Hadapi Perubahan Iklim, Arsjad Rasjid Tekankan Pentingnya Zero Net Emission di ASEAN
Diakuinya, keuangan berkelanjutan di ASEAN telah mengalami ekspansi yang luas, pasar utang dan ekuitas berkelanjutan masih kecil dan tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pendanaan perekonomian ASEAN untuk tujuan keberlanjutannya.
Pada tahun 2016, jumlah total utang berkelanjutan tercatat sebesar US$ 0,25 miliar dan meningkat menjadi US$6,75 miliar pada tahun 2021. Hal ini, menjadikan jumlah total utang berkelanjutan menjadi sekitar US$ 24 miliar - potensi pertumbuhan lebih lanjut dari keuangan berkelanjutan sebagian besar belum dimanfaatkan.
Baca Juga: Antusias, Warga Sambut Antusias Gelaran KTT ASEAN di Jakarta
Arsjad menjelaskan, sektor keuangan merupakan salah satu sektor yang dapat memainkan peran penting dalam mendukung negara-negara ASEAN dalam perjalanannya menuju net zero. Lembaga-lembaga keuangan harus segera beradaptasi karena pertimbangan iklim harus menjadi arus utama dan menjadi inti proses pengambilan keputusan.
Perubahan iklim harus menjadi prioritas dan fokus utama lembaga keuangan dalam mengidentifikasi, mitigasi, dan mengatasi risiko lingkungan dan sosial yang material di pasar, wilayah geografis, dan komunitas mereka.
Sementara itu, Vice Chairman ASEAN and President Commissioner Indonesia Standard Chartered, Rino Donosepoetro, mengatakan salah satu tantangan bagi ASEAN dalam menghadapi perubahan iklim adalah kebutuhan dana yang sangat besar.
ASEAN memiliki banyak potensi untuk melakukan transisi energi, namun membutuhkan banyak dana untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan bahan bakar fosil. Hal ini, dapat diatasi melalui struktur kemitraan dan pembiayaan yang terukur.
"Saya menilai ASEAN Climate Forum merupakan kesempatan unik untuk bertukar praktik terbaik, berkolaborasi, dan berbagi jalan menuju pembangunan ASEAN yang berkelanjutan," ujar Rino.
Terkait dengan itu, dia mendorong pentingnya sektor keuangan mendukung aliran modal ke arah pembangunan berkelanjutan pada tahun 2023, dan pembiayaan berkelanjutan pada tahun 2025.
"Urgensinya (menghadapi perubahan iklim) nyata dan sekaranglah waktunya untuk bertindak," kata Rino.
Arsjad menambahkan, dalam menanggapi urgensi untuk bergerak menuju ketahanan dan keberlanjutan yang lebih baik, perusahaan semakin berupaya mengembangkan strategi dan solusi iklim untuk meningkatkan kinerja mereka di seluruh rantai nilai dan memastikan akses jangka panjang terhadap pendanaan.
Sebagai bagian dari respons ini, terdapat fokus yang signifikan pada aksi iklim, termasuk menetapkan target dan sasaran net zero.
Baca Juga: Indonesia Ciptakan Era Baru Tata Kelola Bisnis di ASEAN
“Setelah keberhasilan penyelenggaraan KTT G20 Bali dan KTT B20 Bali pada bulan November 2022, dan Keketuaan ASEAN pada tahun 2023, Indonesia dan ASEAN harus kembali menjadi sorotan global melalui ASEAN Climate Forum ini," tandas Arsjad.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Alfida Rizky Febrianna
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement