Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Menjaga Asa Indonesia Emas nan Berkelanjutan, Warta Ekonomi Hadirkan Economic dan Business Outlook 2024

Menjaga Asa Indonesia Emas nan Berkelanjutan, Warta Ekonomi Hadirkan Economic dan Business Outlook 2024 Kredit Foto: Laras Devi Rachmawati

Kaya Bahan Baku, Siapkah Indonesia Jadi Remain Utama EV

Cita-cita pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai pemain utama kendaraan listrik atau Elektric Vehicle (EV) dunia masih terbuka cukup lebar.

Keseriusan pemerintah dalam mengejar cita-cita tersebut terlihat dari upaya yang dilakukan dalam membangun ekosistem kendaraan listrik, mulai dari stasiun pengisi daya, pembangunan pabrik baterai, hingga stimulasi pemberian subsidi, dan yang lainnya.Presiden telah mengesahkan Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2023, tentang Perubahan Perpres Nomor 55 Tahun 2019.

Baca Juga: Menopause pada Wanita dan Dampak Ekonominya

Dimana tertulis dalam Pasal 8, bahwa kewajiban penerapan tingkat komponen dalam negeri alias TKDN untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai roda empat sebesar 40 persen berlaku hingga 2026. Sehingga dari hal tersebut pemerintah berkomitmen mempercepat pengembangan ekosistem industri kendaraan listrik di tanah air.

Untuk mendukung Indonesia menjadi pusat industri kendaraan listrik dan mendorong percepatan struktur bagi ekosistem mobil listrik di Indonesia, dengan meningkatkan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) menjadi 40 persen dan tertulis hingga 2030 dan seterusnya, TKDN minimum sebesar 80%.

Hilirisasi industri menjadi salah satu konsen pemerintah saat ini,melalui Kemenko Marves menyatakan bahwa hilirisasi pertambangan Indonesia dapat menjadi peluang dan langkah menuju masa depan. Topik hilirisasi juga menjadi salah satu hal yang dibahas dalam debat Calon Presiden 2024.

Selain pentingnya hilirisasi ini,terwujudnya ekosistem kendaran listrik tentu juga harus didukung dengan ekosistem dan infrastruktur yang memadai. Pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan dan insentif yang bertujuan untuk mendukung pasokan kendaraan listrik yang terjangkau.

Untuk mendukung ekosistem kendaraan listrik kedepan, Pemerintah saat ini memperkuat dengan aturan baru terkait Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB), yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 38/2023 tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Bus Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2023.

Meski demikian, hingga saat ini, populasi kendaraan listrik belum mencapai ekspektasi yang diharapkan oleh pemerintah. Hal tersebut dikarenakan belum terciptanya ekosistem kendaraan listrik secara optimal seperti yang tergambar dari ketersedian stasiun pengisian kendaraan listrik Umum (SPKLU) dan stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU).

VP Perencanaan Strategis Pengembangan Produk Niaga, Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero), Ahmad Syauki mengatakan, kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah dan pihaknya mendorong pertumbuhan ekosistem kendaraan listrik atau electric vehichle (EV) sangat pesat di Indonesia.

"Berbagai kebijakan baik oleh pemerintah melalui kementerian ataupun PLN ini tumbuhnya ekosistem ini sangat luar biasa," ujar Syauki dalam Warta Ekonomi Economy & Business Outlook 2024, Selasa (26/3/2024).

Syauki mengatakan, untuk pertumbuhan kendaraan roda dua berbasis listrik mengalami pertumbuhan 13 kali lipat sedangkan untuk kendaraan roda empat tumbuh hingga 5 kali lipat.

Dimana sebelum diberlakukanya Permenperin nomor 21 tahun 2023 dan Perpres 79 tahun 2023 penjualan kendaraan roda dua hanya mencapai 211 unit dan roda empat sebanyak 476 unit.

Kemudian setelah diberlakukanya kebijakan tersebut, sampai dengan saat ini penjualan kendaraan roda dua berbasis listrik menenbus angka 2.700 unit dan roda empat sebanyak 2.355 unit.

"Load-nya sangat luar biasa tentu di baliknya bisnis infrastruktur merupakan bisnis yang sangat menjanjikan kedepannya," ujarnya.

Syauki menyebut, dengan tumbuhnya angka penjualan tersebut sejalan dengan jumlah transaksi per Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) milik PLN juga sangat meningkat seiring dengan tumbuhnya populasi.

"Tren pemasangan home charging di rumah di tahun 2022 hanya 1.724 kemudian di tahun 2024 11.210," ujarnya.

Lanjutnya, pertumbuhan dari tren pemasangan home charging tersebut tak terlepas dari meningkatnya populasi dari kendaraan listrik di Indonesia.

"Angka 11 ribu ini merupakan angka home charging yang terkoneksi ke sistem PLN, ketika home charging connect ke sistem PLN dia akan mendapatkan berbagai value terkait biaya penyambungan dan diskon biaya energi sebanyak 30 persen, secara normal biaya home charging di rumah tangga sekitar 1600 rupiah ketika dia mendapat diskon jadi hanya 1200 ini sangat luar biasa menyebabkan efisiensi," ucapnya.

Sementara itu, pada acara yang sama Presiden Direktur PT Dharma Controlcable Indonesia, Eko Maryanto menyebut, jika Indonesia ingin menjadi pemain utama dalam industri Battery untuk kebutuhan kendaraan listrik masih terdapat beberapa pekerjaan rumah, salah satunya adalah dengan melengkapi daripada infrastruktur supply chain industri Battery dan meningkatkan nilai tambah kekayaan alam Indonesia.

“Nah ini salah satu syarat Indonesia, kalau kita ingin menjadi pemain utama di industri EV, dengan adanya bahan baku dimiliki. Kita harus memiliki supply chain yang sangat kuat mulai dari minning, upstream, yaitu ada minning refining. Ini yang sudah dijalankan pemerintah, dengan adanya hilirisasi nikel. Terus kemudian, midstream,” ujar Eko.

Eko menyebut, pemerintah harus memulai untuk fokus ke midstream dengan membangun industri pembuat precursor dan battery cell yang masih di import.

“Midstream ini yang jadi masalah yang ada di Indonesia. Precursor itu di Indonesia belum ada. Bahan pembuat untuk baterai, battery cell,” ujarnya.

lanjutnya, ia menyebut bahwa saat ini PTHLI Green Power (Hyundai – LGES) tengah membuat battery cell untuk kebutuhan Hyundai masih menggunakan precursor yang di import.

Dimana, semua yang ada bahan baku untuk LG, hyunday LGES, HLI green power, itu selama ini bisa dikata hampir kebanyakan masih impor.

"Ini yang membuat kita di Indonesia kurang kompetitif, sehingga banyak industri yang lain yang ingin mendirikan battery cell itu gak di Indonesia. Ini beberapa partner kita yang ada di China, pemain besar di baterai itu. Indonesia bukan menjadi rujukan walaupun Indonesia kaya terhadap mineralnya," ucapnya.

Dirinya mengaku, DRMA sedang dalam study pengembangan teknologi precursor dan battery cell dengan potential partners yang menguasasi teknologi tersebut.

Baca Juga: Piter Abdullah: Indonesia Miliki Perekonomian Unik

“Nah ini, kalau kita di Dharma Grup, semua yang ada disini. Kita sudah fokus di assembly sama di battery recycle, di battery recycle kita sudah mendirikan yaitu PT Dharma Energy Resources, untuk me-recycle battery tapi masalahnya ada disini. Untuk prekursor saat ini, LG itu justru membangun di Indonesia, memanfaatkan material dari Korea ataupun dari China," tutupnya.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Laras Devi Rachmawati
Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: