Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Prabowo Bikin Gonjang-ganjing Dunia, Pakar HI Sebut Proposal Damaikan Rusia-Ukraina Tak Sesuai Prinsip Indonesia

Prabowo Bikin Gonjang-ganjing Dunia, Pakar HI Sebut Proposal Damaikan Rusia-Ukraina Tak Sesuai Prinsip Indonesia Kredit Foto: Reuters/Caroline Chia
Warta Ekonomi, Jakarta -

Peneliti Studi Rusia dan Eropa Timur di Hubungan Internasional (HI) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Radityo Dharmaputra, membeberkan alasan proposal Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto untuk damaikan Rusia dan Ukraina ditolak mentah-mentah oleh kubu Volodimir Zelenskyy.

"Karena tidak masuk akal, tidak sesuai kondisi saat ini di lapangan, tidak mempertimbangkan konteks sejarah dan politik kawasan Eropa Timur, serta tidak sesuai prinsip Indonesia sendiri," tulis Radityo di Twitter, dikutip Senin (5/6/2023).

Baca Juga: Proposal Prabowo Soal Rusia-Ukraina Dinilai Bermasalah dan Membahayakan Indonesia

Radityo menyebut ada lima usulan Prabowo yang tertuang dalam proposal, yakni gencatan senjata, penarikan mundur pasukan Rusia dan Ukraina sejauh 15 km, pembuatan DMZ di wilayah antara pasukan tersebut, pembentukan pasukan penjaga perdamaian dan pemantau PBB, dan referendum di wilayah sengketa.

Ia menilai kelima poin tersebut tidak masuk akal. Radityo pun membeberkan alasannya. Pertama, gencatan senjata hanya sekedar usulan.

"Sejak awal perang, sudah ada banyak upaya 'gencatan senjata,' terutama oleh Turki. Tercatat sejak 28 Februari 2022 sudah ada belasan kali upaya tersebut. Hasil: nihil!" tegas Radityo.

Menurutnya, gencatan senjata sudah pernah akan dilakukan Ukraina. Namun, ada tiga hal yang menghalangi upaya tersebut, di antaranya Rusia yang masih menyerang, tragedi di Bucha yang membuat trauma Ukraina, dan kebiasaan Rusia yang tidak pernah menepati janji.

Poin kedua, dalam proposal terkait penarikan mundur pasukan sejauh 15 km dan pembentukan zona demiliterisasi (DMZ). Menurut Radityo, jika hal ini ditawarkan di awal perang, tentu masuk akal bagi Ukraina karena mereka sedang terdesak. Namun, saat ini Ukraina tengah di atas angin.

"Zelenskyy baru saja mengatakan Ukraina sudah siap melakukan serangan balik. Lantas mendadak disuruh berhenti dan mundur? Jelas tidak masuk akal bagi Ukraina. Bagi Rusia, yang sekarang terdesak juga dengan krisis di wilayahnya sendiri, usulan ini masuk akal," jelas dia.

Selanjutnya, Radityo mempertanyakan mana wilayah yang dimaksud Prabowo sebagai "wilayah sengketa". Pasalnya, jelas dia, yang ada wilayah Ukraina diambil secara ilegal oleh Rusia.

"Parahnya, proposal ini juga menawarkan referendum bagi 'wilayah sengketa.' Perlu dicatat, tidak ada wilayah sengketa di sini. Yang ada adalah wilayah Ukraina yang diambil secara ilegal oleh Rusia sejak 2014. Wilayah yang mana yang dimaksud oleh Prabowo?" tanya Radityo.

"Kalaupun kita mau berargumen bahwa wilayah yang sedang diklaim dikuasai Rusia sebagai 'wilayah sengketa', bukankah kita sedang memberi hadiah pada agresor? Apakah kita sedang berargumen bahwa negara kuat boleh menginvasi, lalu nanti bisa referendum di sana?" lanjutnya.

Menurut Radityo, referendum dalam kondisi perang jelas sulit dilakukan. Sebab, warga asli di wilayah tersebut banyak yang sudah terbunuh atau mengungsi.

Ia menyebut referendum baru bisa dilakukan dengan dua jalan. Pertama, semua penduduk Ukraina di wilayah tersebut kembali dari pengungsian, dan dibolehkan bersuara. Kedua, pasukan dan Misi PBB yang menyelenggarakan, serta tentara Rusia (termasuk warga negara Rusia di wilayah tersebut) harus dikembalikan ke Rusia.

Oleh karena itu, Radityo menyebut proposal yang diajukan Prabowo bisa menjadi preseden bukuk bagi negara lain.

Baca Juga: Kelemahan Usulan Perdamaian Prabowo yang Langsung Ditolak Mentah-mentah Ukraina, Ternyata Singgung Hal Sensitif!

"Bahkan, dalam situasi ini pun, proposal Prabowo sudah bisa jadi preseden buruk bagi negara lain. Bayangkan di masa depan, ada negara kuat menginvasi negara tetangga, lalu melakukan referendum palsu dan diterima oleh masyarakat dunia," katanya.

"Selain masalah teknis, apakah ada masalah prinsip lain? Jelas ada! Pertama: posisi Indonesia tidak jelas, seperti dijelaskan Prof @YohanesSulaiman di utasnya. Indonesia ini maunya apa? Kalaupun netral, apa kepentingan kita? Indonesia punya potensi wilayah bermasalah," lanjut Radityo.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ayu Almas
Editor: Ayu Almas

Advertisement

Bagikan Artikel: