Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Terus Merugi, OpenAI Terancam Bangkrut

Terus Merugi, OpenAI Terancam Bangkrut OpenAI | Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Layanan kecerdasan buatan (AI) belakangan ini memang booming dimana-mana bahkan beberapa di antaranya bergantung pada AI. Adalah OpenAI yang pertama kali mempeloporinya melalui layanan ChatGPT. Namun, yang ironis saat ini adalah OpenAI diprediksi bakal rugi besar.

Bahkan, layanan yang digadang-gadang digunakan banyak orang dan membantu pekerjaan manusia hasil dari perkembangan Sam Altman tersebut terancam bangkrut. Memangnya ada apa?

Penyebabnya adalah beban biaya operasional perusahaan yang dianggap terlalu tinggi. Berdasarkan analisis dari The Information yang dikutip dari Deadline, Rabu (31/7/2024), OpenAI mencatat kerugian masif sebesar US$5 milar atau setara dengan Rp 81 Triliun pada tahun ini.

Nilai kapitalisasi pasar OpenAI sendiri diprediksi mencapai US$80 Miliar atau sekitar Rp1.303 Triliun pada Februari 2024. Pada tahun ini, perusahaan tersebut diprediksi menghabiskan sekitar US$7 Miliar atau Rp114 Triliun untuk melatih dan mengoperasikan sistem AI-nya.

Baca Juga: Telkomsel dan Dinas Koperasi UKM Sumut Berkolaborasi Hadirkan Digitalisasi Koperasi

Dengan kata lain, OpenAI memerlukan lebih banyak uang untuk melanjutkan bisnisnya. OpenAI, di tengah masifnya pengeluaran, juga perlu menghadapi sengitnya persaingan di kala raksasa teknologi lain berlomba-lomba mengembangkan sistem AI serupa.

Biaya OpenAI juga tak Cuma untuk melatih sistem AI saja. Ada biaya lainnya seperti sewa kapasitas server dari Microsoft untuk memelihara sistem dari ChatGPT yang menelan biaya sekitar US$4 Miliar atau Rp64 Triliun.

“Ada pula biaya US$ 3 miliar (Rp 48 triliun) untuk melatih model AI dengan data baru”, tulis Deadline, Rabu (31/7/2024).

Selain itu, menurut The Information, OpenAI juga wajib mengeluarkan biaya untuk gaji karyawannya. Biaya tersebut diprediksi menyentuh nilai US$ 1,5 miliar setara dengan Rp 24 triliun untuk gaji sekitar 1.500 karyawan.

Media tersebut juga mengatakan bahwa estimasi dibuat berdasarkan data sebelumnya serta wawancara dengan beberapa sumber dalam yang terlibat dalam bisnis OpenAI.

Baca Juga: Lewat Digiland Conference 2024, Telkom Ajak Generasi Muda Berinovasi melalui Digitalisasi

Sementara itu, menanggapi kabar yang berhembus, Pakar AI dan professor NYU, Gary Marcus, mengatakan bahwa apabila tidak memikirkan langkah bisnis secara matang, maka kerugian besar OpenAI ini bisa mendatangkan petaka bahkan kebangkrutan.

"Investor harus bertanya: Apa keunggulan OpenAI? Apa teknologi uniknya?" kata Gary Marcus, di akun X personalnya, dikutip Warta Ekonomi, Rabu (31/7/2024).

"Bagaimana strategi meraup untung dari OpenAI? Meta menyediakan layanan yang sama secara gratis. Mereka punya aplikasi 'pembunuh' persaingan? Teknologi mereka bisa diandalkan? Apa yang nyata dan hanya demo?" imbuhnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Amry Nur Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: