Ketua Satuan Tugas (Satgas) Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional, Bahlil Lahadalia, menegaskan bahwa proyek hilirisasi ekonomi di Indonesia akan sebisa mungkin menghindari penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Langkah ini diambil untuk memberi ruang fiskal agar APBN dapat difokuskan pada program prioritas pemerintah seperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.
“Biarlah APBN mengurus urusan rakyat, urusan makanan bergizi, kesehatan, infrastruktur. Tapi untuk urusan ekonomi dalam konteks hilirisasi, kita harus mencari, harus inovasi,” ujar Bahlil di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (13/01/2025).
Untuk mendukung pendanaan hilirisasi, Satgas akan mengandalkan sumber dari sektor swasta, baik melalui pasar modal maupun perbankan, termasuk perbankan swasta nasional. “Kita harus mencari uang dari swasta murni, bisa dari pasar modal atau dari perbankan. Semuanya, BUMN dan swasta. Selama dia mau beroperasi di Republik Indonesia, dia ikut aturan main di Republik Indonesia,” tegas mantan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu.
Baca Juga: Bahlil Dapat Kepercayaan Baru dari Prabowo Buat Urus Hilirisasi
Langkah ini sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto yang menetapkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang pembentukan Satgas Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional. Dalam Keppres tersebut, salah satu tugas Satgas adalah mengidentifikasi dan merekomendasikan proyek strategis yang dapat dibiayai oleh perbankan, lembaga keuangan non-bank, dan/atau APBN.
Bahlil menjelaskan, meskipun Keppres tersebut membuka peluang penggunaan APBN, pihaknya memilih untuk meminimalkan ketergantungan pada anggaran negara demi efisiensi fiskal. “Contohnya PMN (Penyertaan Modal Negara) itu kan dari APBN. Kalau tanggung jawab itu ada di BUMN, katakanlah butuh equity yang cukup, harus ada PMN. Tapi opsinya kecil sekali. Kami dari Satgas berpikir hilirisasi ini sekecil mungkin kita hindari pakai dana APBN,” katanya.
Baca Juga: Bahlil Pastikan Muhammadiyah Kelola Lahan Tambang Eks Adaro
Ia juga menilai bahwa proyek hilirisasi memiliki potensi besar untuk menarik minat perbankan tanpa perlu adanya subsidi bunga. Menurut Bahlil, tingkat Internal Rate of Return (IRR) pada proyek hilirisasi sangat menarik, rata-rata di atas 11%-12%, sehingga proyek-proyek ini dapat menjadi pilihan utama untuk pendanaan swasta.
“Itu tergantung IRR. IRR dalam hilirisasi kan bagus semua, rata-rata di atas 11%-12%. Kalau 11%-12% IRR, saya pikir tidak perlu ada intervensi bunga. Ada smelter nikel itu, NPI, kan 4-5 tahun sudah break even point (BEP), jadi ngapain pakai intervensi bunga,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement