Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Premanisme di Kawasan Industri Jadi Ancaman Serius bagi Iklim Investasi di Indonesia

Premanisme di Kawasan Industri Jadi Ancaman Serius bagi Iklim Investasi di Indonesia Kredit Foto: Unsplash/Pedro Miranda
Warta Ekonomi, Jakarta -

Investasi besar-besaran dari produsen kendaraan listrik asal Tiongkok, BYD, terancam gagal lantaran maraknya aksi premanisme yang dilakukan oleh organisasi masyarakat (Ormas). 

Dengan nilai investasi mencapai Rp11,7 triliun, proyek pembangunan pabrik di Subang, Jawa Barat ini digadang-gadang mampu mendorong industri kendaraan listrik nasional. Akan tetapi, intervensi illegal dari beberapa kelompok kepentingan mnejadi ancaman serius bagi kelangsungan investasi tersebut.

Dugaan praktik premanisme ini mencakup berbagai bentuk pemerasan, mulai dari pungutan liar, intervensi tenaga kerja, hingga sabotase proyek. Bahkan, sejumlah ormas dikabarkan menuntut agar mereka dilibatkan dalam proyek seperti dalam penyediaan tenaga kerja, pengelolaan limbah pabrik, dan jasa pengamanan.

Himpunan Kawasan Industri (HKI) Indonesia melaporkan bahwa aksi premanisme ini telah menyebabkan kerugian hingga ratusan triliun rupiah, dengan banyak investasi yang batal masuk atau keluar dari kawasan industri.

Baca Juga: Indonesia Butuh Investasi Rp13.032 Triliun untuk pertumbuhan 8%, Begini Strateginya!

Aksi premanisme ini sering terjadi di wilayah seperti Bekasi, Karawang, Jawa Timur, dan Batam. Ormas-ormas tersebut kerap masuk ke kawasan industri untuk melakukan demonstrasi dan meminta dilibatkan dalam proses pembangunan atau operasional pabrik, seperti penyediaan transportasi, katering, atau perluasan pabrik. 

Kasus yang dialami oleh BYD bukanlah kasus pertama. Pasalnya, sejumlah investasi asing di Indonesia terutama di sektor pertambangan serta manufaktur juga mengalami tekanan premanisme serupa. Bahkan, perusahaan nikel asal Tiongkok dan Jepang serta industri manufaktur dari Jepang dan Korea di Bekasi serta Karawang disebut pernah menjadi korban aksi premanisme. 

Maraknya aksi premanisme ini pun membuat beberapa perusahaan lebih memilih hengkang ke Thailand dan Vietnam yang menawarkan iklim investasi lebih stabil serta bebas dari gangguan premanisme.

Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Sahat Sinaga, mengamini banyaknya premanisme ormas yang membuat para investor enggan berinvestasi di Indonesia. Terutama di sektor sawit.

Menurut Sahat, kelemahan penegak hukum dan pemerintah dalam menangani faktor non-operasional menjadi alasan utama investor asing semakin enggan berinvestasi di Indonesia. 

“Para gubernur tidak pernah berpikir kritis tentang hal tersebut,” kata Sahat dalam keterangannya, Selasa (18/2/2025).

Baca Juga: Kelapa Sawit Kini Lebih Hijau! Agroforestry Jadi Tren Baru di Industri Perkebunan!

Dia mengungkapkan bahwa banyak pengusaha, khususnya di sektor kelapa sawit di Sumatera dan Kalimantan merasa terganggu oleh aksi premanisme dari ormas dan oknum aparat. Dia menyayangkan bahwa isu premanisme tersebut terasa di lapangan namun belum pernah dimunculkan ke permukaan.

“Kesan premanisme atau OPP alias ormas pengganggu perusahaan dan oknum aparat kerap membuat para pengusaha itu gelisah dan ada perasaan insecure,” ungkapnya.

Akibatnya, kata Sahat, para investor tersebut harus membuang devisa ratusan ribu USD bahkan puluhan juta USD untuk mendapatkan sekadar ketenangan hidup dan lepas dari gangguan premanisme ke negara tetangga, Singapura. 

“Mereka harus membuang devisa ratusan ribu USD atau puluhan juta USD untuk beristirahat di singapura selama 3 hari jumat hingga minggu atau 12 hari per bulan atau 144 hari per tahun akan dikeluarkan oleh para pengusaha ini,” imbuhnya.

Ironisnya, Sahat mengamati jika para pengusaha tersebut berasal dari luar negeri dan bukan dari dalam negeri, malah tidak diusik dan diganggu oleh premanisme.

“Kalau kasusnya begini tak beres, maka investor akan enggan untuk masuk ke Indonesia,” tutur Sahat.

Baca Juga: Ormas Sudah Dikasih Konsesi Tambang, PKB: Tapi Kalau Dilimpahkan ke Pihak Lain Harus Dipenjara

Alhasil, situasi tersebut menimbulkan kekhawatiran besar bagi iklim investasi di Indonesia. Pasalnya, apabila tidak segera diatasi, maka Indonesia bisa kehilangan daya saingnya sebagai tujuan investasi sementara negara-negara tetangga terus menarik minat investor asing. 

Apalagi, Indonesia saat ini terancam dengan persaingan dengan negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand yang kini menjadi destinasi favorit bagi banyak perusahaan lantaran kedua negara tersebut dianggap memiliki regulasi yang lebih ketat dalam melindungi investasi.

Oleh sebab itu, pemerintah didesak untuk segera mengambil langkah konkret dalam menangangi permasalahan tersebut. Beberapa solusi yang bisa diambil termasuk menjadikan kawasan industri sebagai objek vital nasional untuk mendapatkan perlindungan langsung dari aparat keamanan, menegakkan regulasi yang lebih ketat terhadap aksi pemerasan, pungutan liar serta sabotase bisnis dan menetapkan regulasi khusus untuk melindungi investor asing dari intervensi pihak luar.

Jika pemerintah gagal bertindak, maka berbagai proyek strategis potensial yang hendak berinvestasi di Indonesia bakal undur diri sehingga hal tersebut merugikan Indonesia baik dari sisi ekonomi maupun reputasi sebagai negara tujuan investasi. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: