Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Hanya Tinggal Dua Langkah, Indonesia Bisa Menjadi Produsen Utama Baterai Mobil Listrik Dunia

Hanya Tinggal Dua Langkah, Indonesia Bisa Menjadi Produsen Utama Baterai Mobil Listrik Dunia Kredit Foto: Dokumentasi Perseroan

Harita sendiri menargetkan peningkatan produksi bahan dasar baterai mobil listrik sebanyak 120.000 metrik ton pada 2024 mendatang.

“Kami berharap mulai tahun depan kapasitas meningkat 2 kali lipat menjadi 120.000 ton per tahun,” ujar Presiden Direktur PT Trimegah Bangun Persada Tbk (Harita Group), Roy A Arfandy.

Baca Juga: Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat, Harita Nickel Gencar Berdayakan Petani

Secara teoritis Harita membutuhkan dua langkah lagi untuk mewujudkan bisa membuat baterai untuk mobil listrik. “Saat ini kami sedang merencanakan untuk membangun fasilitas yang dibutuhkan, termasuk untuk pembuatan komponen anoda dan katoda,” ujar Rico Windy Albert, Head of technical support HJF (Halmahera Jaya Feronikel) dan HPALA (Halmahera Persada Lygend) , anak Perusahaan TBP.

Namun perlu diingat bahwa sinergi semua elemen stakeholder adalah kunci untuk menyukseskan tercapainya kesempatan emas ini. Josua mendorong adanya percepatan kehadiran blueprint utama dalam pembangunan ekosistem ekonomi hijau di Indonesia.

Hal ini bukan tanpa alasan, ekonom ini menyebutkan bahwa sejalan dengan kebutuhan nikel yang meningkat, jumlah smelter yang beroperasi serta rencana pembangunan smelter akan turut naik guna mendukung tuntutan pasar.

Hal tersebut jelas bertentangan dengan kebijakan hijau yang mendorong penurunan emisi karbon. Di sinilah menurutnya perlu ada turun tangan dari pemerintah atau pemegang kepentingan.

Selain itu, Josua juga mendorong kehadiran ekosistem carbon trade/credit, insentif untuk penerapan kebijakan hijau sampai dengan optimalisasi instrumen dari Renewable Energy Certificate (REC).

“Transisi menuju ekonomi hijau oleh industri pengolahan logam Sulampua dapat dimulai dengan membangun ekosistem ekonomi hijau dan mengoptimalkan instrumen Renewable Energi Certificate,” jelas dari Josua.

Di sisi lain hal ini juga memiliki tantangan tersendiri, mulai dari pelaku usaha yang dipastikan akan menuntut adanya kejelasan informasi terkait metode perhitungan emisi karbon yang dihasilkan oleh perusahaan sampai dengan perlunya kehadiran infrastruktur penunjang ekosistem energi baru terbarukan.

Hal ini juga sudah dilakukan oleh Harita Group di Pulau Obi, Maluku Utara. “Di antaranya kami membangun sistem kelistrikan tenaga surya, serta pemanfaatan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) untuk pengembangan material jalan, bahan bangunan dan perumahan, “ ujar Stevi Thomas C, Director of External Relations PT Trimegah Bangun Persada (TBP, induk Perusahaan Harita Group).

Baca Juga: 'Kiamat' Nikel 15 Tahun lagi, Peneliti TII: Diperlukan Pengelolaan, Pengawasan, dan Pemanfaatan yang Hati-Hati

“Investasi Indonesia ke depan mengarah kepada sektor-sektor prioritas, yaitu industri orientasi ekspor, infrastruktur, energi, dan pertambangan. Pemerintah juga harus berencana membatasi jumlah pembangunan smelter dan fokus pada pengembangan hilirisasinya untuk meningkatkan nilai tambah,” tegas Josua.

Penulis : Aldi Ginastiar
Laporan : Muhamad Ihsan

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Aldi Ginastiar
Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: