Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mencermati Alasan Negara-negara Barat Merasakan Dampak Lebih Parah dari Virus Corona

Mencermati Alasan Negara-negara Barat Merasakan Dampak Lebih Parah dari Virus Corona Kredit Foto: Reuters/Remo Casilli

2. Pengetesan yang luas, teknologi digital dan komunikasi

Korea Selatan, Singapura dan Hong Kong, yang sempat sukses dianggap memerangi penyebaran COVID-19, memiliki satu kesamaan: pengujian yang ketat dan penelusuran kontak.

Ada satu tahap di mana Korea Selatan memiliki jumlah kasus tertinggi di luar China, tetapi negara itu berhasil mengendalikan penyebaran dan sedang menguji hampir 20.000 orang per hari pada pertengahan Maret.

Korea Selatan juga telah mendirikan pusat pengujian dengan metode 'drive-through' dan memberlakukan teknologi pelacakan digital, termasuk rekaman CCTV, transaksi kartu kredit, dan data lokasi smartphone, untuk memantau pasien yang potensial terjangkit.

Serupa dengan Korea Selatan, strategi peredaman wabah di Singapura juga melibatkan pengujian kontak orang yang terinfeksi, yang memungkinkan negara pulau itu untuk mengidentifikasi banyak kasus tanpa gejala.

Tingkat kematian Singapura juga berkisar 0,1 persen, yang menurut Profesor Ooi disebabkan oleh proses penyaringannya.

"Alasan mengapa tingkat fatality di Singapura rendah bukan karena kami lebih sehat atau bugar ... tetapi faktanya adalah kami mendeteksi lebih banyak kasus," jelasnya.

Namun, ia juga mengakui bahwa "Singapura tidak melakukan segalanya dengan benar", karena kasus-kasus di negara ini baru-baru ini meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi sekitar 11.200, dengan banyak dari mereka yang baru terinfeksi adalah pekerja migran yang tinggal di asrama.

Sebaliknya, Inggris memiliki tingkat pengujian yang relatif rendah yaitu 8.200 per juta populasi atau kira-kira setengah dari Singapura yang melakukan 16.203 tes per sejuta orang, menurut Worldometer, sebuah situs web yang mengumpulkan statistik coronavirus.

Menurut BBC, pengujian juga belum tersedia bagi kebanyakan orang. Kriteria kelayakan dites hanya baru-baru ini saja diperluas di luar pekerja kesehatan menjadi pekerja garis depan lainnya seperti polisi, petugas pemadam kebakaran dan petugas penjara.

3. 'Rela menyerahkan diri pada pemimpin'

Ada juga faktor lain mengapa banyak negara Asia bisa menangani pandemi secara lebih efektif, seperti faktor budaya dan politik.

Lee Sung-yoon, seorang profesor hubungan internasional di Tufts University, mengatakan tradisi Konfusianisme di negara-negara, seperti China, Korea Selatan, dan Singapura memberi "tangan yang lebih bebas dalam menjalankan otoritas sebagai negara paternalistik" selama keadaan darurat.

"Dalam peradaban Konfusianisme … penghormatan terhadap otoritas, stabilitas sosial, konformitas, kebaikan masyarakat dan bangsa yang ada di atas individualisme … adalah faktor perbaikan dalam masa krisis nasional," katanya.

"Kebanyakan orang rela menyerahkan diri pada pemimpin dan sedikit mengeluh."

Lee mengatakan penggunaan gelang pelacak untuk mengontrol karantina virus corona di Hong Kong dan Korea Selatan kemungkinan tidak akan diterima di negara-negara barat, seperti di Italia atau Swedia.

"Dalam demokrasi yang maju, yang belum dialami satupun negara Konfusianisme termasuk Jepang, Korea Selatan, Taiwan, melakukan tindakan paksaan pada fase awal epidemi, seperti larangan keluar di Diamond Princess saat infeksi virus menyebar, atau lockdown puluhan juta orang di Wuhan dan sekitarnya … tidak akan ditoleransi," katanya.

Di seluruh Amerika Serikat, pengunjuk rasa telah turun ke jalan untuk memprotes perintah lockdown, dengan demonstrasi terbaru terjadi di Texas, Indiana dan Wisconsin akhir pekan lalu.

Profesor Hunter mengatakan dia menduga budaya juga berperan dalam cara penyebaran virus.

"Di Jepang, kamu membungkuk di kejauhan, dan kamu tidak benar-benar berjabat tangan," ujarnya, "orang-orang tampaknya menjaga diri mereka sedikit lebih tertutup di Jepang daripada di negara-negara lainnya."

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: