Di dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD), reformasi belanja yang berkualitas diwujudkan melalui upaya penguatan desentralisasi fiskal dengan mendorong pengalokasian sumber daya nasional secara efektif dan efisien. Yaitu, melalui hubungan antara keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan guna mewujudkan pemerataan kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur.
Sesuai pilar ketiga UU HKPD, yaitu meningkatkan kualitas belanja daerah, dilakukan pengaturan pengelolaan belanja daerah dengan fokus belanja, mandatory spending, pengendalian belanja pegawai, penguatan belanja infrastruktur, dan SiLPA berbasis kinerja.
Baca Juga: UU HKPD demi Terwujudnya Masyarakat yang Adil dan Makmur
"Kita berharap dengan adanya UU HKPD ini, belanja pusat dan daerah makin harmonis dan sinkron. Kita berharap pengeluaran jangka menengah itu lebih disinkronkan antara pusat dan daerah dan penganggarannya makin terpadu," ujar Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (25/3/2022).
Fokus belanja daerah untuk layanan dasar publik guna mencapai standar pelayanan minimal. Untuk itu, Menkeu juga menyampaikan adanya mandatory spending semata bertujuan untuk akselerasi pemerataan kualitas layanan publik dan kesejahteraan di daerah.
"Ada mandatory spending bukan bertujuan untuk tidak memberikan kepercayaan kepada daerah, melainkan memang daerah ini tujuannya untuk melayani masyarakatnya terutama di bidang pendidikan kesehatan," tandas Menkeu.
UU HKPD juga mengatur penguatan belanja infrastruktur melalui batasan besaran belanja infrastruktur pelayanan publik minimal 40% dari APBD di luar transfer ke daerah bawahan dan desa; masa transisi penyesuaian porsi belanja infrastruktur pelayanan, yaitu 5 tahun; dan fleksibilitas dalam melakukan penyesuaian pasca transisi.
Terakhir, optimalisasi penggunaan SiLPA non-earmarked untuk belanja daerah berdasarkan kinerja layanan publik daerah. Jika kinerja layanan sudah tinggi, dapat diinvestasikan dan/atau pembentukan dana abadi daerah. Namun, jika kinerja layanan masih rendah, diarahkan untuk belanja infrastruktur pelayanan publik.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Martyasari Rizky
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: