor manufaktur, sehingga harapannya memang sektor manufaktur bisa memberikan dampak terhadap ekspor dan mengembalikan net ekspor kita," tutur Kepala Center of Digital Economy and SMEs INDEF Eisha Maghfiruha Rachbini pada Kamis (9/3/2023).
Selain memberikan dampak langsung pada net ekspor, Eisha memberikan gambaran penjelasan bahwa dampak tidak langsung yang bisa diperoleh dari revolusi industri 4.0 antara lain juga dapat meningkatkan kekuatan keuangan negara, meningkatkan belanja negara, meningkatkan investasi, dan membangun ekonomi yang kokoh yang akan membawa pasar tenaga kerja yang lebih baik.
Namun demikian, Eisha menyebut bahwa adopsi AI di Indonesia masih memiliki banyak tantangan, tidak hanya dalam penerapannya yang belum banyak dilakukan dengan merata akibat dari kesulitan modal, pengembangan, penelitian, dan lingkungan yang kurang mendukung, AI juga bisa memberikan kesenjangan karena ada perubahan struktur, baik antarsektor di ekonomi maupun antarwilayah, termasuk juga kesenjangan gender, seperti di Indonesia sediri, komposisi perempuan di bidang teknologi atau pun AI jumlahnya masih jauh lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki.
"Tantangan selanjutnya, memang belum ada atau minim regulasi yang mengatur tentang penerapan AI ini. Bahkan di negara maju seperti Uni Eropa, Amerika Serikat, dan India juga, walaupun sudah mulai menginisiasi peraturannya, masih terdapat penggodokan lebih lanjut dan masih invasi, baru awal banget cikal bakalanya, masih terus digodok sampai keluar regulasi yang matang," tambah Eisha.
Regulasi atau payung hukum merupakan hal yang penting karena diperlukan untuk menetapkan status legal atau standar yang diberlakukan untuk developer AI maupun penggunanya. Hal ini merupakan salah satu cara preventif dalam mencegah hal-hal negatif yang bisa muncul dari adopsi AI. Eisha menggarisbawahi apalabila nantinya regulasi mengenai AI telah diperkenalkan dan diperlakukan, regulasi hendaknya tidak mengekang inovasi yang mendukung dampak positif AI terutama bagi inovasi yang mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Kemudian yang masih menjadi perdebatan, bagaimana ethical aspect mengenai individual rights, privacy, non-discrimination and non-manipulation in AI application yang memang kadang bias karena dilakukan oleh mesin itu harus menjadi aspek yang harus dimasukkan dalam regulasi AI."
Adapun rangkuman tantangan penerapan AI secara khusus di Indonesia antara lain mencakup:
- Penerapan AI dan inovasi teknologi lainnya pada high-tech industry membutuhkan biaya dan modal yang tinggi.
- Perubahan struktur ekonomi dan ketenagakerjaan.
- Dapat berpotensi meningkatkan kesenjangan antar sektor ekonomi dan antar wilayah.
- Belum ada regulasi mengenai penerapan AI serta minimnya regulasi dan implemenasi mengenai perlindungan data pribadi, data govermance and security.
Sementara itu, rekomendasi kebijakan seperti yang disoroti oleh Eisha antara lain mencakup:
- Aplikasi AI memiliki potensi untuk pertumbuhan ekonomi dengan pemanfaatannya pada industri 4.0.
- Pemahaman bersama bahwa teknologi dan inovasi (AI) berfungsi sebagai alat bantu manusia dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Regulasi dan kebijakan yang diambil mengedepankan penerapan teknologi yang etikal, aman, serta mendorong perlindungan data dan privasi.
- Diperlukan kebijakan dan strategi dalam penerapan industri 4.0. Salah satunya mendorong investasi, memberi insentid agar menarik investasi dan pengembangan industri 4.0, membangun infrastruktur, pengembangan SDM, dan ekosistem inovasi serta R&D.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tri Nurdianti
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait:
Advertisement