Tahun Depan, Pemerintah Optimistis Pasar Properti dan Otomotif Tetap Digandrungi
Untuk mengantisipasi penurunan daya beli akibat kenaikan suku bunga acuan, Dia berharap kepada regulator dan pemerintah untuk merelaksasi kebijakan restrukturisasi kredit terhadap wilayah yang masih terdampak penurunan ekonomi akibat Pandemi Covid-19.
"Melanjutkan program penyediaan hunian layak untuk segala lapisan masyarakat melalui KPP Subsidi dan memperbanyak kuota untuk mengurangi backlog, dan memperpanjang kebijakan insentif PPN DTP untuk menaikkan animo masyarakat membeli properti," ucapnya.
Senada, Direktur Konsumer Ritel dan Syariah Bank Jatim R. Arief Wicaksono, meyakini kredit konsumtif masih terbuka lebar. Pasalnya pasar konsumtif rumah tangga, kebutuhan akan belanja harian, pendidikan, hunian, kendaraan, dan ketersedian uang cash selalu ada.
Apalagi BI melanjutkan pelonggaran ketentuan uang muka alias Down Payment (DP) kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor maupun kredit properti menjadi paling sedikit 0% (nol persen) yang berlaku per 1 Januari - 31 Desember 2023. Baca Juga: Imbas Suku Bunga Naik, Masyarakat Kesulitan Kredit Rumah?
"Strategi Bank Jatim untuk penyaluran kredit konsumtif di 2023 diantaranya optimalisasi penyaluran kredit konsumtif dengan memanfaatkan Captive Market; Meningkatkan aktifitas pemasaran untuk penetrasi pasar yang dapat dilakukan dengan bekerjasama dengan pihak ketiga, program pemasaran dengan referral, multifinance, dan penggunaan sarana media digital; Penyempurnaan produk (diversifikasi) sesuai dengan kebutuhan pasar konsumtif saat ini; Struktur pricing yang bersaing dan diminati pasar konsumtif; Meningkatkan kerjasama ekosistem, dan Peningkatan Digitalisasi Proses Bisnis," jelasnya.
Sementara itu, Direktur Sekuritisasi dan Pembiayaan SMF Heliantopo menuturkan, dalam ekosistem perumahan, SMF berperan menyediakan sumber pembiayaan kepada penyalur KPR. Adapun hingga September 2022, Penyaluran KPR komersil dari SMF telah mencapai Rp3,37 triliun.
Lebih lanjut dia mengajak kepada seluruh stakeholder perumahanan untuk dapat bersinergi dan kolaborasi guna menghadapi tantangan dan peluang di segmen kredit konsumtif.
Adapun saat ini rasio KPR terhadap PDB baru sebesar 3,2%. Angka ini masih kecil sekali bila dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura yang sudah mencapai 45,7 dan 42,9%. Kemudian backlog perumahan di Indonesia mencapai 12,7 juta dan 39% penduduk menghuni rumah tidak layak huni.
"Dari situ kelihatannya kita peluang besar sekali jadi kebutuhan pemenuhan perumahan tinggi sekali. jadi perlu kolaborasi dari seluruh stakeholedr di bidang perumahan untuk mnyelesaikan bersama sehingga hasilnya lebih optimal," tandasnya. Baca Juga: 2023 Dihantui Krisis, Sektor Properti Tanah Air Diprediksi Tetap Eksis, Mengapa?
Direktur Renstra, Tata Kelola Manajemen Risiko dan Kepatuhan BP Tapera, Sid Herdi Kusuma mengamini apa yang disampaikan SMF. Dia berharap dari kolaborasi tersebut dapat melahirkan pengembangan skema baru yang dapat memberikan alternatif pilihan kepada masyarakat agar dapat membeli rumah, inovasi baru dari pengembang dalam membangun perumahan.
"Pemerintah dan BP Tapera berkomitmen menyediakan dana bantuan pembiayaan perumahan untuk membantu Masyarakat Berpenghasilan Rendah dengan suku bunga tetap dan tenor Panjang," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman