Cerita Sukses Kihachiro Onitsuka Membangun Sepatu Onitsuka hingga Berseteru dengan Nike

Sepatu Onitsuka Tiger merupakan salah satu sepatu kebanggaan Jepang yang memiliki kualitas bahan tinggi, desain sederhana dan klasik, serta kenyamanan yang baik. Sepatu ini sering dibuat dari kulit asli, suede, atau kanvas berkualitas untuk bagian atasnya.
Kihachiro Onitsuka adalah tokoh utama di balik lahirnya Onitsuka Tiger. Ia lahir di Matsugami, Meiji-mura, Ketaka-gun, Prefektur Tottori, pada 29 Mei 1918. Sebagai anak bungsu dari keluarga petani sederhana, Onitsuka tumbuh dengan semangat pantang menyerah.
Pada 1936, ia menempuh pendidikan di Tottori Ichichu (sekarang Tottori West High School). Setelah lulus, ia melanjutkan ke Akademi Angkatan Darat Kekaisaran Jepang, tetapi terpaksa keluar karena kecelakaan saat mengikuti turnamen sumo.
Kihachiro sempat bertugas sebagai tentara selama Perang Dunia II. Setelah perang, ia bekerja sebagai karyawan biasa selama tiga tahun. Namun, ia merasa bosan dan mencari tantangan baru.
Inspirasinya muncul setelah mendengar kutipan: “If you are going to pray, you should pray for a sound body and sound mind” ("Jika berdoa, berdoalah agar tubuh dan pikiran sehat"). Ia pun meyakini bahwa olahraga adalah kunci kesehatan fisik dan mental.
Baca Juga: Cerita Met Hamami, Pernah Jadi Kolonel Termuda Indonesia hingga Sukses Bangun Trakindo Utama
Melihat banyaknya anak muda Jepang yang bermasalah pascaperang, Onitsuka memutuskan terjun ke industri olahraga dengan mendirikan bisnis sepatu. Meski awalnya tidak berpengalaman, ia memberanikan diri menerima permintaan seorang pelatih basket sekolah menengah untuk membuat sepatu.
Ia melakukan riset dengan mempelajari sepatu olahraga terkenal, lalu menciptakan berbagai model. Namun, sepatu basket pertamanya dinilai kurang nyaman di bagian sol. Setelah penyempurnaan, ia berhasil membuat sol dengan lekukan hisap yang meningkatkan kenyamanan. Tim basket yang memakainya pun meraih kejuaraan.
Meski begitu, sepatu Onitsuka belum dikenal luas. Ia menjajakan produknya secara keliling, bahkan sempat terhambat karena terkena TBC (Mycobacterium tuberculosis). Setelah sembuh, ia berkomitmen menciptakan sepatu maraton. Ia mempelajari penelitian Eropa-Amerika dan berkonsultasi dengan profesor medis.
Setelah banyak percobaan, sepatu maratonnya diuji oleh seorang pelari yang berlari 42,195 km. Hasilnya sukses, pelari itu hanya mengalami kemerahan ringan tanpa lecet. Sejak itu, sepatu Onitsuka dikenal sebagai yang terbaik untuk lari.
Menurut laman resmi Onitsuka Tiger, merek ini didirikan pada 1949. Pada 1977, perusahaan bergabung dengan GTO Co., Ltd. dan JELENK Co., lalu merger membentuk ASICS yang merupakan singkatan dari “Anima Sana in Corpore Sano” atau "Jiwa yang Sehat dalam Tubuh yang Sehat".
Onitsuka Tiger dan ASICS kini menjadi sister brand dengan perbedaan target pasar dan desain. Onitsuka Tiger fokus pada sepatu olahraga seperti sepak bola, lari, dan basket, sementara ASICS mencakup perlengkapan olahraga lebih luas dengan filosofi yang sama.
Di era 1960-an, Onitsuka menjalin kerja sama dengan atlet Ethiopia, Abebe Bikila, sebagai duta merek. Keputusan Abebe memakai sepatu saat Osaka Marathon menjadi sorotan, karena ia biasanya berlari tanpa alas kaki. Dukungan Abebe membantu Onitsuka berekspansi ke AS dan bekerja sama dengan Blue Ribbon Sports (milik Phil Knight, pendiri Nike).
Baca Juga: Titik Balik AQUA dari Tak Laku dan Hampir Bangkrut hingga Sukses Menguasai Pasar AMDK di Indonesia
Phil Bowerman, mitra Blue Ribbon, mendesain sepatu lari untuk Onitsuka bernama Onitsuka Tiger Cortez, yang dirilis pada Olimpiade Mexico 1968. Namun, kerja sama mereka berakhir pada 1971 karena ketidaksepahaman.
Blue Ribbon kemudian mendirikan Nike dan memperebutkan hak desain Cortez. Nike memenangkan sengketa, sehingga desain tersebut berganti nama menjadi Nike Cortez, sementara Onitsuka mengubahnya menjadi Onitsuka Tiger Corsair.
Baca Juga: Cantiknya Karir Catherine Hindra Sutjahyo, Sukses Dirikan Zalora hingga Pimpin GoTo
Kihachiro Onitsuka meninggal pada 29 September 2007 akibat serangan jantung. Meski begitu, warisannya tetap hidup melalui merek yang kini menjadi bagian dari gaya hidup anak muda di seluruh dunia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement