When we heal the earth, we heal ourselves
(Ketika kita menyembuhkan bumi, kita menyembuhkan diri kita sendiri)
Take care of the earth and she will take care of you
(Jaga bumi, dan dia akan menjagamu)
Let?s nurture the nature, so that we can have a better future
(Mari pelihara alam agar kita dapat memilki masa depan yang lebih baik)
Save the environment starting from your own action
(Selamatkan lingkungan mulai dari tindakan Anda sendiri)
Kutipan di atas seharusnya selalu mengingatkan dan terpatri di benak maupun sanubari setiap anak manusia yang hidup di bumi ini, termasuk masyarakat Indonesia. Betapa lingkungan alam sekitar kita, termasuk daratan, pesisir pantai dan lautan yang menjadi bagian dari bumi harus dijaga kelestariannya. Itulah masa depan kita semuanya, agar lingkungannya selalu nyaman untuk ditinggali bersama dan selamanya dengan anak cucu cicit kita.
Selain kenyamanan, alam akan memberikan kemudahan dan kelimpahan sumber-sumber kekayaan alam di dalamnya. Dari buah-buahan, sayuran, padi-padian, dan tanaman lainnya serta tambang di darat. Sampai ikan, udang, kepiting, dan biota laut serta minyak di lautan. Semua keperluan hajat hidup kita dipenuhi oleh bumi. Jadi wajar, karena bumi terutama daratan dan lautan telah memberikan segala kebutuhan hidup manusia, di masa sekarang maupun yang akan datang kita harus selalu menjaganya - menjaga kelestariannya, dan mencegah kerusakannya.
Baca Juga: Save Our Sea: Potensi Kapal Karam, Musibah yang Jadi Berkah
Salah satunya, kita wajib melestarikan dan menyelamatkan hutan bakau atau mangrove karena mangrove adalah penghubung antara daratan dan lautan. Selain itu, peranan mangrove sangat vital sebagai penjaga sekaligus pencegah abrasi pantai pesisir yang berkelanjutan. Sebelum bumi menangis karena bencana, kenapa kita tidak mencegahnya? Jika bumi terlanjur sakit, siapa lagi kalau bukan kita yang menyembuhkannya?
Pertanyaan berikutnya kenapa hutan mangrove begitu penting? Secara umum hutan bakau atau mangrove didefinisikan sebagai hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak di garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut tepatnya di daerah pantai dan sekitar muara sungai sehingga tumbuhan yang hidup di hutan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut.
Mangrove menurut Steenis (1978) adalah vegetasi hutan yang tumbuh di antara garis pasang surut. Sedangkan Nybakken (1988) memberi definisi hutan mangrove untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropik yang didominasi beberapa spesies pohon khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin.
Sementara itu, menurut Soerianegara (1990) hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di daerah pantai, terdapat di daearah teluk dan muara sungai bercirikan: tidak terpengaruh iklim; dipengaruhi pasang surut; tanah tergenang air laut; tanah rendah pantai; hutan tidak mempunyai struktur tajuk; jenis-jenis pohonnya biasanya terdiri dari api-api (Avicenia sp.), pedada (Sonneratia sp.), bakau (Rhizophora sp.), lacang (Bruguiera sp.), nyirih (Xylocarpus sp.), nipah (Nypa).
Dilihat dari sisi zonasinya, hutan mangrove dapat dibagi menjadi zonasi-zonasi berdasarkan jenis vegetasi yang dominan, mulai dari arah laut ke darat sebagai berikut: Zona Avicennia, terletak paling luar dari hutan yang berhadapan langsung dengan laut. Zona ini umumnya memiliki substrat lumpur lembek dan kadar salinitas tinggi. Zona ini merupakan zona pioner karena jenis tumbuhan yang ada memilliki perakaran yang kuat untuk menahan pukulan gelombang, serta mampu membantu dalam proses penimbunan sedimen; Zona Rhizophora, terletak di belakang zona Avicennia. Substratnya masih berupa lumpur lunak, namun kadar salinitasnya agak rendah.
Mangrove pada zona ini masih tergenang pada saat air pasang; Zona Bruguiera, terletak di balakang zona Rhizophora dan memiliki substrat tanah berlumpur keras. Zona ini hanya terendam pada saat air pasang tertinggi atau dua kali dalam sebulan; Zona Nypa, merupakan zona yang paling belakang dan berbatasan dengan daratan.
Peran Hutan Mangrove
Beberapa ahli berpendapat, sebenarnya mangrove hanya berperan dalam menangkap, menyimpan, mempertahankan, serta mengumpulkan benda dan partikel endapan dengan struktur akarnya yang lebat sehingga lebih suka menyebutkan peran mangrove sebagai shoreline stabilizer daripada sebagai island initiator atau sebagai pembentuk pulau.
Dalam proses ini yang terjadi adalah tanah di sekitar pohon mangrove tersebut menjadi lebih stabil dengan adanya mangrove tersebut. Peran mangrove sebagai barisan penjaga adalah melindungi zona perbatasan darat laut di sepanjang garis pantai dan menunjang kehidupan organisme lainnya di daerah yang dilindunginya.
Baca Juga: Pertamina Resmikan Rumah Pembibitan Mangrove Margomulyo Balikpapan
Hampir semua pulau di daerah tropis memiliki pohon mangrove. Bila buah mangrove jatuh dari pohonnya kemudian terbawa air sampai menemukan tanah di lokasi lain tempat menetap buah tersebut akan tumbuh menjadi pohon baru. Di tempat ini, pohon mangrove akan tumbuh dan mengembangkan sistem perakarannya yang rapat dan kompleks. Di tempat tersebut bahan organik dan partikel endapan yang terbawa air akan terperangkap menyangkut pada akar mangrove.
Proses ini akan berlangsung dari waktu ke waktu dan terjadi proses penstabilan tanah dan lumpur atau barisan pasir (sand bar). Melalui perjalanan waktu, semakin lama akan semakin bertambah jumlah pohon mangrove yang datang dan tumbuh di lokasi tanah ini, menguasai dan mempertahankan daerah habitat baru ini dari hempasan ombak laut yang akan menyapu lumpur dan pasir.
Bila proses ini berjalan terus, hasil akhirnya adalah terbentuknya suatu pulau kecil yang mungkin akan terus berkembang dengan berbagai jenis mangrove serta organisme lain dalam suatu ekosistem mangrove. Dalam proses demikian inilah mangrove dikatakan sebagai pembentuk pulau.
Sebagai barisan pertahanan pantai, mangrove menjadi bagian terbesar perisai terhadap hantaman gelombang laut di zona terluar daratan pulau. Hutan mangrove juga melindungi bagian dalam pulau secara efektif dari pengaruh gelombang dan badai yang terjadi. Mangrove merupakan pelindung dan sekaligus sumber nutrien bagi organisme yang hidup di tengahnya. Daun mangrove yang jatuh akan terurai oleh bakteri tanah menghasilkan makanan bagi plankton dan merupakan nutrien bagi pertumbuhan algae laut.
Plankton dan algae yang berkembang akan menjadi makanan bagi berbagai jenis organisme darat dan air di habitat yang bersangkutan. Demikianlah suatu ekosistem mangrove dapat terbentuk dan berkembang dari pertumbuhan biji mangrove.
Pada saat terjadi badai, mangrove memberikan perlindungan bagi pantai dan perahu yang bertambat. Sistem perakarannya yang kompleks, tangguh terhadap gelombang dan angin serta mencegah erosi pantai. Pada saat cuaca tenang akar mangrove mengumpulkan bahan yang terbawa air dan partikel endapan, memperlambat aliran arus air.
Apabila mangrove ditebang atau diambil dari habitatnya di pantai maka akan dapat mengakibatkan hilangnya perlindungan terhadap erosi pantai oleh gelombang laut, dan menebarkan partikel endapan sehingga air laut menjadi keruh yang kemudian menyebabkan kematian pada ikan dan hewan sekitarnya karena kekurangan oksigen.
Proses ini menyebabkan pula melambatnya pertumbuhan padang lamun (seagrass). Ekosistem hutan mangrove memberikan banyak manfaat baik secara tidak langsung (non-economic value) maupun secara langsung kepada kehidupan manusia (economic values).
Manfaat Hutan Mangrove
Manfaat hutan mangrove dalam kehidupan masyarakat yang hidup di daerah pesisir sangat banyak sekali. Baik itu langsung dirasakan oleh penduduk sekitar maupun peranan dan fungsi yang tidak langsung dari hutan mangrove itu sendiri. Tumbuhan yang hidup di hutan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut.
Umumnya mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjol yang disebut akar nafas (pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob. Mangrove tersebar di seluruh lautan tropik dan subtropik, tumbuh hanya pada pantai yang terlindung dari gerakan gelombang; bila keadaan pantai sebaliknya, benih tidak mampu tumbuh dengan sempurna dan menancapkan akarnya.
Adapun manfaat hutan mangrove: (1) mencegah intrusi air laut. Intrusi laut merupakan peristiwa perembesan air laut ke tanah daratan. Intrusi laut dapat menyebabkan air tanah menjadi payau sehingga tidak baik untuk dikonsumsi. Hutan mangrove memiliki fungsi mengendapkan lumpur di akar-akar pohon bakau sehingga dapat mencegah terjadinya intrusi air laut ke daratan.
(2) Mencegah erosi dan abrasi pantai. Erosi merupakan pengikisan permukaan tanah oleh aliran air sedangkan abrasi merupakan pengikisan permukaan tanah akibat hempasan ombak laut. Hutan mangrove memiliki akar yang efisien dalam melindungi tanah di wilayah pesisir sehingga dapat menjadi pelindung pengikisan tanah akibat air.
(3) Sebagai pencegah dan penyaring alami. Hutan mangrove biasanya yang dipenuhi akar pohon bakau dan berlumpur. Akar tersebut dapat mempercepat penguraian limbah organik yang terbawa ke wilayah pantai. Selain pengurai limbah organik, hutan mangrove juga dapat membantu mempercepat proses penguraian bahan kimia yang mencemari laut seperti minyak dan diterjen dan merupakan penghalang alami terhadap angin laut yang kencang pada musim tertentu.
(4) Sebagai tempat hidup dan sumber makanan bagi beberapa jenis satwa. Hutan mangrove juga merupakan tempat tinggal yang cocok bagi banyak hewan seperti biawak, kura-kura, monyet, burung, ular, dan lain sebagainya. Beberapa jenis hewan laut seperti ikan, udang, kepiting, dan siput juga banyak tinggal di daerah ini.
Akar tongkat pohon mangrove memberi zat makanan dan menjadi daerah nursery bagi hewan ikan dan invertebrata yang hidup di sekitarnya. Ikan dan udang yang ditangkap di laut dan di daerah terumbu karang sebelum dewasa memerlukan perlindungan dari predator dan suplai nutrisi yang cukup di daerah mangrove ini. Berbagai jenis hewan darat berlindung atau singgah bertengger dan mencari makan di habitat mangrove.
(5) Berperan dalam pembentukan pulau dan menstabilkan daerah pesisir. Hutan mangrove seringkali dikatakan pembentuk daratan karena endapan dan tanah yang ditahannya menumbuhkan perkembangan garis pantai dari waktu ke waktu. Pertumbuhan mangrove memperluas batas pantai dan memberikan kesempatan bagi tumbuhan terestrial hidup dan berkembang di wilayah daratan.
Sebagai contoh, buah vivipar yang terbawa air akan menetap di dasar yang dangkal, dapat berkembang dan menjadi kumpulan mangrove di habitat yang baru. Dalam kurun waktu yang panjang habitat baru ini dapat meluas menjadi pulau sendiri.
Fungsi Hutan Mangrove bagi Kehidupan
Hutan mangrove mempunyai keterkaitan dan kontribusi dalam pemenuhan kebutuhan manusia baik fungsinya dalam penyediaan bahan pangan, papan, dan kesehatan, serta kontribusinya terhadap lingkungan. Fungsi hutan mangrove itu sendiri dibagi menjadi lima, yaitu fungsi fisik, fungsi kimia, fungsi biologi, fungsi ekonomi, dan fungsi lainnya.
Ketiga fungsi pertama telah dijelaskan sebagai manfaat hutan mangrove bagi kehidupan manusia. Sementara, kedua fungsi terakhir, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi lainnya adalah sebagaimana dijelaskan sebagai berikut.
Baca Juga: Save Our Sea: Saatnya Masyarakat Pesisir Lebih Berdaya
Fungsi Ekonomi. Hutan mangrove juga mempunyai sisi ekonomis untuk menunjang perekonomian masyarakat sekitar hutan di antaranya: (1) penghasil kayu. Pohon-pohon yang ada di dalam hutan mangrove bisa dimanfaatkan sebagai bahan bangunan (furniture) dan bahan bangunan lainnya. Selain itu, kayunya dapat digunakan sebagai kayu bakar sehingga dapat menjadi alternatif bahan bakar fosil.
(2) Bahan baku industri kertas. Kayu dari tanaman di hutan mangrove dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku kertas karena kayu tanaman hutan mangrove memiliki kualitas yang tidak kalah bagus dari kayu lainnya. (3) Penghasil bibit hewan. Karena menjadi salah satu tempat untuk berkembangbiak banyak hewan, hutan mangrove berfungsi menjadi tempat pembibitan hewan, terutama ikan. Kondisi air yang baik merupakan salah satu alasan kawasan hutan mangrove sangat baik untuk dijadikan penghasil bibit hewan yang baik.
Fungsi Lain Hutan Mangrove, di antaranya: (1) kawasan wisata. Banyak yang menganggap bahwa ekosistem hutan mangrove merupakan kawasan yang mempunyai nilai estetika, baik dari faktor alamnya juga kehidupan yang ada di dalamnya. Sehingga dengan keunggulan hutan mangrove tersebut dapat memberikan objek wisata yang berbeda. Salah satunya karena karakteristik hutan yang berada di dua alam yaitu darat dan air (laut).
(2) Kawasan pendidikan. Indonesia merupakan negara dengan area hutan mangrove terbesar di dunia sehingga hal ini cukup menguntungkan bagi para pelajar dan para peneliti yang akan meneliti lingkungan hutan mangrove. Keunikan dan keberagaman yang ada di hutan mangrove dapat dijadikan sarana untuk edukasi maupun rekreasi bagi masyarakat.
Luas Hutan Mangrove di Indonesia
Menurut Rusila Noor, dkk (1999), Indonesia mempunyai luas hutan mangrove terluas di dunia dengan keragaman hayati terbesar dan struktur paling bervariasi di dunia. Hutan mangrove banyak dijumpai di wilayah pesisir yang terlindung dari gempuran ombak dan daerah yang landai di daerah tropis dan subtropis (FAO, 2007).
Menurut Gunarto (2004) mangrove tumbuh subur di daerah muara sungai atau estuari yang merupakan daerah tujuan akhir dari partikel-partikel organik ataupun endapan lumpur yang terbawa dari daerah hulu akibar adanya erosi. Kesuburan daerah ini juga ditentukan oleh adanya pasang surut yang mentransportasi nutrient.
Luas hutan mangrove Indonesia antara 2,5 hingga 4,5 juta hektare, merupakan mangrove yang terluas di dunia (Spalding dkk, 1997 dalam Noor dkk, 1999), mencapai 25 persen dari total luas mangrove dunia. Namun, sebagian kondisinya kritis. Di Indonesia, hutan-hutan mangrove yang luas terdapat di seputar Dangkalan Sunda, di pantai utara Jawa, pantai timur Sumatra, dan pantai barat serta selatan Kalimantan.
Di bagian timur Indonesia, hutan-hutan mangrove yang masih baik terdapat di pantai barat daya Papua, terutama di sekitar Teluk Bintuni. Mangrove di Papua mencapai luas 1,3 juta ha, sekitar sepertiga dari luas hutan bakau Indonesia.
Berdasarkan data Direktorat Jendral Rehabilitas Lahan dan Perhutanan Sosial (2001), Gunarto (2004), luas hutan mangrove di Indonesia tahun 1999 diperkirakan mencapai 8,60 juta hektare, akan tetapi sekitar 5,30 juta hektare dalam keadaan rusak. Sedangkan data FAO (2007), luas hutan mangrove di Indonesia pada tahun 2005 hanya mencapai 3.062.300 ha atau 19% dari luas hutan mangrove di dunia, serta yang terbesar di dunia melebihi Australia (10%) dan Brazil (7%).
Di Asia sendiri luasan hutan mangrove indonesia sekitar 49% dari luas total hutan mangrove di Asia yang dikuti oleh Malaysia (10%) dan Myanmar (9%). Akan tetapi, diperkirakan luas hutan mangrove di Indonesia telah berkurang sekitar 120.000 ha dari tahun 1980 sampai 2005 karena alasan perubahan penggunaan lahan menjadi lahan pertanian (FAO, 2007).
Permasalahan Hutan Mangrove
1. Beberapa akibat rusaknya hutan mangrove, yaitu (1) instrusi air laut, atau masuknya/merembesnya air laut ke arah daratan yang mengakibatkan air tawar sumur/sungai menurun mutunya, bahkan menjadi payau atau asin (Harianto, 1999).
Dampak instrusi air laut ini sangat penting karena air tawar yang tercemar intrusi air laut akan menyebabkan keracunan bila diminum dan dapat merusak akar tanaman.
(2) Turunnya kemampuan ekosistem mendegradasi (pengikisan) sampah organik, minyak bumi dll (3) Menurunnya keanekaragaman hayati di wilayah pesisir. (4) Meningkatnya abrasi pantai. (5) Turunnya sumber makanan, tempat pemijah & bertelur biota laut. Akibatnya produksi tangkapan ikan menurun.
(6) Turunnya kemampuan ekosistem flora pesisir pantai dalam menahan tiupan angin, gelombang air laut dlll. (7). Meningkatnya pencemaran pantai.
2. Hutan mangrove di Indonesia kini tidak luput dari permasalahan lingkungan, dan mulai terancam dengan banyaknya lahan mangrove yang ditebang dan dijadikan lahan perkotaan baru atau area pertambakan. Akibat pengelolaan yang buruk, ekosistem hutan mangrove di pesisir pantai terancam punah sehingga mempercepat proses abrasi pantai. Dan dalam beberapa tahun ke depan, garis pantai akan lebih cepat bergeser ke arah daratan.
3. Permasalahan mangrove karena abrasi disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor alam dan faktor manusia. Penyebab faktor alam karena adanya arus gelombang yang terjadi akibat pasang surut air laut sehingga lama-kelamaan mengikis tepian pantai. Sedangkan abrasi yang disebabkan oleh faktor manusia, yaitu pengambilan batu karang dan pasir di pesisir pantai sebagai bahan bangunan, dan penebangan pohon-pohon pada hutan mangrove atau hutan pantai.
Memecahkan Masalah Kerusakan Mangrove
Untuk konservasi hutan mangrove dan sempadan pantai, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Keppres Nomor 32 Tahun 1990. Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai, sedangkan kawasan hutan mangrove adalah kawasan pesisir laut yang merupakan habitat hutan mangrove yang berfungsi memberikan perlindungan kepada kehidupan pantai dan lautan. Sempadan pantai berupa jalur hijau selebar 100 m dari pasang tertinggi ke arah daratan.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki dan melestarikan hutan mangrove antara lain (1). Penanaman kembali hutan mangrove (reboisasi) melibatkan masyarakat. Misalnya, dalam pembibitan, penanaman dan pemeliharaan serta pemanfaatan hutan mangrove berbasis konservasi. Hal ini memberikan keuntungan kepada masyarakat? berupa terbukanya peluang kerja untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.
Baca Juga: Save Our Sea: Mengelola Pulau-Pulau Kecil Berbasis Ekowisata
(2) Pengaturan kembali tata ruang wilayah pesisir: pemukiman, vegetasi, dll. Wilayah pantai dapat diatur menjadi kota ekologi sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai wisata pantai (ekoturisme) berupa wisata alam atau bentuk lainnya.
(3) Peningkatan motivasi dan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan memanfaatkan mangrove secara bertanggungjawab. (4) Izin usaha dan lainnya hendaknya memperhatikan aspek konservasi, khususnya di wilayah pesisir. (5) Peningkatan pengetahuan dan penerapan kearifan lokal tentang konservasi.
(6) Peningkatan pendapatan masyarakat pesisir. (7) Program komunikasi konservasi hutan mangrove. (8) Penegakan hukum. (9) Perbaikkan ekosistem wilayah pesisir secara terpadu dan berbasis masyarakat.
Hal yang Perlu Disimak
1. Mengingat beberapa fungsi penting dari hutan mangrove maka perlu diadakannya prinsip perlindungan, pembelajaran, serta pemanfaatan pada area hutan mangrove. Untuk itu, diperlukan kerja sama semua pihak baik masyarakat, pengamat maupun pemerintah agar kawasan hutan mangrove tidak rusak oleh orang-orang tidak bertanggungjawab.
2. Dalam upaya memperbaiki ekosistem wilayah pesisir, masyarakat sangat penting dilibatkan agar dapat meningkatkan kesejahteraannya. Selain? itu, konsep-konsep lokal (kearifan lokal) tentang ekosistem dan pelestariannya termasuk hutan mangrove harus ditumbuhkembangkan kembali sejauh dapat mendukung program tersebut.
Baca Juga: Save Our Sea: Membangun Ekowisata Bahari Berbasis Masyarakat
3. Hutan mangrove kita telah banyak yang berkurang. Konversi lahan yang dilakukan oleh manusia terhadap areal hutan mangrove sebagai tambak, areal pertanian dan pemukiman menyebabkan luas lahan hutan mangrove terus berkurang. Selain itu, pemanfaatan hutan mangrove yang tidak bertanggung jawab sebagai bahan bangunan, kayu bakar, dan juga arang memberi kontribusi yang tidak sedikit terhadap kerusakan hutan mangrove.
4. Pencemaran lingkungan laut dan dampak pencemaran laut merupakan akibat perbuatan manusia. Aktivitas manusia sehari-hari merupakan penyebab utama terjadinya polusi laut dunia. Lebih dari 80 persen polusi laut berasal dari aktivitas yang terjadi di darat. Mulai dari hancurnya terumbu karang, penumpukan sampah, timbunan zat kimia berbahaya, sampai peningkatan suhu permukaan laut sehingga mengakibatkan tidak seimbangnya ekosistem yang ada di laut.
Berton-ton sampah yang dibuang ke sungai setiap harinya, yang akhirnya bermuara ke laut, pembuangan limbah-limbah dan zat-zat kimia oleh pabrik dan kebocoran kapal tanker merupakan faktor-faktor yang menyebabkan pencemaran laut yang diakibatkan oleh manusia. Pencemaran minyak di laut juga merusak ekosistem mangrove. Minyak tersebut berpengaruh terhadap sistem perakaran mangrove yang berfungsi dalam pertukaran CO2 dan O2 di mana akar tersebut akan tertutup minyak sehingga kadar oksigen dalam akar berkurang.
Jika minyak mengendap dalam waktu yang cukup lama akan menyebabkan pembusukan akar mangrove yang berakibat kematian pada tumbuhan mangrove tersebut.
5. Di beberapa daerah wilayah pesisir sudah terlihat adanya degradasi dari hutan mangrove akibat penebangan hutan mangrove yang melampaui batas kelestariannya. Hutan mangrove telah diubah menjadi berbagai kegiatan pembangunan seperti perluasan areal pertanian, pengembangan budidaya pertambakan, pembangunan dermaga, dan lain sebagainya.
Seharusnya kegiatan pembangunan tidak perlu merusak ekosistem pantai dan hutan mangrove, asalkan mengikuti penataan yang rasional, yaitu dengan memperhatikan segi-segi fungsi ekosistem pesisir dan lautan dengan menata sepadan pantai dan jalur hijau dan mengonservasi jalur hijau hutan mangrove untuk perlindungan pantai, pelestarian siklus hidup biota perairan pantai (ikan dan udang, kerang, penyu), terumbu karang, rumput laut.
6. Ekosistem hutan mangrove harus dilestarikan karena dapat menyerap logam berat dari perairan, mengurangi abrasi, mengurangi pencemaran dari industri, sampah, juga merupakan sumber daya alam yang memberikan banyak keuntungan bagi manusia, berjasa untuk produktivitasnya yang tinggi serta kemampuannya memelihara alam.
Akhir kata, hutan mangrove sangat penting terhadap lingkungan karena hutan mangrove memiliki peranan atau fungsi yang penting berupa fungsi fisik, fungsi kimia, fungsi biologi, fungsi ekonomi, dan fungsi wisata. Apabila hutan mangrove rusak atau bahkan hilang, banyak kerugian yang harus ditanggung manusia ataupun makhluk hidup lainnya serta lingkungan.
Pencemaran misalnya, yang terjadi di laut maupun di daratan dapat mencapai kawasan mangrove karena habitat ini merupakan ekosistem antara laut dan daratan. Bahan pencemar seperti minyak, logam berat, sampah, dan limbah industri dapat menutupi akar mangrove sehingga mengurangi kemampuan respirasi dan osmoregulasi tumbuhan mangrove, dan pada akhirnya menyebabkan kematian seperti moluska, kepiting, ikan, udang, dan biota lainnya dan kerusakan pantai, dan lain-lainnya.
Jika hutan mangrove rusak dan sudah tidak membuat nyaman semua mahluk hidup termasuk hidup anak cucu dan cicit kita, siapa yang harus dipersalahkan?
Mungkin ada baiknya kita merenung sejenak dan berusaha menyimak kutipan sebagai berikut: we abuse land because we regard it as a commodity belonging to us. When we see land as a community to which we belong, we may begin to use it with love and respect. (Kita menyalahgunakan lahan karena kita menganggapnya sebagai komoditas milik kita. Bila kita melihat lahan sebagai komunitas tempat kita berada, mungkin kita mulai menggunakannnya dengan cinta dan rasa hormat).
Harusnya ungkapan ini memantik kesadaran kita menjaga kelestarian hutan mangrove sang penjaga abrasi daratan dari laut, menjaga kelestarian alam kita agar selalu memberikan berkah kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dan yang terpenting menjaga bumi agar tak tersakiti.
Bukankah nature's beauty is a gift that cultivates appreciation and gratitude, atau keindahan alam adalah anugerah yang menumbuhkan penghargaan dan rasa syukur?
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: