GoTo Financial soal Tantangan Inklusi Keuangan: Harus Kerja Sama dan Sebarkan Literasi Keuangan
Head of Regulatory dan Public Affairs GoTo Financial, Budi Gandasoebrata mengungkapkan tantangan-tantangan inklusi keuangan digital di Indonesia. Menurutnya, hal tersebut perlu melibatkan kerja sama dengan berbagai pihak dan menyebarkan literasi keuangan lebih banyak.
“Kita semua tidak akan bisa menyelesaikan semuanya, tentunya juga harus bekerja sama, baik itu regulator mitra perbankan atau pun institusi keuangan. Bagaimana juga bisa menyelesaikan masalah seperti inklusi, literasi, dan literasi itu juga yang paling penting,” ujar Budi serius saat sesi diskusi panel di acara Indonesia Data and Economic Conference Katadata di Jakarta, Kamis (20/7/2023).
Menurut Budi, porsi literasi penting untuk menjelaskan pada masyarakat soal penggunaan platform digital, salah satunya untuk membantu keuangan seperti menabung atau merencanakan keuangan masa depan lebih baik.
Baca Juga: Cerita Petinggi GoTo Financial: GoPay Jadi Salah Satu Pintu Masuk Inklusi Keuangan
Namun, hal tersebut akan bekerja untuk kalangan masyarakat kelas menengah ke atas, lantas bagaimana dengan masyarakat kelas menengah ke bawah? Budi merespons, hal tersebut memerlukan kerja sama dengan mitra-mitra perbankan.
“Mungkin bisa dibilang [ada] satu kebiasaan, budaya, juga ketakutan,” bebernya. Budi menambahkan, faktor kebiasaan muncul dari perilaku masyarakat menengah bawah yang terbiasa menggunakan uang tunai dibanding platform digital.
Soal faktor ketakutan, Budi memaparkan bahwa masyarakat kelas menengah bawah menganggap, semua transaksi tercatat akan dikenakan pajak.
“Nah, tanpa mungkin mereka mengetahui sebenarnya usaha kecil mikro dan menengah (UMKM) mungkin ada tax holiday atau mungkin ada keuntungan-keuntungan lainnya,” lanjut Budi.
Budi juga memaparkan bahwa perilaku bertransaksi digital di masing-masing daerah berbeda, Jakarta memiliki gelembungnya sendiri. Karena itu, semua pihak perlu berkontribusi untuk meningkatkan kesadaran dan literasi keuangan, khususnya untuk segmen masyarakat kelas menengah bawah.
“Karena kita-kita yang tinggal di Jakarta ini tuh punya gelembung sendiri. Apa yang terjadi di Jakarta, belum tentu terjadi di kota-kota, seperti Samarinda atau area Timur Indonesia,” jelasnya.
“Jakarta itu tidak bisa dijadikan referensi dari Indonesia,” tutupnya.
Baca Juga: Strategi Bank Jago di Tengah Disrupsi Teknologi: Berintegrasi dan Tertanam dalam Ekosistem Digital
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Nadia Khadijah Putri
Editor: Rosmayanti
Advertisement