Respons AWS terhadap Pendanaan Energi Terbarukan: Hampir Tiap Industri Punya Tantangan
Perusahaan teknologi selaku penyedia komputasi awan (cloud), Amazon Web Service (AWS) mengatakan bahwa hampir tiap industri memiliki tantangan, termasuk soal pendanaan perusahaan teknologi (startup) di bidang energi terbarukan.
Head of Energy and Sustainability Policy Asia Pasifik dan Jepang AWS, Ken Haig mengatakan bahwa tantangan tersebut meliputi pengelolaan fasilitas atau gedung, desain dan optimalisasi, serta pelacakan jejak karbon.
“Hampir setiap industri memiliki tantangan yang dihadapi bersama. Pertama-tama, pelanggan harus mengerti dampak yang dihasilkan dari fasilitas, operasional, serta rantai pasok mereka,” ujar Haig di sesi media briefing secara daring bertajuk Mencari Keselarasan antara Pembangunan Ekonomi dan Keberlanjutan Menggunakan Teknologi Cloud bersama AWS pada Senin (31/7/2023).
Baca Juga: AI Generatif Deteksi Fraud hingga Personalisasi Nasihat Keuangan, AWS: Masih Manusia yang Proses
Menurut Haig, banyak pelanggan yang menggunakan layanan AWS untuk melakukan ingestion, agregasi, maupun transformasi dari data mereka secara riil. Begitu data telah terkumpul dan pelanggan mengerti dampaknya, data tersebut dapat dibentuk menjadi model-model yang digunakan untuk mendorong optimalisasi.
“Kami melihat banyak organisasi yang memulai dari bidang-bidang berikut: risiko maupun ketahanan iklim, dekarbonisasi, keanekaragaman hayati dan sumber daya alam, pelaporan dan wawasan seputar bidang Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (ESG), rantai pasok yang berkelanjutan, serta ekonomi sirkular,” beber Haig.
Haig merujuk pada paper Indonesia’s Technology Startups: Voices from the Ecosystem yang diterbitkan Asian Development Bank (ADB). Menurut laporan tersebut, pendanaan yang digelontorkan kepada startup-startup lokal yang bergerak di bidang teknologi bersih (cleantech) dan sektor lingkungan masih terbatas.
“Ada anggapan bahwa karena pasarnya kecil, sektor ini tidak menarik dan berisiko tinggi. Terlebih, SDM di bidang cleantech masih langka, biayanya mahal, dan memiliki permintaan tinggi di perusahaan-perusahaan berbasis teknologi,” ungkap Haig.
Haig menambahkan, di sisi lain, pihaknya juga melihat banyak startup mengembangkan solusinya di AWS.
“Contohnya, Rekosistem adalah pengelola nol limbah dari hulu ke hilir yang memanfaatkan teknologi cloud AWS untuk meningkatkan nilai rantai limbah di Indonesia,” pungkas Haig.
Baca Juga: Cara Amazon Web Service Dinginkan Pusat Data dengan Air: Kami Punya Tujuan Positif Air 2030
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Nadia Khadijah Putri
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait:
Advertisement