Bangun Hilirisasi Batu Bara, Bahlil: Ini Investasi Terbesar Kedua Amerika Setelah Freeport
Menteri Badan Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan investasi pembangunan proyek hilirisasi batu bara menjadi dimetil eter di Tanjung Enim, Sumatera Selatan menjadi yang terbesar setelah PT Freeport.
Proyek didanai oleh Air Products and Chemicals, Inc, perusahaan internasional yang berbasis di Amerika Serikat (AS) ditargetkan akan memakan dana sebesar US$15 miliar atau setara dengan Rp210 triliun untuk proyek gasifikasi batu bara di Indonesia.
Baca Juga: Bangun Pabrik DME Pemerintah Targetkan Rampung Dalam 30 Bulan
Bahlil mengatakan investasi hingga ratusan triliun ini murni sepenuhnya dari AS. Menurutnya, hal tersebut bisa meluruskan persepsi bahwa Indonesia hanya menerima investasi dari negara tertentu saja.
"Investasi ini full dari Amerika bukan dari Korea, Jepang, dan bukan China. Jadi ini sekaligus menyampaikan bahwa tidak benar pemahaman negara fokus investasi dari banyak negara. Ini buktinya kita primbangan ini Amerika," ujar Bahlil saat groundbreaking proyek hilirisasi batu bara dipantau virtual, Senin (24/1/2022).
Bahkan dalam proyek ini, bahlil menyebut bahwa investasi ini merupakan yang terbesar dari AS setelah Freeport untuk tahun ini.
"Amerika investasi cukup besar dan ini investasi kedua terbesar setelah Freeport untuk tahun ini," ujarnya.
Bahlil melanjutkan, dengan adanya proyek ini akan menghasilkan lapangan pekerjaan 12.000 sampai 13.000 dari konstruksi yang dilakukan Air Products, kemudian sekitar 11.000 sampai 12.000 dilakukan di hilir oleh Pertamina.
"Di tambah lagi begitu eksisting berproduksi, lapangan pekerjaan disiapkan yang tetap 3.000. Itu yang langsung. Kalau yang tidak langsung, konraktornya, subkontraktornya, multiplier effect, itu bisa tiga sampai empat kali lipat dari yang ada,” ujarnya.
Selain menyerap ribuan tenaga kerja, proyek ini menghasilkan output gasifikasi ini untuk mengurangi impor gas elpiji.
Sebagaimana diketahui, rata-rata impor gas elpiji Indonesia setiap tahunya culup besar dengan rata-rata 6 sampai 7 juta dan subsidi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang tidak sedikit .
"Impor gas elpiji rata-rata 1 tahun 6-7 juta, subsidi kita cukup besar. Di dalam perhitungan kami, setiap 1 juta ton hilirisasi, kita bisa melakukan efisiensi sekitar Rp 6-7 triliun dari subsidi. Jadi tidak ada alasan lagi untuk kita tidak mendukung program hilirisasi,” ungkapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: