Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Siapa Sangka! Ternyata Begini Kisah Pendeta Saifuddin Murtad Dari Islam

Siapa Sangka! Ternyata Begini Kisah Pendeta Saifuddin Murtad Dari Islam Kredit Foto: Youtube/Suara

Selama aku mengabdi di Pondok Pesantren Muhammadiyah Darul Arqam Sawangan, hanya sempat sekali jumpa Saifudin Ibrahim. Saat itu bersamaan waktu di mana para santri sedang libur panjang tutup tahun ajaran. Mereka pulang ke rumah masing-masing sekitar dua pekan atau tiga pekan lamanya.

Saat aku datang di Pondok Pesantren itu, Saifudin Ibrahim sudah kabur. Karena ia sudah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Koramil Sawangan. Saat itu urusannya terkait dengan urusan subversif. Makanya urusannya dengan Koramil, bukan dengan Polsek.

Baca Juga: Pendeta Saifuddin Bikin Gaduh, Romo Benny: Tak Perlu Urusi Keyakinan Orang Lain

Saat aku jumpa Saifudin Ibrahim, aku terkejut dan terheran-heran sekali. Penampilannya sangat parlente. Bajunya, celananya, sepatunya, sabuk gespernya, dan arlojinya, semuanya branded. Ia juga mengenakan cincin emas yang sangat mencolok. Sesuatu hal yang saat di Pondok Hajah Nuriyah Shabran – UMS dahulu, tak terbayangkan bisa nempel pada diri “Bang Kocek”.

Di pinggang Saifudin Ibrahim terselip alat komunikasi pager. Alat komunikasi tercanggih saat itu, tahun 1980-an. Kendaraan yang ia pakai pun motor Honda GL 125 cc keluaran terbaru. Motor impian anak-anak muda yang doyan nampang.

Sikap riang dan ceria Saifudin Ibrahim masih ada. Hanya saja, ia ada tambah sikap petentang-petenteng. Itu sangat kurasakan saat ia ngobral atau mendakwahkan “seperioritas” Gerombolan NII KW IX kepadaku.

Dari “dakwah” Saifudin Ibrahim itu, aku diberi tahu, bahwa di “negara” NII KW IX itu, ia menjabat sebagai Ketua Mahkamah Agung. Tugas utamanya membai’at anggota-anggota baru Gerombolan NII KW IX. Di mana tiap kepala yang dibai’at, dikenai dana wajib minimal Rp. 20.000.

Uang Rp. 20.000 saat itu kira-kira setara dengan uang Rp. 200.000 saat ini. Itulah pendapatan sampingan Ketua Mahkamah Agung “negara” NII KW IX. Makanya saat “mendakwahiku” dalam waktu yang tak terlalu lama, sikap petentengannya dan cengengesannya selalu mendominasi obrolan dan obralannya.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Aldi Ginastiar

Bagikan Artikel: