Kredit Foto: Rahmat Dwi Kurniawan
Pagi belum terlalu tinggi ketika Raka (28) menuntun motor listriknya keluar dari kontrakan kecil di gang sempit Jalan Malaka Baru, Pondok Kopi, Duren Sawit, Jakarta Timur. Cahaya matahari yang miring menyusup di antara jemuran tetangga dan kabel listrik yang menjuntai di atas kepala.
Di depan pintu, sang istri berdiri sambil menggandeng putri kecil mereka yang masih balita, rambutnya berkibar pelan terkena angin pagi.
Raka tidak langsung menstarter kendaraannya. Ia membungkuk sebentar, memeriksa panel indikator di dashboard motor listriknya, sebuah ritual kecil yang ia lakukan setiap hari sebelum ia berangkat bekerja. Level baterai, kondisi sistem, dan kemulusan panel menjadi hal yang menentukan bagaimana 13 jam hidupnya ke depan akan berjalan.
“Sebelum berangkat pasti saya cek dulu. Pastikan baterai cukup buat mulai perjalanan panjang hari itu,” ujarnya pada Warta Ekonomi saat diwawancari secara langsung, Selasa (2/12/2025).
Sudah hampir tiga tahun ia menggantungkan nafkah pada kendaraan tanpa knalpot dan tanpa raungan mesin itu. Setiap hari, Raka menembus jalanan kota, menghabiskan waktu rata-rata 13 jam, dari pagi hingga hampir tengah malam.
Jarak tempuhnya bisa mencapai 200 kilometer per hari, baik mengantar makanan, mengantar penumpang, hingga perjalanan antarkota pendek.
“Ya biasanya mulai kerja jam 10.00 pagi sampai 23.00, sekitar 13 jam. Tergantung kondisi juga. Misalnya capek ya istirahat, nggak ngoyo banget,” tuturnya.
Dengan postur tubuh kurus tinggi. Motor listrik yang ia pilih terasa ringan dan gesit, cocok dengan karakter fisiknya dan cara ia bermanuver di kemacetan ibu kota.
Raka sudah mencoba tiga merek berbeda dalam perjalanan kariernya sebagai pengemudi ojek online berbasis motor listrik. “Ini kendaraan tempur saya,” katanya, tersenyum sambil menepuk bodi motor itu dengan bangga.
Yang membuatnya memilih motor listrik bukan hanya karena ia mengikuti tren atau penasaran dengan teknologi baru. Baginya, keputusan itu sangat rasional, biaya operasionalnya jauh lebih rendah daripada motor bensin.
Raka sudah tidak lagi memikirkan biaya servis bulanan, ganti oli, atau tune up rutin. Namun rahasia terbesar efisiensi itu terletak pada baterai dan layanan penukarannya.
“Selama ini yang saya tahu ada pembelian baterai yang unlimited, itu seharga 25 ribu sehari. Jadi bebas kita mau ganti berapa kali baterai gitu,” jelasnya.
Baca Juga: PLN–Indosat Percepat Ekosistem EV Lewat Digitalisasi SPKLU
Dua puluh lima ribu rupiah per hari untuk jarak operasional sejauh 200 kilometer, tanpa harus membeli bensin. Bagi Raka, selisih pengeluaran itu sama saja dengan menambah pendapatan bersih tiap bulan. Ia menilai motor listrik adalah titik temu sempurna antara kenyamanan, efisiensi, dan peluang kerja.
Selain irit biaya, kenyamanan motor listrik juga menjadi nilai tambah penting. Minimnya getaran mesin membuat perjalanan panjang tidak terasa menyiksa. Bagi penumpang, pengalaman menumpang motor listrik terasa lebih mulus dan halus.
“Posisi riding enak, getaran juga minim. Itu penting banget buat kerja lama,” ujarnya.
Pendapatan Raka pun cukup stabil. “Kalau hasil tergantung situasi ya, situasi orderan juga. Paling minim ya 250 ribu. Tapi kalau kita mau push benar-benar nge-push, ya bisa sampai 400–500 ribu,” katanya.
Jakarta Mulai Siap, Penyangga Masih Tertinggal
Raka mengaku beruntung karena fasilitas penukaran baterai di wilayah DKI Jakarta sudah memadai. Ia jarang mengalami kesulitan mencari titik swap terdekat. Namun cerita berbeda muncul saat pekerja ojol seperti dirinya mendapat orderan ke wilayah penyangga: Bekasi, Cikarang, Tangerang, atau Bogor.
“Kalau di Jakarta mah aman. Tapi jujur kalau di sekitaran Bekasi, Cikarang, Tangerang, Bogor, itu fasilitas penukaran baterainya masih kurang. Ya harapannya sih bisa menyebar ke seluruh Indonesia. Biar kita pekerja ojol juga di daerah-daerah lain bisa ngerasain pakai motor listrik yang operasionalnya bisa dipangkas banget dibanding motor bensin,” ucapnya.
Baca Juga: Tanggapi Polemik BEV vs ICE, ENTREV Paparkan Keunggulan Operasional Mobil Listrik
Keluhan seperti Raka bukan hal baru. Seiring pertumbuhan pengguna motor listrik, tantangan pemerataan infrastruktur pengisian daya menjadi isu besar dalam ekosistem kendaraan listrik (EV) di Indonesia.
Namun, gayung bersambut, PT PLN (Persero) sebagain perusahaan negara yang diberi mandat menyediakan tenaga listrik menegekaskan kesiapannya mempercepat pembangunan jaringan pengisian daya nasional.
Giat PLN dalam mendukung kendaraan listrik merupakan pelaksanaan amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 dan Perpres Nomor 79 Tahun 2023. Dalam berbagai kesempatan, Direktur Utama PLN menegaskan komitmen perseroan untuk memperkuat ekosistem EV di Indonesia.
“Sejalan dengan penugasan pemerintah, perseroan akan terus memacu semangat kerja kolaborasi demi mencapai ekosistem kendaraan listrik yang tak hanya ideal tapi juga tangguh,” katanya dalam keterangan resmi.
Menurutnya, kendaraan listrik memegang peran krusial untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) 2060, bahkan lebih cepat. Selain nol emisi, penggunaan energi domestik tanpa impor seperti BBM diyakini mampu menciptakan multiplier effect besar dalam perekonomian nasional.
“Kita ingin keluar dari ketergantungan terhadap energi beremisi tinggi. Dari polusi menuju energi yang lebih bersih dan berkelanjutan. Kendaraan listrik adalah solusi, bukan hanya dari sisi lingkungan tetapi juga efisiensi biaya. Lebih penting lagi, kita bisa mengurangi impor BBM,” tegasnya.
Ekosistem Butuh Gotong Royong
Meski demikian, PLN menyadari ekosistem kendaraan listrik tidak bisa dibangun sendirian. Kolaborasi menjadi kunci. Dalam beberapa tahun terakhir, PLN membuka berbagai skema kemitraan untuk pembangunan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU).
Baca Juga: PLN Indonesia Power Sukses Ekspansi Global Lewat Layanan MRO Berstandar Internasional
Skema yang ditawarkan beragam: franchise, kemitraan teknis, hingga penyediaan tarif listrik khusus. Stimulus khusus juga diberikan untuk mendorong masyarakat atau pelaku usaha terjun membangun infrastruktur EV, seperti diskon 50 persen biaya pasang baru atau tambah daya bagi penyedia charger.
Tak hanya itu, PLN memberikan tarif listrik curah bagi mitra SPKLU sebesar 1.444,7/kWh, sedangkan tarif untuk pelanggan di SPKLU ditetapkan 2.466,78/kWh.
Bagi masyarakat yang ingin praktis, PLN juga menyediakan layanan Home Charging Services (HCS) yang merupakan pengisian daya dari rumah dengan perangkat khusus yang dipasang PLN.
Ada pula berbagai promo seperti diskon 30% pengisian daya HCS mulai pukul 22.00–05.00 serta diskon hingga 98% tambah daya bagi pemilik mobil listrik.
Hasilnya mulai terlihat. Hingga November 2025, PLN bersama mitra telah mengoperasikan 4.401 unit SPKLU di 2.700 lokasise-Indonesia
Jumlah ini melonjak drastis dibanding tahun-tahun sebelumnya:
- 2022: 570 unit
- 2023: 1.081 unit
- 2024: 3.233 unit
Minat terhadap Home Charging Services (HCS) (layanan pemasangan fasilitas pengisian daya di rumah) juga menunjukkan pertumbuhan yang sangat besar:
- 2022: 881 unit
- 2023: 9.393 unit
- 2024: 28.356 unit
Geliat Pengguna EV dan Proyeksi Pertumbuhan
Transformasi yang didorong PLN dan pemerintah nyatanya berbuah manis. Direktur Retail dan Niaga PLN, Adi Prianto, menyebutkan bahwa minat masyarakat untuk beralih ke kendaraan listrik terus mengalami pertumbuhan yang signifikan. Hingga saat ini, jumlah kendaraan listrik roda empat telah mencapai 98 ribu unit, dan pada tahun 2026 diproyeksikan menyentuh 130 ribu unit.
Baca Juga: Produsen Mobil EV Keenakan Dimanja Pemerintah China, Tak Sadar Terjadi Kanibalisasi Mobil Bensin
Untuk kendaraan listrik roda dua, angkanya bahkan lebih mencolok telah mencapai 250 ribu unit, dan diproyeksikan menembus 2 juta unit pada 2030.
Angka yang besar ini menunjukkan bahwa masyarakat secara perlahan mulai melepaskan ketergantungan pada kendaraan berbahan bakar minyak.
Seiring pertumbuhan itu, PLN berkomitmen terus meningkatkan jumlah pengisian daya hingga mencapai rasio ideal 1 SPKLU : 17 kendaraan listrik, angka yang disebut setara dengan rata-rata perbandingan infrastruktur pengisian daya di negara-negara Eropa.
Pengembangan infrastruktur pun tak berhenti pada kuantitas. Pengisian daya kini hadir semakin canggih dan cepat dengan model fast charging hingga ultra fast charging. PLN bahkan telah membangun pusat-pusat SPKLU besar di sejumlah titik strategis, seperti:
- Rest Area KM 10,6 Tol Jagorawi, Cibubur
- Kantor PLN UID Jakarta Raya, Gambir
- Rest Area 319B Pemalang, Jawa Tengah
- Rest Area 228A, Cirebon, Jawa Barat
- PLN UP3 Cirebon
- Rest Area 38B Tol Jagorawi
- Surapati, Bandung
- PIK 2, Jakarta Utara
Pada awal November 2025, Adi Prianto meresmikan dua SPKLU Center pertama di Jakarta. Dalam sambutannya ia kembali menegaskan visi besar PLN.
“Kita ingin keluar dari ketergantungan terhadap energi beremisi tinggi. Dari polusi menuju energi yang lebih bersih dan berkelanjutan. Kendaraan listrik adalah solusi, bukan hanya dari sisi lingkungan tetapi juga efisiensi biaya,” ucap Adi saat meresmikan SPKLU Center di Jagorawi Senin (2/11/2025).
Inovasi PLN tidak hanya dibangun melalui infrastruktur fisik, tetapi juga melalui transformasi digital. Sejak 2020, perseroan melakukan modernisasi besar-besaran lewat platform PLN Mobile, sebuah aplikasi super yang mengintegrasikan berbagai layanan kelistrikan, termasuk layanan kendaraan listrik yang dikenal sebagai Electric Vehicle Digital Services (EVDS).
Lewat EVDS, pengguna EV dapat:
- mencari lokasi SPKLU terdekat,
- mengecek ketersediaan charger,
- merencanakan rute perjalanan,
- mengajukan pemasangan Home Charging,
- mengakses marketplace kendaraan listrik,
- hingga menikmati berbagai diskon dan promo terkait EV.
Digitalisasi ini penting untuk menepis kekhawatiran masyarakat tentang kerumitan menggunakan kendaraan listrik. PLN ingin layanan EV bisa diakses dari ujung jari, mudah, dan tanpa hambatan.
Apresiasi dari Akademisi: PLN Jadi Tulang Punggung Ekosistem
Komitmen PLN membangun ekosistem EV menuai apresiasi dari banyak pihak, termasuk akademisi. Ketua Pusat Kajian Ketahanan Energi untuk Pembangunan Berkelanjutan Universitas Indonesia (PUSKEP UI), Ali Ahmudi, menilai PLN telah menjadi aktor kunci dalam percepatan elektrifikasi transportasi di Indonesia.
“Kalau peran serta PLN terkait program pengembangan electric vehicle ini ya, kendaraan listrik ini ya. Saya kira PLN sudah menunjukkan komitmen untuk berpartisipasi secara aktif dan bahkan menjadi tulang punggung dari program ini,” ujarnya pada Warta Ekonomi, Senin (1/12/2025).
Ia menilai jumlah SPKLU dan keandalan penyediaan energi PLN dalam beberapa tahun terakhir menjadi bukti nyata keseriusan tersebut.
“Nah, itu adalah satu bukti nyata bahwa PLN juga mengembangkan secara serius SPKLU untuk menopang adanya pengembangan kendaraan listrik,” katanya.
Baca Juga: 6.000 Pasien Terbantu, PLN UIP JBT Gulirkan Satu Atap Kebaikan di Jawa Barat
Ali juga menyoroti pentingnya keberadaan teknologi fast charging dan ultra fast charging bagi masyarakat. Menurutnya, kecepatan pengisian yang kian membaik akan menjadi dorongan signifikan bagi calon pengguna EV.
“Sekarang sudah ada fast charging. Sudah ada baterai tertentu yang dicas-nya cepat. Dan juga ada SPKLU tertentu yang menyediakan fast charging. Jadi masyarakat tak ragu, oh kalau ngisi cepat nggak kalah kayak BBM,” jelasnya.
Namun ia mengingatkan bahwa ekosistem EV tidak akan terbentuk bila hanya mengandalkan PLN saja atau hanya satu pihak tertentu. Produsen kendaraan juga harus menghadirkan baterai yang terjangkau, aman, dan memiliki durabilitas tinggi.
“Kalau hanya mengandalkan satu PLN doang, atau mengandalkan pabrikan kendaraan ya itu nggak akan terbentuk ekosistemnya. Pada akhirnya masyarakat was-was dan kembali kepada kendaraan konvensional yang berbahan bakar minyak,” ujarnya.
Ia juga mengapresiasi kebijakan pemerintah yang memberikan pajak lebih murah bagi pengguna EV.
“Memang kendaraan listrik ini sejalan dengan program untuk transisi energi khususnya dikaitkan dengan pencapaian Net Zero Emission Indonesia 2060.”
Pendapat Asosiasi: Insentif Non-Fiskal Harus Ditambah
Dukungan terhadap EV juga datang dari pihak asosiasi. Sekretaris Jenderal Asosiasi Ekosistem Mobil Listrik (AEML), Rian Ernest, menyatakan bahwa pemerintah perlu memperluas pemberian insentif non-fiskal.
Baca Juga: Industri Otomotif Nasional Akan Diberi Insentif dari Pemerintah
Menurutnya, beberapa negara terbukti berhasil mempercepat elektifikasi transportasi berkat insentif non-fiskal yang kuat—seperti regulasi khusus jalur cepat, prioritas parkir, hingga keringanan biaya administrasi.
“Di beberapa negara lain yang kita lihat itu berjalan dengan baik insentif non-fiskal. Dan saya pikir ini hal yang baik juga buat kita karena enggak memerlukan fiskal negara,” ujarnya pada Warta Ekonomi saat ditemui di Jakarta Rabu (12/11/2025).
Rian menilai langkah tersebut akan mempercepat penurunan emisi nasional tanpa perlu “mengorbankan” APBN.
Pemerintah: EV sebagai Strategi Mengatasi Polusi dan Membangun Industri
Upaya mempercepat transisi kendaraan listrik mendapat dukungan penuh dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menyebut bahwa elektrifikasi transportasi merupakan langkah strategis untuk menekan polusi, terutama di wilayah metropolitan seperti DKI Jakarta.
“Transformasi fundamental dapat dijalankan melalui elektrifikasi alat transportasi masyarakat, sehingga mampu menekan emisi gas buang, khususnya di Jakarta,” ujarnya.
KLH melihat bahwa peningkatan kualitas udara menjadi isu nasional yang tidak bisa ditunda, dan EV adalah solusi yang paling siap diterapkan sekarang.
Di sisi lain, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melihat EV bukan hanya sebagai tren lingkungan, tetapi juga kesempatan ekonomi. Juru bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief, menyoroti pentingnya insentif otomotif untuk menjaga keberlangsungan industri, terutama untuk produsen lokal.
Menurutnya, penjualan kendaraan EV impor terus meningkat, sementara produksi dalam negeri masih perlu didorong.
“Penurunan tajam penjualan kendaraan bermotor roda empat jauh di bawah angka produksinya di kala penjualan kendaraan EV impor naik tajam adalah fakta yang tidak bisa dihindari,” katanya.
Ia menegaskan bahwa insentif baik fiskal maupun non-fiskal adalah instrumen krusial untuk menjaga daya beli masyarakat dan membantu industri otomotif nasional tetap kompetitif.
Hilirisasi sebagai Kunci Masa Depan Energi Indonesia
Upaya mempercepat penggunaan kendaraan listrik tidak hanya berhenti pada penyediaan infrastruktur charging atau pemberian insentif bagi konsumen. Pemerintah juga tengah membangun tulang punggung paling fundamental dalam ekosistem EV yakni industri baterai nasional.
Indonesia punya modal besar untuk bersaing di industri ini. Cadangan nikel yang melimpah, salah satu komponen utama dalam produksi baterai berbasis NMC (nickel manganese cobalt) membuat Indonesia berada pada posisi strategis untuk menjadi pusat produksi baterai dunia.
Pemerintah optimistis bahwa hilirisasi nikel mampu menciptakan multiplier effect yang signifikan bagi perekonomian, mulai dari peningkatan nilai tambah, penciptaan lapangan kerja, hingga penguatan rantai pasok industri energi masa depan.
Presiden Prabowo Subianto menegaskan pentingnya hilirisasi tersebut dalam Groundbreaking Ecosystem Industri Baterai Kendaraan Listrik Terintegrasi Konsorsium ANTAM, IBC, dan CBL di Karawang, Jawa Barat.
Dalam pidatonya, Presiden Prabowo menyampaikan bahwa kunci pembangunan bangsa tidak hanya terletak pada pemanfaatan sumber daya alam, tetapi kemampuan mengolahnya menjadi produk bernilai tinggi.
“Kunci daripada pembangunan suatu bangsa adalah memang kemampuan bangsa itu mengolah sumber alam menjadi bahan yang bermanfaat dan punya nilai tambah tinggi sehingga bisa mendorong kemakmuran dan kesejahteraan,” katanya pada Minggu (29/6/2025).
Ia menegaskan bahwa cita-cita hilirisasi bukan hal baru. Tokoh-tokoh pendiri bangsa, termasuk Presiden pertama Indonesia, Bung Karno, sudah lama menggagas pentingnya industrialisasi agar Indonesia tidak terus-menerus menjadi eksportir bahan mentah.
“Dari Bung Karno sudah bercita-cita hilirisasi dan presiden-presiden kita selanjutnya juga melaksanakan hilirisasi,” ujarnya.
Presiden Prabowo kemudian menggambarkan perjalanan bangsa Indonesia sebagai sebuah *long march* yang penuh liku, penuh pengorbanan, dan kini memasuki babak baru: perjuangan memakmurkan rakyat melalui energi bersih.
“Sekarang ini perjuangan kita untuk mengisi kemerdekaan. Dan ground breaking ini bukti kita bisa bermitra dengan saudara-saudara kita dari Tiongkok. Program ini termasuk terobosan luar biasa,” tegasnya.
Baca Juga: Industri Nikel Makin Tangguh, MIND ID Jadi Penopang Utama Hilirisasi Nasional
Proyek yang dimaksud adalah pembangunan fasilitas produksi baterai berkapasitas 15 gigawatt hour (GWh) per tahun, dijalankan oleh PT Contemporary Amperex Technology Indonesia Battery (CATIB). Baterai yang diproduksi diproyeksikan dapat memenuhi kebutuhan untuk 250–300 ribu kendaraan listrik, sekaligus menghemat hingga 300 ribu kiloliter BBM setiap tahun.
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menyebut pabrik ini sebagai fondasi penting dalam strategi energi nasional.
“Ini bagian dari strategi energi nasional untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa hilirisasi mineral dari nikel, bauksit, mangan, hingga komoditas lainnya telah masuk dalam 18 proyek prioritas nasional yang tengah difinalisasi oleh pemerintah.
“Indonesia akan menjadi pionir dalam pembangunan ekosistem baterai kendaraan listrik yang terintegrasi dari hulu hingga hilir,” kata Bahlil optimistis.
PLN sebagai Tulang Punggung Industri Baterai
Dalam proyek besar tersebut, PLN kembali memainkan peran krusial. Untuk mendukung operasional pabrik baterai CATIB, PLN menyuplai daya sebesar 55,4 megavolt ampere (MVA)** ke kawasan industri di Karawang.
Baca Juga: Pemerintah Percepat Pengembangan Ekosistem Baterai Kendaraan Listrik
Dalam konteks ekosistem EV nasional, peran ini sangat strategis. Tanpa pasokan energi yang stabil dan berkualitas, industri baterai tidak akan mampu beroperasi optimal. PLN, yang sejak awal mengemban mandat transisi energi, kini menjadi penopang tidak hanya sektor hilir seperti SPKLU, tetapi juga sektor hulu industri baterai.
Bagi pemerintah, keberhasilan operasional pabrik baterai adalah langkah penting menuju kemandirian energi. Presiden Prabowo bahkan menyebut bahwa baterai akan menjadi komponen kunci dalam melengkapi ambisi swasembada energi nasional.
“Lima tahun, paling lambat enam tahun, kita bisa swasembada energi. Salah satu jalan kita menuju swasembada energi adalah listrik dari tenaga surya. Dan listrik dari tenaga surya kuncinya adalah baterai,” tegasnya.
Dengan masuknya PLN dalam rantai besar energi terbarukan dan industri baterai, Indonesia mulai menapaki jalur transisi yang lebih solid.
Industri Otomotif dan Tantangan Transisi
Meski tren EV menunjukkan pertumbuhan, Kementerian Perindustrian mengingatkan bahwa sektor otomotif nasional masih menghadapi tantangan besar. Penjualan mobil konvensional menurun tajam, sementara mobil listrik impor justru naik signifikan, sebuah paradoks yang menunjukkan ketimpangan antara produksi lokal dan permintaan pasar.
Baca Juga: CATL China Merasakan Betapa Beratnya Syarat Bikin Pabrik Baterai Mobil di Eropa
Menurut Febri Hendri Antoni Arief, indikator kesehatan industri otomotif tidak hanya diukur dari besarnya investasi, tetapi dari kuatnya penjualan kendaraan ke pasar domestik.
“Penjualan kendaraan EV impor naik tajam adalah fakta yang tidak bisa dihindari,” ujarnya.
Karena itu, Kemenperin menegaskan bahwa insentif otomotif untuk 2026 akan diarahkan ke segmen menengah-bawah, dengan basis nilai TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri). Makin tinggi kandungan lokal, makin besar peluang insentif diberikan.
Insentif dianggap penting bukan hanya untuk pabrikan, tetapi juga bagi masyarakat. Penurunan harga menjadi salah satu faktor kunci untuk meningkatkan adopsi kendaraan listrik secara luas.
Indonesia Menuju Ekonomi Energi Baru
Dengan seluruh elemen ini baik ekspansi SPKLU, digitalisasi layanan EV, hilirisasi nikel, pembangunan pabrik baterai, dan kebijakan lintas kementerian Indonesia tengah membangun pondasi untuk ekonomi energi baru. Dalam kerangka besar, transisi energi bukan hanya proyek lingkungan, tetapi investasi jangka panjang untuk mengurangi impor BBM, memperkuat industri nasional, hingga mencapai kemandirian energi.
Baca Juga: KEK Industropolis Batang Perkuat Kerja Sama Investor EV dan Medis Tiongkok
Namun sejauh apa perubahan ini terasa bagi masyarakat? Di level makro, perubahan struktural ini memang monumental. Tetapi bagi orang-orang seperti Raka, transisi energi adalah sesuatu yang terasa nyata di genggaman tangan: di pegangan gas motor listrik yang ia gunakan setiap hari untuk mencari nafkah.
Kembali ke Raka: Transisi Energi yang Menyentuh Kehidupan
Matahari mulai meninggi saat Raka akhirnya menstarter motor listriknya. Putrinya melambaikan tangan kecilnya, sementara sang istri menutup pintu kontrakan perlahan. Raka mengenakan helm, menarik napas pelan, dan mulai memasuki jalanan yang sudah mulai padat.
Baginya, motor listrik bukan sekadar alat transportasi. Ia adalah medium pergerakan hidup: cara untuk menafkahi keluarga, cara untuk bertahan di kota yang keras, sekaligus cara untuk mengurangi biaya operasional yang dulu begitu berat ketika ia masih memakai motor bensin.
“Kalau bisa fasilitas listriknya makin luas, makin merata,” katanya. “Biar bukan cuma ojol Jakarta saja yang dapat manfaatnya. Teman-teman di daerah lain juga harus bisa ngerasain”.
Pada titik inilah, cerita Raka menjelma menjadi potret kecil dari perubahan besar Indonesia. Di tengah ambisi negara mengejar ekosistem energi bersih, kehidupan sehari-hari masyarakat seperti Raka menjadi barometer utama keberhasilan transisi listrik. Infrastruktur boleh tumbuh, pabrik baterai bisa berdiri megah, regulasi terus disempurnakan. Namun semua itu pada akhirnya harus kembali menjawab satu hal: apakah hidup masyarakat menjadi lebih baik?
Dan pada pagi yang pelan di Malaka Baru itu, jawabannya terlihat jelas. Raka menarik gas motor listriknya dan melaju lincah melewati kemacetan Jakarta mewakili jutaan harapan bahwa masa depan energi Indonesia bukan hanya lebih bersih, tetapi juga lebih manusiawi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Djati Waluyo