Sumber Konflik dan Potensi Ekonomi Laut Natuna
Sebenarnya, apa yang menjadi sumber konflik kepentingan? Laut China Selatan menjadi sumber konflik antara negara-negara Asia Tenggara dan China. Penyebabnya batas laut antarnegara di kawasan tersebut saling tumpang tindih. Misalnya, garis batas China (nine dash line) melewati Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sejumlah negara. Padahal, pengukuran ZEE telah ditetapkan dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).
Selain itu, banyak negara yang saling mengklaim sebagai pemilik pulau-pulau tak berpenghuni di Laut China Selatan, di antaranya Kepulauan Spratly, Paracel, dan Scarborough. Selain disebabkan oleh batas laut antar-negara, sengketa di laut Natuna terjadi karena potensi ekonomi di Laut China Selatan dan Laut Natuna Utara yang besar. Laut di kawasan ini memiliki beragam biota laut.
Baca Juga: Pantes China Ngiler. Jadi Ini Kekayaan Biota Laut yang Ada di Natuna
Menurut data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), potensi perikanan di perairan Selat Karimata, Laut Natuna, Laut China Selatan seperti ikan (667,8 ribu ton), udang dan lobster (63,8 ribu ton), cumi-cumi (23,5 ribu ton), serta kepiting dan rajungan (12 ribu ton). Lautan itu pun menjadi pusat perlintasan dagang dengan nilai mencapai US$3,37 triliun pada 2016. Tiongkok menjadi penyumbang paling besar, yaitu US$874 miliar. Sementara itu, perdagangan Indonesia di Laut China Selatan mencapai 84 persen dari total ekspornya.
Pengelolaan Berkelanjutan Sumber Daya Kelautan
Berkaca dari sumber konflik di Pulau Natuna, upaya yang harus kita lakukan adalah mengelola potensi sumberdaya laut Indonesia (termasuk Natuna) yang tergolong sangat melimpah, secara optimal dan berkelanjutan. Makna berkelanjutan merupakan suatu proses pengelolaan dan eksploitasi sumberdaya alam, tujuan investasi, orientasi pengembangan teknologi dan perubahan institusional, secara terintegrasi dan harus berkembang secara serasi dan seimbang untuk memperbesar potensi di masa kini dan masa depan dalam upaya memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia.
Prinsip dasar pengelolaan (atau pembangunan) berkelanjutan yang diterima World Commission on Environment dan Development (1987) menyatakan bahwa generasi sekarang harus memenuhi kebutuhannya tanpa mengorbankan kemampuan generasi-generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan mereka masing-masing.
Pembangunan yang berkelanjutan mengandung dua konsep yang amat penting (Luhulima, 1998). Pertama, konsep kebutuhan terutama kebutuhan dasar orang-orang miskin yang harus mendapat prioritas utama. Kedua, ide batasan yang dipaksakan oleh tingkat perkembangan teknologi dan organisasi sosial atas kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan masa depan.
Kenapa harus dikelola secara optimal dan berkelanjutan? Indonesia memiliki banyak sekali pulau-pulau kecil yang membuat Indonesia menjadi negara kepulauan. Dengan banyaknya pulau, membuat potensi kelautan Indonesia yang besar telah mencapai 70 persen dari wilayah NKRI secara keseluruhan. Beragamnya wilayah kelautan dan luasnya perairan laut Indonesia mendatangkan potensi ekonomi yang cukup signifikan, sekaligus penjarahan yang mengganggu keamanan dan menguras kekayan biota laut di dalamnya.
Melihat kenyataan ini, pemerintah kemudian mengeluarkan kebijakan pengawasan dan pengendalian sumberdaya kelautan dan perikanan untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya laut secara bertanggung jawab agar setiap potensi kelautan yang dimiliki bisa dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan.
Namun demikian, potensi tersebut sampai saat ini belum mampu memberikan kesejahteraan yang memadai bagi seluruh masyarakat nelayan sebagai pelaku utama dalam pemanfaatan sumber daya hayati laut. Dalam konteks pemanfaatan untuk tujuan pembangunan nasional terdapat tiga wilayah perairan laut di Indonesia yang belum dimanfaatkan secara baik, yaitu perairan ZEEI, Perairan Kawasan Timur Indonesia, dan wilayah laut perbatasan (Dahuri, 2006).
Berbeda halnya dengan Kawasan Barat Indonesia (KBI), Kawasan Timur Indonesia (KTI) didominasi oleh laut dengan berbagai potensi peruntukannya seperti perikanan, perhubungan, pertambangan, dan energi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: