Harga minyak mentah dunia melemah pada penutupan perdagangan di Senin (6/1). Penurunan ini dipicu oleh data ekonomi yang lemah dari sejumlah negara importir yang memengaruhi prospek permintaan energi global.
Dilansir Selasa (7/1), harga West Texas Intermediate (WTI) tercatat turun 40 sen atau 0,54% ke level US$73,56 per barel di New York Mercantile Exchange. Sementara harga Brent melemah 21 sen atau 0,27% menjadi US$76,30 per barel di London ICE Futures Exchange.
Baca Juga: Amankan Cadangan Migas, Pertamina EP Mulai Pengeboran Sumur di Morowali
Amerika Serikat (AS) baru-baru ini menunjukkan sinyal pelemahan ekonomi lewat penurunan pesanan barang manufaktur di November 2024. Selain itu, belanja bisnis untuk peralatan juga ikut melemah di Kuartal IV 2024.
Penguatan dolar yang sempat melemah juga menjadi faktor lain dalam koreksi harga minyak. Dolar yang begitu kuat membuat minyak lebih sukar untuk dibeli oleh investor yang tak menggunakan mata uang tersebut sebagai alat transaksi utama.
Meski begitu, terdapat secercah harapan dari negara tersebut menyusul adanya badai musim dingin. Badai ini telah menyebabkan lonjakan permintaan energi dan kenaikan harga gas alam hingga 11%.
Adapun Jerman turut mengumumkan adanya inflasi tahunan yang melebihi ekspektasi di Desember 2024. Hal ini akibat adanya kenaikan harga makanan dan perlambatan penurunan harga energi. Bank sentral negara tersebut diprediksi mengambil kebijakan kenaikan suku bunga untuk meredam inflasi namun dikhawatirkan hal tersebut akan memperlambat pertumbuhan ekonomi dan permintaan energi.
Sementara China turut memberikan harapan melalui stimulus fiskal yang hadir mendukung perekonomian yang lesu dalam negara tersebut. Perbaikan ekonomi dari negara importir minyak tersebut diharapkan akan turut mengerek permintaan akan minyak global.
Baca Juga: Sesumbar Bahlil Soal Capaian Positif Selama Menjabat, Lifting Minyak Naik!
Beberapa tanda baik telah muncul seperti kebijakan terbaru dari Saudi Aramco. Perusahaan tersebut baru-baru ini menaikkan harga minyak untuk pembeli dari Asia di Februari 2025. Ini menjadi indikasi optimisme terhadap permintaan yang lebih kuat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Advertisement