Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Aturan Berubah Jelang Pemilu/Pilkada, Formappi: Kisah Berulang dari MK ke MA

Aturan Berubah Jelang Pemilu/Pilkada, Formappi: Kisah Berulang dari MK ke MA Kredit Foto: Antara/Sulthony Hasanuddin
Warta Ekonomi, Jakarta -

Perubahan peryaratan calon kepala daerah khusus terkait persoalan usia yang diputuskan Mahkamah Agung (MA) nampaknya mengingatkan semuanya akan kisah serupa yang terjadi di Mahkamah Konstitusi (MK) ketika memutuskan permohonan uji materi terkait syarat usia pencalonan presiden dan wakil presiden.

"Baik MA maupun MK sama-sama memutuskan persyaratan usia calon menjelang akan dibukanya pendaftaran calon presiden-wakil presiden maupun kepala daerah," kata peneliti Formappi Lucius Karus, Jumat (31/5/2024).

Walau didasarkan pada permohonan pihak tertentu, menurutnya sulit untuk membantah bahwa keputusan MA maupun MK memang terkait dengan keberadaan calon yang berniat maju tetapi terhambat dengan persyaratan usia calon.

Jadi, lanjut Lucius keputusan soal syarat calon ini bukan karena MK maupun MA memilikki  basis argumentasi teoritis dan yuridis soal rentang usia yang tepat bagi para calon.

Sama seperti DPR saat memutuskan syarat usia dalam norma maupun KPU ketika menyusun PKPU, MA dan MK nampaknya menggunakan pertimbangan subyektif semata.

"Ya bisa jadi karena para hakim tahu siapa yang akan diuntungkan oleh perubahan syarat itu, sehingga mereka akhirnya membuat keputusan baru," ujarnya.

Syarat usia untuk menjadi pemimpin memang tak ada dasar teoritisnya. Dalam hal tertentu, siapapun bisa menjadi pemimpin, tua-muda, dewasa-anak-anak.

Yang menentukan kepemimpinan seseorang bukan terutama soal usia, tetapi kapasitas, kapabilitas, integritas, dan pengalaman. Karena itu penentuan batas usia dalam proses pencalonan ketika DPR membuat UU pasti melalui forum lobby hingga menghasilkan kompromi.

"Jadi batasan 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur maupun 25 tahun untuk calon bupati/walikota beserta wakil adalah angka kompromistis," terangnya.

Tentu saja angka-angka ini memang bisa dirubah tetapi ya seharusnya forumnya itu bukan di MA atau MK.

Juga tak bisa setiap menjelang Pemilu atau Pilkada. Keputusan batas usia itu dimaksudkan agar ada waktu persiapan kader di partai untuk posisi-posisi di kekuasaan.

"Kalau setiap pemilu aturan UU diubah oleh MK atau MA ya bisa kita katakan kedua lembaga itu sama-sama menyumbang ketidakpastian hukum dalam proses pencalonan. Karena MA maupun MK tak berani mencoret angka usia yang tercantum dalam UU tetapi membuka opsi baru untuk memastikan calon yang tidak mencapai batasan minimal usia tetap bisa diikutsertakan dalam kontestasi. Jadi aturan yang diputuskan MK atau MA bisa saja diubah lagi di Pemilu atau Pilkada selanjutnya," tegasnya.

Karena keputusan terkait usia ini tak bisa tidak terkait langsung dengan kepentingan figur tertentu. Maka keputusan ini tidak menyumbang sesuatu pada penguatan sistem, penguatan demokrasi, penguatan kepastian hukum dan lain-lain.

"Ini semata-mata hanya mau melapangkan jalan figur tertentu saja, dan untuk event Pilkada nanti nampaknya Kaesang yang akan menjadi penerima manfaatnya," tandasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: