Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

KOL Stories X Roy Shakti, Kartu Kredit: Jebakan atau Jembatan?

KOL Stories X Roy Shakti, Kartu Kredit: Jebakan atau Jembatan? Kredit Foto: Unsplash/Rawpixel
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kesulitan ekonomi di tengah pandemi Covid-19 yang berkepanjangan ini memang memaksa kita untuk lebih memutar otak guna memenuhi kebutuhan hidup. Yang menjadi masalah, kita acap kali mencari cara mudah untuk menghadapi kepelikan keuangan, salah satunya dengan menggunakan kartu kredit.

Apalagi, Bank Indonesia telah mengeluarkan kebijakan tentang pelonggaran terkait pembayaran tagihan kartu kredit mulai 1 Mei 2020. Sejumlah bentuk pelonggaran yang diberikan di antaranya penurunan batas maksimum suku bunga menjadi 2% dari 2,25%; nilai pembayaran minimum dipangkas dari 10% menjadi 5%; besar denda keterlambatan pembayaran menjadi 1%; dan perpanjangan waktu pembayaran bagi nasabah yang mekanismenya diserahkan kepada masing-masing penerbit kartu kredit.

Baca Juga: KOL Stories x Anton Thedy: Meneropong Masa Depan Bisnis Travel Pasca-Vaksinasi

Dengan segala kemudahan yang diperoleh dari fasilitas kartu kredit tersebut, kita mungkin bisa saja terjebak karena menggunakan kartu kredit secara serampangan dan tanpa perhitungan matang. Terkadang, kita lupa bahwa kartu kredit merupakan alat pembayaran pengganti uang tunai. Di mana, kita harus membayarkan tagihan secara teratur guna menghindari bunga dan denda yang mengintai.

Padahal, jika kita bijak menggunakan kartu kredit, kita akan memperoleh segudang keuntungan. Misalnya saja, kita bisa menggunakan kartu kredit sebagai modal usaha ketika harus terkena pemutusan hubungan kerja.

Lalu, bagaimana agar kita bijak menggunakan kartu kredit di saat pelik seperti ini? Apa saja yang perlu diperhatikan ketika menggunakan kartu kredit untuk bertransaksi? Dan, gimana cara agar meraup untung bukan buntung dari kartu kredit? Simak wawancara Warta Ekonomi bersama pakar kartu kredit Roy Shakti.

Sebagai pakar kartu kredit, menurut pandangan Bapak, apa sebenarnya definisi dari kartu kredit itu?

Berbicara mengenai kartu kredit itu bermacam-macam, tergantung kebutuhan masing-masing. Secara umum, kartu kredit adalah alat pembayaran yang ditalangi terlebih dahulu oleh pihak perbankan. Pembelian yang dilakukan bisa bersifat konsumtif atau produktif.

Jika sifatnya konsumtif, tujuan dari kartu kredit adalah menunda pembayaran. Kalau problemnya kartu kredit sebagai jembatan atau jebakan, itu sama halnya kita membandingkan dengan pisau. Ketika Anda membeli pisau di toko, pisau tersebut Anda gunakan untuk memasak atau mencelakakan orang? Itu kembali kepada masing-masing individu.

Jika Anda memiliki kartu kredit, Anda harus menetapkan tujuan dari penggunaan kartu kredit itu, bisa digunakan untuk dana cadangan, atau alat pembayaran sebelum gajian. Jadi, peran dari kartu kredit harus ditetapkan terlebih dulu karena kalau tidak jelas, akan ada banyak godaan untuk membeli banyak barang.

Jika Anda menetapkan peran kartu kredit untuk kepentingan konsumtif, saran saya adalah jangan punya banyak kartu kredit. Karena yang menjadi permasalahan adalah ketika kartu kreditnya mulai banyak, ada kecenderungan untuk selalu menggunakannya tanpa pikir panjang sehingga utang tersebut menumpuk.

Ketika utang tersebut sudah terakumulasi dan kemudian terjadi panic attack, yang terjadi adalah solusi penyelasaian masalah yang dilakukan tidak segera menyelesaikan masalah tersebut, malah menambah masalah yang lebih besar lagi. Jika tagihan sudah jatuh tempo lalu kita terkena panic attack, yang terjadi adalah menggunakan kartu kredit yang lain untuk bayar utang yang lain, "gali lubang tutup lubang". Saran saya, Anda harus memiliki satu kartu saja untuk tujuan konsumtif, tetapi lain lagi untuk tujuan produktif.

Sebagai alat pembayaran pengganti uang tunai, sebetulnya apa saja transaksi yang sebaiknya menggunakan kartu kredit?

Para kapitalis mendesain pembayaran semudah mungkin supaya Anda terus melakukan pengeluaran karena kita tidak bisa lepas dari teori relativitas. Sebagai contoh, jika Anda pergi ke department store untuk membeli baju dengan harga Rp400 ribu, saya akan tanya, di antara uang tunai Rp400 ribu dengan kartu kredit, lebih mudah yang mana? Tentunya kartu kredit. Padahal, nominalnya sama.

Hal itu secara tidak sadar membuat Anda untuk terus impulsif. Itu adalah permainan yang diciptakan para kapitalis untuk menambah profit dengan mempermudah transaksi semudah mungkin sehingga orang akan terus berbelanja.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Patrick Trusto Jati Wibowo
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: